Industri manufaktur merupakan salah satu tombak perbaikan ekonomi Indonesia. Selain terus mengalami pertumbuhan tiap tahunnya, share lapangan perjuangan ini terhadap camilan bagus ekonomi nasional beberapa tahun terakhir juga nampak besar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2016 menawarkan bahwa pertumbuhan ekonomi 2016 mencapai 5,02%. Industri manufaktur tumbuh sebesar 4,1% dengan share mencapai 20,51%. Besarnya pertumbuhan yang positif dan share yang besar seharusnya menawarkan kekuatan industri manufaktur untuk mendongkrak perekonomian nasional. Namun pada kenyataannya, lapangan perjuangan ini justru nampak lesuh dan mengalami kekeroposan.
Tahun 2013-2015 saja, tingkat perembesan tenaga industri manufaktur stagnan sebesar 13%. Padahal, berdasarkan Faisal Basri, industri manufaktur normalnya harus menyerap minimal 25% dari total tenaga kerja yang tersedia. Industri manufaktur yang menjadi referensi impian industrialisasi semakin melemah bahkan pertumbuhannya melambat secara pasti.
Katanya pemerintah sih, industri kreatif rencananya menjadi salah satu "obat" kelesuhan industri manufaktur. Tapi, dalam setahun terakhir, share industri ini terhadap camilan bagus ekonomi nasional hanya sebesar 7,05% saja. Meski dengan komplemen alih-alih menyerap tenaga kerja lebih banyak. Indonesia yang notabene mempunyai pangsa pasar makanan dan mode serta handycraft yang besar nyatanya belum cukup bisa "menutupi" kekurangkuatan prospek industrialisasi di Indonesia.
Hal tersebut memang tak mengherankan. Iklim industri manufaktur yang mengalami perlambatan tumbuh kembang, memang "sepertinya" menjadi pengaruh kekurangseriusan pemerintah. Betapa tidak, dalam RPJM pemerintah ketika ini, proyeksi pertumbuhan dan share industri manufaktur tahun 2017 saja sebesar 21,3%. Sampai tahun 2019, dalam RPJM cuma memproyeksikan naik 0,3% menjadi 21,6%. Secara kasar, melalui RPJM ini pemerintah tampaknya tidak lagi fokus pada pembangunan industri manufaktur "habis-habisan" di Indonesia. Pembangunan negara yang bersumber dari pajak hanya bisa ditopang oleh lapangan perjuangan keuangan. Lapangan perjuangan ini pada 2016 saja bisa menyumbang pajak sebesar 3,2%. Sedangkan industri manufaktur hanya menyumbang pajak nasional sebesar 1,46%.
Kondisi ini juga menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah terhadap industrialisasi Indonesia kian "abu-abu" yang tak gamblang arah dan tujuannya. Tingkat perembesan tenaga kerja yang semakin menurun juga mengakibatkan ajaran tenaga kerja tertuju pada lapangan perjuangan pertanian dan informal. Padahal, lapangan perjuangan ini tak berkaitan eksklusif dengan produktivitas.
Kita amati saja datanya, share lapangan perjuangan pertanian terhadap penerimaan pajak 2016 sebesar 0,12%. Di satu sisi, data BPS 2017 menawarkan bahwa lapangan perjuangan pertanian mempunyai share pada camilan bagus ekonomi kedua terbesar di bawah industri manufaktur, yakni sebesar 13,54%. Anomali begitu "terasa" dari kerja sama data ini. Lapangan perjuangan pertanian yang punya share besar, tetapi ia tak bisa mendongkrak perekonomian alasannya multiplier effectnya yang kecil. Lapangan perjuangan ini seolah pun jadi "pelarian" tenaga kerja yang tereliminir oleh kualifikasi induastri manufaktur.
Jelas-jelas saja, wong 2/3 tenaga kerja Indonesia 2016 merupakan tenaga kerja berijazah Sekolah Menengah Pertama sederajat. Sebaliknya, industri manufaktur Indonesia lebih banyak "Pemberi Harapan Palsu", di ketika informasi industrialisasi kian semerbak, di ketika yang sama dominan tenaga kerja lebih banyak diserap oleh industri berskala mikro, kecil dan menengah. Sedangkan industri berskala besar banyak yang berkarakter padat modal ketimbang padat karya. Ini tentu menjadi buah simalakama perkembangan ekonomi nasional. Begitu gencarnya industrialisasi digaungkan dimana-mana, malah yang terjadi yakni deindustrialisasi dalam beberapa lama. Dulu, sekitar tahun 80an hingga menjelang krisis, "peran" industri manufaktur pernah mencapai 60%.
Lantas, seiring dengan perkembangan zaman, justru menurun dan melambat dengan niscaya mencapai separuhnya, bahkan kini tersisa satu digit saja. Anomali ekonomi macam apa ini? Hehehe...(*) Sumber http://www.ngobrolstatistik.com/
Tuesday, August 22, 2017
√ Deindustrialisasi Kian Memiriskan
✔
aku nyerah kyone
Diterbitkan August 22, 2017