pendakian ke Gunung Merbabu, Jawa Tengah: Perjalanan Ke Puncak Menantang Merapi – Bagiku, perjalanan yang paling bisa dinikmati ialah perjalanan menikmati alam.
Mungkin sama dengan sebagian besar orang.
Perjalanan atau Pendakian ke Gunung Merbabu ini merupakan salah satunya.
Perjalanan yang kuceritakan ini tak serta-merta menjadikanku sebagai seorang traveler, atau bahkan pendaki gunung.
Aku bukan anak gunung meski perjalanan dalam menaklukkan Puncak Kentheng Songo di Gunung Merbabu membuatku ketagihan untuk mengulangnya lagi di gunung yang berbeda.
“Great things are done when men and mountains meet.”
William Blake
Pendakian ke Gunung Merbabu: Awal Dari Pendakian Pertamaku
Daftar Isi
- Pendakian ke Gunung Merbabu: Awal Dari Pendakian Pertamaku
- Pos 2 Gunung Merbabu nan Syahdu
- Spot Terindah di Antara Puncak Kentheng Songo dan Syarief: Pendakian Berlanjut . . .
- Pendakian ke Gunung Merbabu: Hypothermia Attacked . . .
- Pengalaman Menakutkan Saat Pendakian Gunung Merbabu
- Puncak Kentheng Songo dan Akhir Dari Pendakian ke Gunung Merbabu
- On STELLER @WLTRPNM
Beberapa ahad sesudah saya wisuda, teman-teman yang gres saja kukenal menyusun planning untuk menaklukkan Puncak Gunung Merbabu.
Awalnya tentu saja saya ragu bahkan takut alasannya tidak pernah sekalipun saya melaksanakan pendakian.
Setelah mendengar dongeng perihal pengalaman-pengalaman mereka yang sudah menaklukkan semua gunung di Jawa Barat, kolam sales handal mereka mengundangku untuk turut serta, maka saya kemudian memastikan diri untuk ikut.
Rasa ingin tau untuk menaklukkan gunung pertamaku ternyata lebih besar dari rasa was-wasku. Teristimewa alasannya imbas dongeng menarik mereka. Akhirnya waktu dan meeting point pun ditentukan.
Transportasi juga sudah disiapkan. Alhasil, 10 orang lelaki tampan dan seorang perempuan tangguh menjadi jumlah total tim pendaki kami yang waktu itu akan menaklukkan Puncak Merbabu.
Dan perlu diketahui, tak satu pun di antara kami yang sudah pernah menaklukkan Puncak Merbabu sebelumnya.
Rasa penasaranku yang ketika itu belum pernah mendaki gunung sama besarnya dengan rasa ingin tau kolegaku yang sudah belasan kali melaksanakan pendakian.
Rasa ingin tau yang sama besar di antara kami semua menjadi modal berpengaruh untuk melaksanakan Perjalanan ke Gunung Merbabu.
Akhirnya, dengan biaya tiket Rp 100.000 per orang menumpangi kereta kelas ekonomi dari Stasiun Kereta Api Kiara Condong, Bandung pulang-pergi ke Stasiun Kereta Api Kutoarjo, Magelang, sudah dipesan.
Pendakian ke Gunung Merbabu pun dimulai. Dari Bandung kami berangkat sempurna pukul 21:00 WIB. Kereta pun berangkat. Kurang-lebih 7,5 jam perjalanan, sekitar pukul 04:30 WIB kami tiba di stasiun tujuan. Segera kami mempersiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan.
Sarapan, toilet, bekal perjalanan, rokok bagi yang perokok, membongkar ulang carrier, hingga informasi seputar lokasi yang harus ditempuh biar tiba, semuanya sudah siap dalam 1 jam.
Kami kemudian menyewa sebuah angkutan umum untuk mengantarkan kami ke pasar terdekat demi memenuhi keperluan logistik sekaligus mengantar kami ke terminal berikutnya untuk menuju ke pintu masuk pendakian.
Akhirnya dalam perjalanan kurang lebih 45 menit, kami pun menyewa kendaraan beroda empat dari pintu masuk pendakian menuju basecamp melalui Jalur Wekas. seharga Rp 150.000.
