Monday, October 2, 2017

√ Teori Administrasi Klasik Dan Sejarahnya


AsikBelajar.Com | Sejak Revolusi Industri I, dikenal pendekatan Manajemen Ilmiah yang dipelopori oleh Taylor (1856-1915) pada tahun 1901. Kemudian berkembang menjadi pendekatan Teori Organisasi Klasik. Pendekatan Manajemen Ilmiah dan Teori Organisasi Klasik disebut Teori Manajemen Klasik.1. Manajemen Ilmiah

Taylor ialah orang pertama yang menyebarkan manajemen ilmiah. Ia spesialis teknik mesin yang memulai pekerjaannya di pabrik baja Midvale Steel Company Philadelphia (USA) sebagai pekerja biasa selama enam tahun. Setelah enam tahun bekerja ia diangkat menjadi Chief Engineer. Pada tahun 1886, ia meneliti usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja berdasarkan waktu dan gerak (time and motion study). Ia beropini bahwa efisiensi perusahaan rendah lantaran banyak waktu dan gerak-gerak buruh yang tidak produktif. Hasil penelitiannya disajikan di depan Kongres Sarjana Teknik Amerika, kemudian ditulis dalam bukunya yang berjudul, The Principles of Scientific Management. Begitu pentingnya buku tersebut bagi para buruh dan manajer maka pada tahun 1911 diterbitkan oleh sebuah penerbit. Semenjak itu, Taylor terkenal sebagai Bapak Manajemen Ilmiah (the Father of Scientific Management).Dalam aneka macam bukunya, istilah manajemen ilmiah sering diartikan berbeda. Arti pertama, manajemen ilmiah ialah penerapan metode ilmiah dalam studi, analisis, dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Arti kedua, manajemen ilmiah ialah seperangkat mekanisme atau teknik (a bag of tricks) guna meningkatkan efisiensi dan keefektifan organisasi.


Taylor juga telah menuangkan gagasan-gagasannya dalam dua makalah yang berjudul, Shop Management (1903), dan Testimony Before the Special House Committee (1912). Akhirnya, ketiga karyanya yang telah disebutkan di atas dirangkum dalam sebuah buku yang berjudul, Scientific Management.


Taylor telah pula menunjukkan prinsip-prinsip dasar penerapan pendekatan ilmiah dalam manajemen dan menyebarkan teknik-teknik untuk mencapai efisiensi dan keefektifan organisasi. Ia berasumsi bahwa insan harus diperlakukan ibarat mesin. Dalam bekerja, setiap insan harus diawasi oleh supervisor secara efektif dan efisien. Peran supervisor harus diterapkan dengan maksimal. Setiap insan harus berproduksi ibarat mesin dan disuruh bekerja tanpa mengenal waktu dan lelah.


Empat prinsip dasar pedoman manajemen ilmiah Taylor (Hitt, et al. , 1986) ialah ibarat berikut ini:

1. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang harus diuraikan berdasarkan bagian-bagiannya, dan cara ilmiah untuk melaksanakan setiap pecahan dari pekerjaan tersebut perlu ditetapkan sebelumnya.

Para pekerja harus diseleksi dan dilatih secara ilmiah untuk melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.


2. Harus ada kolaborasi yang baik antara manajer dan pekerja sehingga segala kiprah sanggup dilaksanakan sesuai dengan rencana.


3. Harus ada pembagian kerja antara manajer dan para pekerja.


4. Manajer harus menjalankan kegiatan supervisi, menunjukkan perintah, dan merancang apa yang harus dikerjakan, sedangkan para pekerja harus bebas mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka.


Keempat prinsip manajemen ilmiah ini didesain untuk memaksimalkan produktivitas kerja. Mekanisme dan teknik yang dikembangkannya untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut di antaranya: studi gerak dan waktu, pengawasan fungsional, sistem upah per potong diferensial, prinsip pengecualian, kartu instruksi, pembelian dengan spesifikasi, standardisasi pekerjaan, peralatan, dan tenaga kerja.


