Friday, September 29, 2017

√ Story Of A Friend: I’M A Coward, Yes I Am!

Bintik lentik di segaris mata indahmu


Kupandangi itu dan kamu tetap tersenyum


Senyum tulus


Senyum gembira


Ekspresi kasih yang menempel dalam diri murnimu


Di titik hitamnya saya dapat melihat masa lalumu


Meski tetap kutatap titik itu berharap akulah masa depanmu


Aku memang cemburu, dengan beliau yang terbiasa membelaimu


Dengan beliau yang terbiasa mencicipi belaianmu


Kepadanya tetap kamu titip hatimu


 


Kuperhatikan lekuk wajahmu


Kuperhatikan garis bibirmu


Namun kamu tak melihat ekspresiku


Mungkin belum


Atau mungkin takkan pernah


Dirimu dari virtualnya sangat nyata


Pikiran menumpuk kepalaku ketika kupandang kotak kecil berisi dirimu itu


Meski jauh


Meski saya tahu mimpi jelek akan selalu memeluk setelahnya


Kukabarkan kepada sahabatku


Tentang cantiknya kamu di dunia seberang


Mereka juga kagum


Mereka juga tersenyum, mengikut tulusnya senyummu


Kubagikan impianku bersamamu dengan mereka


Mereka setuju


Mereka mendukung


Bahkan semesta pun ikut mendukung, mestakung!


 


Kuperintah kumpulan atom menyelimuti dirimu dan diriku


Namun konsistensimu menghempaskan semuanya


Pintarnya hatimu menentukan mengabaikan semuanya


Atau mungkin pikiranmulah si bakir itu


Mampu menciptakan hati ini tak kunjung pulih


Mampu menciptakan tulusnya hati ini tetap memilih


Meski kamu belum tahu seberapa nrimo hati ini kusisih


 


Aku gembira bila hanya bertegur sapa


Itu pun kalau kamu mau membalasnya


Tapi keinginan sangat jauh dari fakta


Mimpi sangat berbalik dengan realita


 


Di masa yang kelam sekalipun niscaya ada yang membawa cahaya


Di setiap peristiwa selalu ada yang bergembira


Padang pasir pun selalu menyediakan air untuk pengembara


Tapi, siapa yang membawa cahaya itu?


Orang ibarat apa yang bergembira itu?


Pengembara ibarat apa pengembara itu?


Aku mungkin gila


Tapi dirimulah yang membuatku tergila-gila


 


Akulah si pengecut


Pecundang pun katamu saya tak terkejut


Jauh di sisi terperinci diriku,


Selalu kuberimajinasi akan masa depanku denganmu


Selalu saya memikirkan langkahku untuk mendekat padamu


Tapi ketakutan tampaknya lebih besar dari perasaan


Begitulah mereka selalu menyimpulkan


Gara-gara kamu saya diucap pengecut dan pecundang


Demi perhatianmu saya nyaris dilaknat


Benar mereka berucap, memang


 


Tapi kalau pun bisa


Aku akan tetap menyediakan kawasan di hatiku


Untukmu sebagai kekasihku


Sebagai masa depan dan ibu dari anak-anakku


Cepat atau lambat kamu akan tahu


Setidaknya itulah yakinku selalu


Berdoalah untukku semoga selalu besar lengan berkuasa berjuang demimu


Demi tancapan prasasti di hatiku bertulis namamu


 


“I’m a Coward, Yes I am” – written by Walter Pinem. This is how I describe your feeling to her. Story of a Friend, story of D.S.G.



Sumber https://walterpinem.me