Setelah mendaftar masuk ke basecamp seharga Rp 1.000 per orang berikut fotokopi KTP, kami pun mulai mendaki. Pendakian pertamaku pun dimulai.
Jalanan yang harus ditempuh cukup terjal, tapi di awal, jalannya masih anggun dengan plester semen alasannya masih berada di sekitar pemukiman warga.
Beberapa jam kemudian, kami tiba di Pos 1 Telaga Anum dan berhenti sejenak untuk makan siang.
Di Pos 1 kami berhenti untuk sekedar menikmati kopi, sereal energi, mie instan, dan tentu saja berfoto. Sepanjang perjalanan banyak sekali kami jumpai pohon bunga edelweiss.
Belum ada bekas petikan bunga indah tersebut yang kami temukan sehingga kami juga tidak berani memetiknya (dan tentu ada larangan akan perusakan tumbuhan di sekitarnya).
Di kiri-kanan sepanjang jalan setapak yang kami tempuh, tumbuhan anggrek juga kami temukan melekat di pohon-pohon besar.
Suasananya sangat hening dan nyaman. Belum lagi kami beberapa kali menjumpai mata air yang mengalir deras begitu saja.
Ada banyak spot yang bisa dipakai untuk berteduh menikmati hutan yang dilindungi itu, tetapi alasannya kami sadar bahwa kami harus hingga di Pos 2 sebelum hari gelap, maka tak ada waktu untuk meneduh berlama-lama.
Pos 2 Gunung Merbabu nan Syahdu
Dengan perbincangan seru dan tawa sepanjang perjalanan menciptakan beban pendakian tak begitu terasa, kesudahannya kami tiba di Pos 2, daerah di mana kami mendirikan tenda untuk menginap semalam sesuai rencana.
Puncak Merbabu masih jauh dan tak terlihat alasannya dihalangi oleh bebukitan yang mengelilingi Pos 2.
Untungnya di Pos 2 terdapat mata air yang sudah dipipa, sehingga kami semua mengantri untuk menikmatinya.
Sekedar membilas badan, mencuci muka, hingga melepaskan dahaga dengan air pegunungan jernih tersebut.
Pendakian ke Gunung Merbabu pun tampaknya semakin berat. Satu malam di kaki gunung. Dua tenda didirikan dan satu lagi hanya bisa dijadikan bivak.
Semua orang sibuk mendirikan tenda, mempersiapkan peralatan makanan, menciptakan api unggun, berkeliling mencari kayu bakar, hingga memasak.
Karena tenda yang bisa didirikan hanya 2 yang masing-masing hanya bisa ditiduri maksimal 4 orang maka harus ada sebagian orang yang tidur di bivak dengan tumpukan carrier dan ada lima orang yang harus saling bergantian tidur di tenda (sesuai rencana).
Ketika itu saya sudah sangat lelah alasannya tidak ada persiapan latihan fisik sebelumnya, dan juga malam di sana sangat dingin, maka beranjak tidur duluan di dalam tenda ialah pilihan terbaik bagiku kala itu.
Ada dua orang yang harus menunggu hingga tengah malam biar bergantian denganku dan yang lain.
Sekitar pukul 01:00 WIB dini hari, saya dan dua orang temanku yang tidur dalam satu tenda bergantian dengan dua orang yang tadinya menunggu di antara api unggun.
Sayangnya, api unggun tersebut nyaris mati dan kami harus mencari ranting lagi sebagai materi bakarnya.
Beberapa menit berjuang di tengah dinginnya malam untuk menyalakan api, kesudahannya api tersebut nyala. Saat itu kami hanya bertiga saja di luar.
Ketika saya bangun, saya gres menyadari bahwa di sekitar tenda kami sudah ada sekitar 7 tenda dari pendaki lain yang sudah berdiri mengelilingi kami.
Ketika itu masih ada orang yang mencari-cari kayu bakar, rombongan pendaki lain yang gres saja tiba di Pos 2, dan rombongan pendaki yang melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya, menciptakan malam turut pada keramaian.
Sambil menikmati api unggun dini hari di Pos 2, kaki Gunung Merbabu, kami juga menikmati kopi, lagu lawas, dan tentu saja rokok.
