Akulah terang, meski jiwaku padam
Di mana pun aku, di situlah cahayaku menghujam
Menghantam setiap cobaan, meski tampak dihujam godaan
Aku lemah, dalam dan luar, selalu bertarung dengan itikad bosan
Setiap pagi saya bangkit, setiap malam saya mati
Melewati mimpi yang selalu rapi kuukir berapi-api
Tak satu pun lekat di jiwa ini
Tak satu pun tekad menemani emas ini
Aku tak tahu apa itu masa depan
Yang kutahu bagaimana menjadi yang terdepan
Meski teman selalu menguji belakangan
Meski hidup tak lebih dari sekedar ujian
Aku memadam, terperinci tak lagi menjadi milikku
Ketika pasir derita menempel di bantalan kakiku
Ketika desingan sorai menjadi air bagi apiku
Namun ketika itulah saya tahu apa alasanku untuk berjuang demimu
Kata orang bulan itu indah
Sering menjadi pandangan gres ketika mereka gundah
Bagiku bulan itu hanya lambang
Seperti rusaknya pikirku menutup dengan senyum mengembang
Bulan itu tak setia
Ia hadir di ketika matahari berkelana
Ke sisi lain dunia di semesta sana
Terangnya pun tak semurni terangku ketika saya punya
Ada yang lebih gelap daripada gelap itu sendiri
Apa yang dapat kuperbuat kalau kamu masih belum mengerti?
Aku bersuara tanpa henti meski jiwaku tak lagi berapi
Melalui kata hati yang terukir lewat surat virtual ini
Perlahan saya mulai mengerti perjalanan hidup para legenda
Yang kebesarannya pernah menjadi lencana sempurna
Mereka hidup dengan mimpi, yang seumur hidup membuatnya nyata
Aku hidup dengan mimpi, dan tak pernah bangun untuk mewujudnya
Seiring waktu mimpiku membesar
Membuat hidupku perlahan menyesar
Tak lagi kuingat satu tujuan pasti
Mungkin melupa sampai kumati nanti
Sumber https://walterpinem.me