Kegunaan yang diperoleh dari pengembangan teknik-teknik manajemen ilmiah ini ialah riset operasional, simulasi, dan otomatisasi.


Titik berat dari pedoman Taylor ialah pada peningkatan efisiensi dan keefektifan pekerja tingkat bawah dengan cara meningkatkan produktivitas dan memperbesar bidang produksi. Fungsi manajemen berdasarkan Taylor ialah Planning, Directing, and Organizing of Work yang disingkat PDO.


Gantt (1861-1919) menyebarkan empat prinsip Taylor di atas yang terkenal dengan sebutan prinsip Gantt, yaitu 1) kolaborasi harus saling menguntungkan kedua belah pihak, antara manajemen dengan pekerja, 2) seleksi ilmiah pekerja, 3) sistem bonus untuk merangsang pekerja, dan 4) instruksi-instruksi kerja yang rinci harus digunakan.


Gantt sangat tertarik wacana cara-cara meningkatkan efisiensi dan keefektifan kerja. Untuk itu, ia berusaha meningkatkan sistem kerja organisasi dengan memakai jadwal kerja yang terencana. Kontribusi Gantt yang terkenal dan masih digunakan hingga ketika ini yakni teknik membuat jadwal (time schedulle) dengan memakai diagram batang (bar) mendatar yang kemudian disebut juga Bar Chart atau Gantt Chart. Gantt chart sangat sederhana sehingga gampang dibentuk dan banyak digunakan orang untuk membuat jadwal.


Gilberth (1868-1924) dan istrinya (1878-1972) yang menangani Biro Konsultasi Manajemen merupakan kontributor kedua dalam pendekatan manajemen klasik. Frank Gilberth yakni seorang penggerak pengembangan studi gerak dan waktu yang telah membuat aneka macam teknik manajemen yang diilhami Taylor. Untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan kerja, mereka mempunyai konsep yang sangat populer, yaitu The one best way (satu cara yang terbaik).


Dari penelitiannya, mereka menemukan bahwa dalam teknik memasang kerikil bata dengan 17 gerakan, gerakannya sanggup dikurangi sebesar 70% sehingga hasil kerja sanggup meningkat tiga kali lipat, yaitu dari kecepatan 120 bata per jam menjadi 350 bata per jam. Ia mempunyai 12 orang anak. Dua orang di antaranya menulis buku terlaris pada ketika itu dengan judul, Cheaper by the Dozen. Buku tersebut menggambarkan gagasan Gilberth untuk mencoba menerapkan teknik manajemen ilmiah dalam keluarga. Kedua belas anaknya yakin bahwa teknik manajemen ilmiah yang ditulis tersebut yakni teknik manajemen yang terbaik.


Istrinya Gilberth, lebih tertarik pada aspek-aspek insan dalam kerja ibarat seleksi, penempatan dan training personalia. Ia mengemukakan pendapatnya dalam buku The Psychology of Management. Menurut Gilberth, manajemen ilmiah mempunyai tujuan akhir, yaitu membantu para karyawan dalam mewujudkan seluruh potensinya sebagai makhluk hidup.


Emerson (1853-1931) terkenal dengan sebutan e17iciency engineering sebagai tipe konsultasinya. Ia melihat penyakit sistem industri yakni pemborosan. Ia yakin bahwa hancurnya pabrik bukan disebabkan tanah, pekerja, dan modal, tetapi lantaran miskinnya ide-ide untuk berkembang. Akhirnya, ia menemukan 12 prinsip efisiensi yang sangat terkenal di zamannya. Ke-12 prinsip efisiensi itu ialah 1) tujuan dirumuskan dengan jelas, 2) kegiatan yang dilakukan masuk akal, 3) dikerjakan oleh orang yang benar-benar kompeten, 4) disiplin, 5) adil, 6) laporan yang reliabel, mutakhir, dan valid, 7) proteksi perintah, 8) standar-standar dan penjadwalan, 9) kondisi yang mempunyai standar, 10) operasi yang mempunyai standar, 11) isyarat mudah tertulis yang mempunyai standar, dan 12) ganjaran akhir efisiensi.