Saat itu malam menjelang pagi benar-benar sangat hambar sehingga dua lapis baju belum cukup untuk terhindar dari parahnya suhu.
Masing-masing kami memakai tidak kurang dari 4 lapis baju dan kain sebagai pelindung dari ekstrimnya suhu kala itu.
Menjelang pagi hari, ketika matahari perlahan muncul dari balik bukit, satu per satu sobat pendaki kami dan anggota rombongan pendaki lainnya bangkit dan bergabung dengan keramaian kala itu.
Indahnya hari menciptakan kami sangat khusyuk dalam menikmati suasana di sana. Sangat indah, teduh, dan nyaman.
Spot Terindah di Antara Puncak Kentheng Songo dan Syarief: Pendakian Berlanjut . . .
Pendakian ke Gunung Merbabu pun berlanjut. Setelah semua anggota pendaki kami bangun, kami pun pribadi mempersiapkan barang-barang, merapikan tenda, dan beranjak melanjutkan perjalanan.
Kali ini perjalanan untuk mencapai puncak jauh lebih melelahkan dari hari sebelumnya.
Jalanan terjal, bebatuan yang begitu besar harus dilalui, kemiringan jalur juga menjadi faktor lain yang sangat menguras tenaga.
Banyak sekali spot indah untuk dinikmati di sepanjang perjalanan, dan tentu saja kami tak ingin melewatinya.
Kami meneduh di beberapa spot yang berdasarkan kami sangat nyaman sekaligus anggun untuk menikmati pemandangan.
Tadinya kami ingin berhenti sejenak menikmati santapan pengisi tenaga sebelum mencapai puncak, tetapi suasana kala itu sangat tidak aman untuk melakukannya.
Karena itu, dengan tenaga yang hanya tinggal beberapa lapis saja, kami pun berusaha mencapai puncak sebelum hari gelap.
Tepat sebelum mencapai puncak, kami memantapkan diri untuk saling menunggu anggota pendaki kami di sebuah spot antara Puncak Syarief dan Puncak Kentheng Songo.
Sambil menunggu, kami memasak mie instan aneka rasa dijadikan satu, bercampur dengan debu ketika kami memakannya alasannya ketika itu cuacanya kemarau, dan tentu saja kami menciptakan sereal energi serta kopi.
Di sana kami bertemu dengan rombongan asal Jakarta yang terdiri atas 7 orang, 4 lelaki biasa saja dan 3 perempuan aduhai.
Dua di antara perempuan tersebut gres saja wisuda sehingga perjalanan ke Merbabu kala itu ialah perayaannya. Kami cukup bersahabat dengan mereka lewat pertukaran cerita.
Baca Juga: Pantai Ladeha, Surga Tersembunyi di Pesisir Selatan Pulau Nias
Kembali ke cuilan sebelumnya, di spot itu, yang bisa dikatakan salah satu cuilan Puncak Merbabu, kami bisa menikmati pemandangan yang luar biasa bagus.
Di arah Yogyakarta, kami bisa melihat Gunung Merapi berdiri anggun dengan puncak yang lebih rendah dari daerah kami berdiri.
Hamparan pemukiman warga Yogyakarta juga terlihat jelas, membentang hingga ke kaki Gunung Merapi.
Menatap ke arah Barat, terlihat tiga gunung terkenal. Tiga gunung itu ialah 3S yang populer, yakni: Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan di kejauhan kalau cuaca baik kurang jelas terlihat Gunung Slamet.
BACA JUGA: MENANJAKI GUNUNG CIREMAI, PUNCAK TERTINGGI DI JAWA BARAT
Tiga gunung itu membentang terlihat saling menantang. Awan dari puncak itu juga sangat anggun terlihat.
Dari sana, kami juga bisa menikmati sunset. Hamparan awan dan gunung yang ada terlihat menyerupai kapal yang berada di tengah lautan.
Tak lupa tentu saja kami berfoto-foto mengabadikan momen dan pemandangan yang ada.
Setelah hari mulai gelap, kami berencana untuk menginap di Sabana II, daerah yang sangat nyaman untuk mendirikan tenda. Sekitar pukul 18:30 WIB kami mulai berkemas dan melanjutkan perjalanan.
Lautan lampu di arah Yogyakarta sangat indah terlihat dari sisi kiri kami. Bersama rombongan kami, ada rombongan dari Jakarta yang tadi disebutkan, juga melanjutkan perjalanan bersama kami. Ketika itu mereka yang berjalan duluan dan kami mengekor dari belakang.
Baca Juga: Pendaki ke Gunung Semeru, Jawa Timur
Beberapa ratus meter kami melangkah, dari jalur setapak itu di mana sisi kiri dan kanan kami ialah daerah terbuka, angin bertiup kencang sehingga menciptakan kami nyaris saja roboh.
Angin yang bertiupan saling bertabrakan, dari sisi satu dengan sisi lainnya bertabrakan, dan kamilah yang menjadi titik ukiran angin itu.
Pendakian ke Gunung Merbabu: Hypothermia Attacked . . .
Pendakian ke Gunung Merbabu kami ketika itu sudah hampir selesai. Di jalur yang terkenal sebagai Jembatan Setan, kami dengan susah payah berjalan di sisi tebing, dengan sisi kirinya ialah jurang, untuk mencapai tujuan.
Dengan memakan waktu beberapa menit, kesudahannya kami berhasil melewatinya.
Aku sendiri sangat bergantung dengan penerangan dari senter teman-temanku alasannya senter yang kubawa tiba-tiba rusak. Dengan usaha yang tidak mengecewakan berat, kesudahannya kami berhasil melewati Jembatan Setan.
Rombongan dari Jakarta berhasil melewatinya lebih dulu, sehingga menciptakan jarak kami dengan mereka cukup jauh.
Setelah kami benar-benar berhasil melewati Jembatan Setan, tiba-tiba rombongan pendaki Jakarta tersebut saling berteriak. Tentu saja menciptakan kami kaget dan sedikit ketakutan.
Baca Juga: Pendakian ke Gunung Slamet, Jawa Tengah
Setelah mendengar teriakan itu, kami cepat-cepat mendatangi mereka. Ternyata salah satu di antara mereka terkena hipotermia.
Barang tentu, alasannya memang lokasi daerah kami berjalan tadi sangat terbuka, tidak ada penghalang sama sekali, sehingga angin malam di pegunungan yang berhembus kencang dengan mudahnya menghantam kami semua.
Badannya membiru, wajahnya pucat, dan getaran tubuhnya tak beraturan.
Untungnya, 3 orang perempuan yang ada di rombongan mereka ialah lulusan Ilmu Keperawatan, sehingga tak terlalu susah bagi mereka untuk mengatasinya.
Kami cepat-cepat mengeluarkan kompor portable untuk memanaskan air. Beberapa di antara mereka pribadi meng-cover si korban.
Baca Juga: Pendakian ke Gunung Sumbing, Jawa Tengah
Puluhan tetes minyak angin, balsem, jaket dan selimut belum bisa membuatnya menjadi lebih baik, bahkan lebih parah alasannya malam semakin larut dan angin semakin kencang.
Dengan kepanikan yang luar biasa, kami terus berusaha memanaskan air dan menjaga api di kompor biar tidak padam dihembus angin.
Karena lokasinya tidak berpenghalang, maka api kompor tidak fokus memperabukan di satu titik, sehingga membutuhkan lebih usang waktu biar air bisa dipanaskan dengan derajat yang cukup.
Karena spot itu terlalu sempit, kiri-kanan jurang, maka saya dan beberapa orang dari rombongan kami melanjutkan perjalanan hingga mencapai spot yang anggun untuk berhenti. Dua orang temanku mengorbankan jaketnya biar dikenakan oleh sang korban hipotermia.
Baca Juga: Menjelajahi Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah
Ternyata, di antara rombongan Jakarta, bertambah satu lagi korban hipotermia kala itu. Dua orang sobat pendakiku menemani mereka sementara kami, ketika hingga di daerah yang tanahnya cukup datar, menciptakan api unggun dan tenda biar dengan cepat sanggup dinikmati oleh para korban.
Untuk menciptakan api unggunnya juga membutuhkan usaha keras, mulai dari mencari kayu bakar dan pemantik bakaran, dan menjaga biar api tersebut tetap hidup.