>Keterbatasan Manajemen Ilmiah dan Sumbangannya


Metode manajemen klasik banyak diterapkan dalam aneka macam kegiatan organisasi untuk meningkatkan produktivitas kerja. Studi gerak dan waktu,. prinsip efisiensi, seleksi pekerja secara ilmiah, perlunya pendidikan dan training ternyata bisa meningkatkan produktivitas kerja.


Kritik yang sangat keras dari para hebat sikap yang mengecam penganut Taylor menyatakan bahwa Taylor dan penganutnya telah memperlakukan para pekerja secara tidak manusiawi. Taylor dan pengikutnya menganggap insan sebagai faktor produksi yang sanggup dimanipulasi dengan insentif ekonomi. Upah, dibayar berdasarkan hasil yang dikerjakan. Untuk mengejar upah yang banyak, para pekerja bekerja keras hingga melupakan anak dan istrinya di rumah. Akibatnya, terjadilah kenakalan anak dan keretakan keluarga. Untuk mengatasi kelemahan pendekatan manajemen klasik tersebut, muncul pedoman para hebat berikutnya dengan pendekatan gres yang disebut pendekatan teori organisasi klasik.


2. Teori Organisasi Klasik


Teori organisasi klasik berdasarkan Lunenburg & Ornstein (2000) dibedakan atas dua perspektif manajemen, yaitu manajemen ilmiah dan manajemen administratif. Teori organisasi klasik disebut juga teori manajemen (Gray, 1990: 52) atau teori manajemen administratif. Salah seorang tokohnya berjulukan Fayol (1841-1925). Fayol terkenal sebagai Bapak Teori Ilmiah.


Fayol dilahirkan spesialis pertambangan dan berasal dari keluarga aristokratis di Prancis pada tahun 1841. Ia menjadi manajer utama di pabrik tambang dan metalurgi yang sangat terkenal di Eropa. Fayol yakin bahwa kesuksesannya merupakan keterampilan menyebarkan pengalaman dan introspeksi. Ia mengemukakan teori dan teknik manajemen untuk mengelola organisasi yang kompleks dalam bukunya yang terkenal dengan judul, Administration Industrielle et Generale (1916). Lima tahun sehabis menulis buku, ia meninggal dunia. Buku tersebut selanjutnya diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul General and Industrial Management. Fayol membagi operasi perusahaan menjadi enam kegiatan, yaitu 1) teknik, produksi dan manufacturing produk; 2) komersial, pembelian materi baku dan penjualan produk; 3) keuangan, perolehan dan penggunaan modal; 4) keamanan, proteksi karyawan dan kekayaan; 5) akuntansi, pelaporan dan neraca keuangan, pencatatan laba, serta pencatatan statistik; 6) manajerial dan teknik-teknik kepemimpinan. Selain itu, Fayol juga mengetengahkan empat belas prinsip manajemen yang sangat terkenal, ibarat pada Tabel 2.1 berikut.



 dikenal pendekatan Manajemen Ilmiah yang dipelopori oleh Taylor  √ Teori Manajemen Klasik dan Sejarahnya

14 Prinsip Manajemen Fayol




Menurut Fayol, ada lima fungsi manajemen, yaitu Planning, Commanding, Coordinating, and Controlling yang disingkat PCCC. Gulick (1892) yakni seorang yang berpengalaman di bidang industri dan pemerintahan. Ia memperbaiki 14 prinsip manajemen Fayol di atas dan kemudian menuliskannya dalam buku Papers on the Science pada tahun 1937. Fungsi-fungsi manajemen berdasarkan Gullick, yaitu Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, and Budgeting dengan abreviasi POSDCoRB. (Gullick & Urwick, 1937). Gulick telah menyumbangkan pedoman yang penting dalam manajemen yang terkenal dengan teori departementasinya untuk melaksanakan pengorganisasian.