Baca Juga: Wisata ke Tebing Keraton Bandung
Angin bertiup sangat kencang. Kami semua juga sudah sangat tidak sabar untuk menikmati api tersebut, barang tentu kami sudah tinggal 5 menit dari Puncak Kentheng Songo, puncak tertinggi di Gunung Merbabu, dengan suhu yang sangat hambar dan angin yang sangat kencang.
Untungnya, dua korban hipotermia tersebut berhasil membaik, dan bisa menyusul kami mendaki di daerah kami sudah menuntaskan api unggun. Sebelumnya, dua orang sobat pendakiku menyusul Tim SAR untuk meminta bantuan.
Waktu yang mereka butuhkan untuk tiba di pos Tim SAR ialah 11 jam pulang-pergi, sehingga kami sempat putus impian dari pertolongan tersebut.
Baca Juga: Kunjungan ke Floating Market Lembang
Kami pun tetapkan untuk mendirikan tenda di daerah itu, di daerah terbuka 5 menit sebelum mencapai Puncak Kentheng Songo, Gunung Merbabu.
Akhirnya sesudah mendekatkan diri di api unggun, dua korban hipotermia berhasil pulih.
Mereka pun kami anjurkan untuk duluan memasuki tenda yang sebelumnya sudah kami dirikan. Kami sendiri belum mendirikan tenda alasannya kami tadinya lebih menentukan untuk melanjutkan perjalanan ke Sabana II dan mendirikan tenda di sana.
Ternyata alasannya banyak sekali hal, dan tentu saja diselingi oleh ketakutan kami atas keadaan korban hipotermia tadi, maka kami tetapkan untuk membatalkan planning ke Sabana dan mendirikan tenda saja di daerah kami berpijak kala itu.
Pengalaman Menakutkan Saat Pendakian Gunung Merbabu
Kami menentukan daerah di pinggir jurang alasannya daerah itu masih diselingi oleh pepohonan kecil, sehingga sedikit menghambat derasnya angin bertiup.
Saat mengeluarkan tenda dari dalam carrier-ku, saya melihat satu prasasti bertuliskan “In Memoriam” disertai dengan nama orang beserta tanggal kematiannya sempurna di daerah kami akan bermalam.
Prasasti tersebut ialah tanda bahwa beliau yang namanya tertulis di prasasti tersebut meninggal di daerah itu. Aku sendiri cukup ketakutan namun belum mau mengadu kepada teman-teman pendakiku.
Dan kami pun menginap sempurna di dekat prasasti itu. Samar kami melihat di kejauhan cahaya lampu yang tampaknya muncul dari headlamp, ada dua titik cahaya, sedang bergerak menuju ke arah kami.
Kami menduga bahwa mereka ialah dua orang sobat kami yang sedang mencari pertolongan Tim SAR, mungkin tetapkan untuk kembali.
Baca Juga: [Infographic] 10 Top Travel Hacks
Kami memperlihatkan siulan, berteriak, untuk memberi sinyal kepada mereka. Kebetulan siulan itu ialah arahan siulan kami untuk menunggu satu dengan yang lain ketika melaksanakan pendakian sebelumnya, manakala kami terpisah dan saling menunggu atau mencari.
Terdengar arahan siulan yang sama menyahut siulan kami di mana dua titik cahaya itu berada. Kemudian cahaya itu menghilang tiba-tiba.
Kami berpikir bahwa cahaya itu menghilang alasannya terhalang oleh pepohonan atau semacamnya. Tetapi usang kami menunggu, cahaya itu sudah tak tampak lagi, dan siulan kami sudah tidak dibalas lagi.
Baca Juga: Solo Trip to Taman Alam Lumbini, Berastagi, Tanah Karo
Padahal jaraknya cukup dekat. Akhirnya kami memasuki sebuah tenda. Tenda yang tadinya hanya bisa didiami maksimal 4 orang kami gunakan untuk berteduh dengan total 8 orang (dari total 11 orang; dua orang pergi mencari Tim SAR dan seorang lagi tidur di tenda rombongan Jakarta).
Kami berdelapan hanya bisa duduk berhadapan sambil menekuk kaki, berusaha tidur di tengah dinginnya malam, di tengah getaran dan bunyi angin yang menerpa tenda kami.
Sangat susah untuk tidur alasannya posisinya sangat tidak nyaman. Mungkin alasannya kami sudah sangat lelah, kami semua pun bisa tertidur meski tidak nyenyak sama sekali.
BACA JUGA: MENANJAKI GUNUNG CIKURAY
Tengah malam menjelang dini hari, saya dan beberapa orang temanku terbangun alasannya terdengar siulan arahan yang kami gunakan.
Sambil bersiul, salah seorang temanku juga melihat cahaya lampu yang tampaknya muncul dari headlamp, sama menyerupai sebelumnya, sedang bergerak di kejauhan berjalan menuju Puncak Kentheng Songo.
Temanku memanggilnya biar beliau tahu kami menenda di mana. Ketika berusaha menjemput, cahaya, bunyi langkah kaki dan siulan berhenti dan menghilang tiba-tiba di jalan menuju puncak. Padahal temanku itu sudah sangat dekat jaraknya dengannya.
Baca Juga: A Day Trip Without Digital Tech
Pada ketika itu temanku yang menyaksikannya tersebut belum menceritakannya kepada kami. Esok hari sepanjang perjalanan kami pulang barulah ia menceritakannya, yang kemudian menciptakan bulu kuduk kami merinding.
Puncak Kentheng Songo dan Akhir Dari Pendakian ke Gunung Merbabu
Setelah berhasil melewati malam kedua dalam perjalanan menaklukkan Gunung Merbabu, kami pun bangkit untuk menikmati sunrise dari Puncak Kentheng Songo.
Aku sendiri tidak begitu tertarik menikmatinya alasannya rasa kantuk dan lelah, serta hambar yang teramat menusuk, menciptakan saya lebih menentukan untuk berada dalam pelukan sleeping bag di dalam tenda.
Tetapi sebelumnya saya juga menyaksikannya dari dalam tenda. Berkat posisi kami mendirikan tenda sudah berada di puncak, maka saya bisa menikmatinya dari dalam tenda tanpa harus susah payah menembus dinginnya pagi hari untuk menikmatinya dari Puncak Kentheng Songo.
Setelah semuanya bangun, kami mempersiapkan sarapan. Aku sendiri tidak sarapan, dan lebih menentukan menghabiskan waktu menikmati pemandangan di Puncak Kentheng Songo yang ternyata sangat dekat dari daerah kami mendirikan tenda.
Baca Juga: A Short Visit to Bira Island, Thousand Islands
Di malam hari tidak terlalu terlihat meski saya sudah tahu bahwa hanya akan butuh waktu 5 menit untuk hingga di puncak dari daerah kami mendirikan tenda. Sangat indah, dan saya betah berlama-lama di puncak.
Dari puncak, saya juga bisa melihat bahwa rombongan pendaki Jakarta sudah bangun, dan dua korban hipotermia sudah pulih sepenuhnya.
Tiba waktu untuk bersiap-siap, saya kemudian turun dan menyusun perlengkapan aku, sementara hanya kopi yang tersisa.
Alhasil, hanya tegukan kopi sajalah yang menjadi sumber energi saya untuk menuruni gunung kala itu.
Akhirnya kami gotong royong mendaki Puncak Kentheng Songo lagi, di puncak tidak lupa kami mengabadikan momen.
Setelah puas, kami menghadap Gunung Merapi untuk menuju pintu keluar pendakian. Aku betul-betul lebih menikmati pemandangan ketika pulang daripada ketika datang.
Sangat indah, terlihat bersih, apalagi terbuka alasannya terlihat tegapnya Merapi berdiri menyerupai bisa diraih hanya sekali jalan dari Merbabu.
Aku sangat semangat sebelumnya, alasannya saya pikir menuruni gunung jauh lebih gampang daripada mendaki gunung.
Ternyata fakta yang saya alami malah sebaliknya. Ternyata 180 derajat lebih susah dan lebih melelahkan menuruni gunung daripada mendakinya. Apalagi carrier yang kubawa sangat berat.
Untuk menuruninya, ada satu jalur di mana jalurnya sangat curam. Sekitar kemiringan 65 derajat.
Ketika saya berhasil turun dan melihat lagi ke belakang, terlihat bukan menyerupai jalur yang baik untuk jalur turun atau pun pendakian.
Sangat curam, terlihat sama sekali tidak miring. Pos Sabana I dan Sabana II berhasil kami lewati.
Beberapa jam kemudian kami pun tiba di Basecamp Jalur Selo. Beberapa ketika kami beristirahat di sana.
Setelah semuanya selesai, kami pun menyewa kendaraan beroda empat pick up milik petani lokal untuk mengantarkan kami ke Stasiun Kutoarjo, Magelang, dari Boyolali, daerah kami keluar dari Gunung Merbabu.
Ternyata, kegiatan dan sasaran dari planning awal yang sudah kami susun hancur berserakan alasannya kami terlambat mencapai pos terakhir di Boyolali.
Hal tersebut alasannya kami tadinya memang harus menginap di Pos Sabana I atau Sabana II, tetapi alasannya ada korban hipotermia yang tentu saja mustahil kami tinggalkan, maka kami harus menginap di dekat Puncak Kentheng Songo.
Baca Juga: Pendakian Gunung Sumbing: Menggapai Puncak, Melawan Ketakutan
Akhirnya, kendaraan beroda empat pick up yang dikebut kencang memang tidak akan bisa mengantar kami tiba dari Boyolali ke Magelang, sehingga kami ketinggalan Kereta Api yang tiketnya memang sudah kami persiapkan pulang-pergi.
Oleh alasannya itu kami harus membayar tiket Rp 50.000 lagi dan harus menginap satu malam di stasiun.
Untungnya di malam hari, stasiun tersebut sangat sepi, sehingga dingklik tunggu penumpang bisa kami gunakan sebagai ganjal tidur. Aku dan dua orang sobat tidur paling larut alasannya kami menyempatkan diri bertukar dongeng sambil menciptakan kopi dengan kompor portable.
Akhirnya pagi tiba dan stasiun sudah sangat penuh dengan sesama penumpang.
Pukul 08:00 WIB keberangkatan, kami siap mengakhiri perjalanan ke Gunung Merbabu dan kembali menghadapi realita hidup menuju Bandung, melanjutkan kegiatan sehari-hari.
Perjalanan pertamaku mendaki gunung ialah mendaki Gunung Merbabu, di mana saya bisa menantang tegapnya Gunung Merapi berdiri dari puncaknya.
Rincian Biaya Pendakian ke Gunung Merbabu:
Total biaya yang saya keluarkan untuk menaklukkan Gunung Merbabu dari Bandung ialah kurang lebih Rp 500.000, lengkap dengan biaya tak terduga.
- Rp 150.000 total biaya transportasi ke Gunung Merbabu dari Bandung: Tiket kereta api kelas ekonomi dari Stasiun Kiara Condong Bandung – Stasiun Kutoarjo, Magelang: pulang-pergi.
- Rp 50.000 biaya keterlambatan.
- Rp 100.000 total Biaya logistik.
- Rp 100.000 Total Biaya transportasi dari Stasiun Kutoarjo, Magelang ke Pintu Masuk Pendakian ke Gunung Merbabu & transportasi dari Boyolali menuju Stasiun Kutoarjo, Magelang.
- Rp 100.000 uang pegangan untuk keperluan lainnya selama perjalanan.
Rincian biaya pendakian ke Gunung Merbabu tersebut ialah rincian biaya pendakian per orang, dari Bandung tahun 2014
Biaya pendakian ke Gunung Merbabu dari Jakarta mungkin agak sedikit ber-margin, dibandingkan dengan biaya perjalanan ke Gunung Merbabu dari Bandung, dan transportasinya pun bisa pribadi naik kereta api dari Stasiun Gambir atau pun Stasiun Senen.
Baca: Wisata Singkat ke Stone Garden, Padalarang, Bandung
Begitulah dongeng pendakian ke Gunung Merbabu kami, dan beberapa informasi penting yang mungkin mempunyai kegunaan bagi kalian yang merencanakan pendakian ke Gunung Merbabu. Terima kasih sudah membaca.
On STELLER @WLTRPNM
Baca Juga:
Catatan Perjalanan Lainnya:
- Berpetualang 2 Hari 1 Malam di Lampung Selatan
- Pulau Sebuku Lampung Selatan: Menjelajahi Pulau Sebuku Besar dan Kecil
- Tips Mendaki Gunung Untuk Siapapun
- Menanjaki Gunung Ciremai, Jawa Barat
- Pendakian ke Gunung Cikuray, Jawa Barat
- Pendakian ke Gunung Merbabu, Jawa Tengah
- Catatan Pendakian ke Gunung Semeru, Jawa Timur
- Pendakian ke Gunung Sumbing, Jawa Tengah
- Pendakian ke Gunung Slamet, Jawa Tengah
- Pantai Ladeha di Nias Selatan, Sumatera Utara
- Wisata Singkat ke Stone Garden, Padalarang, Bandung
- A Short Visit to Bira Island, Thousand Islands
- A Day Trip Without Digital Tech
- Solo Trip to Taman Alam Lumbini, Berastagi, Tanah Karo
- [Infographic] 10 Top Travel Hacks
- Kunjungan ke Floating Market Lembang
- Gereja Katedral Jakarta: Gereja Nasrani Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga
- Wisata ke Tebing Keraton Bandung
- Menjelajahi Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah
- Catatan Perjalananku Menjelajahi Nusa Penida, Bali
- Gunung Batu Lembang, Jawa Barat
- Bira Island, Pulau Seribu
- Floating Market, Bandung
- Rafflesia Arnoldii, Festival Bumi Rafflesia, Bengkulu
- Lesehan Pancur, Curup, Bengkulu: Jamuan Siang Kala Menjelajah Bengkulu
- Gunung Papandayan: Sebuah Pendakian yang Cocok Menjadi Weekend Getaway
- Menjelajahi Mangrove Forest Nusa Lembongan, Bali
- Mengintip Persiapan Menyambut Flower Garden Festival 2018 di Taman Bunga Inaya, Bengkulu
- Fort Marlborough: Saksi Sejarah Kekuasaan Inggris di Bumi Rafflesia Bengkulu
- Pendakian Gunung Sindoro 3.153 Mdpl via Jalur Kledung, Jawa Tengah
- Barleu Coffee Bandung, Minimalis di Remangnya Bandung Malam
- Theme Park Hotel Resort World Genting Highlands, Kuala Lumpur
- Bunga Bangkai: Konservasi Amorphophallus Titanum di Bengkulu
- Hamparan Bunga, Pesawat, dan Indahnya Alam di Danau Mas Harun Bastari, Bengkulu
- Pendakian Gunung Cikuray, Garut – Jawa Barat
- Menelusuri Sejarah Rokok Sampoerna di House of Sampoerna, Surabaya
- Menikmati Sedapnya Hidangan Bubbles and Bites, Genting Highlands
- Menelusuri Sejarah & Perkembangan Genting Highlands di The Visitors’ Galleria
- First World Hotel Genting Highlands, Hotel Terbesar di Dunia Ada di Malaysia
- Motorino Pizza Malaysia, Sajian Lengkap ala Italia di Genting Highlands
- Awana SkyWay, Gondola Berlantai Kaca di Genting Highlands
- Singgah di Pulau Sebesi, Lampung Selatan
- Pengalaman Transit di My Studio Hotel City Center Surabaya
- Download Ebook: Tips Mendaki Gunung
- Menanjaki Gunung Ciremai 3.078 Mdpl, Garut, Jawa Barat
- The Food Factory: Sarapan Dengan Segudang Pilihan Makanan Tersaji dalam Buffet-Style
- Sebelum Trekking Berjam-jam, Isi Tenaga Dulu di Ikan Bakar Pesona Banyuwangi
- 5 Destinasi Alam Indonesia yang Wajib Dikunjungi Tahun Ini
- Berkunjung dan Mengeksplor Museum Negeri Bengkulu
- [Review PegiPegi] Dengan PegiPegi, Bepergian Tak Pernah Semudah Ini!
- Ambrogio Patisserie, Tempat Nongkrong Asik di Bandung
- Indahnya Pulau Umang-Umang di Lampung Selatan
- Serunya Snorkeling di Lagoon Cabe, Gunung Krakatau
Lepas Suntuk di Nagisa Bali Bay View Villas yang Super Nyaman
Sumber https://walterpinem.me