Urwick (1891-1983) yakni seorang konsultan manajemen. Ia yakni salah satu murid Fayol yang sangat rajin, yang kemudian menulis buku yang komprehensif wacana pengetahuan manajemen dengan judul, The Element of Administration. Dalam buku tersebut, ia mengumpulkan dan menggabungkan pendapat para hebat ibarat Taylor, Fayol, dan seterusnya. Oleh lantaran itu, ia bukanlah seorang inovator administrasi, tetapi seorang kolektor pendapat wacana administrasi.


Sheldon (1894-1951) yakni seorang direktur Inggris pada tahun 1900an. Ia memandang manajemen melebihi pendapat Fayol dan menyarankan biar manajemen hendaknya memerhatikan dimensi teknik dan etika. Filosofis manajemennya menyatakan bahwa untuk mencapai efisiensi teknik yang tinggi, maka yang harus diperhatikan yakni tanggung jawab sosial yang tinggi pula.


Mooney ialah seorang direktur General Motors. Dalam bukunya, The Principles of Organization (1947), ia mendefinisikan organisasi sebagai kelompok dua orang atau lebih yang bergabung untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk merancang organisasi perlu memerhatikan empat prinsip, yaitu 1) koordinasi, syarat adanya koordinasi mencakup wewenang, saling melayani, keyakinan (perumusan tujuan), dan disiplin; 2) skalar, proses skalar mempunyai prinsip, prospek, dan dampak sendiri yang tercermin dari kepemimpinan, delegasi, dan definisi fungsional; 3) fungsional, adanya fungsionalisme majemuk kiprah yang berbeda; 4) prinsip staf, kejelasan perbedaan antara staf dan line. Kontribusi utama Mooney bagi manajemen ialah prinsip staf yang diterapkan di Gereja Katolik. Kesatuan keyakinan yang diaplikasikan dalam organisasi militer menegaskan pentingnya mengomunikasikan target dan planning kepada bawahan.


Perkembangan teori manajemen berikutnya dipengaruhi oleh Max Weber (1864-1920) seorang Jerman peletak dasar sosiologi modern di Jerman yang kemudian terkenal sebagai Bapak Birokrasi. Teori birokrasi yang dihasilkan olehnya muncul sekitar Perang Dunia I di mana sering terjadi kontradiksi antarburuh.


Istilah birokrasi berasal dari bahasa Prancis, bureau, yang berarti meja. Pengertian meja ini berkembang menjadi kekuasaan yang diwenangkan di meja-meja kantor. Jika kita memakai Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), birokrasi mempunyai dua pengertian, yaitu 1) sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah dikarenakan telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan, dan 2) cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, dan berdasarkan tata aturan (adat dan lainnya) yang berliku-liku.


Birokrat ialah 1) pegawai yang bertindak melaksanakan birokrasi yang dibayar pemerintah, dan 2) seorang anggota birokrasi. Birokratis ialah bersifat birokrasi, sedangkan birokratisasi ialah proses menuju birokrasi. Birokratisme ialah paham birokrasi yang menghambat roda pemerintahan atau birokrasi yang tidak fungsional. Usaha untuk mencegah pelaksanaan birokrasi yang berlebihan disebut debirokratisasi. Debirokratisasi berarti penataan kembali prasarana dan sarana organisasi. Debirokratisasi juga dimaksudkan biar tujuan deregulasi tercapai sehingga kegiatan pembangunan meningkat. Oleh alasannya itu, deregulasi biasanya diikuti debirokratisasi.


Deregulasi berarti melonggarkan peranan pemerintah dan memacu partisipasi masyarakat di aneka macam sektor pembangunan. Walaupun demikian, deregulasi bukanlah liberalisasi sistem ekonomi.


Praktik Birokrasi


Regulasi dan birokrasi sanggup berkembang secara berlebihan lantaran 1) lemahnya kontrol; 2) ambisi berlebihan untuk menambah pemasukan daerah; 3) adanya unjuk kekuasaan pejabat bahwa dirinya harus dianggap penting sehingga segala Sesuatunya harus melalui persetujuannya; 4) memang dikondisikan untuk membuka peluang pungutan liar, kolusi, dan korupsi. Birokrasi berdasarkan Weber merupakan ciri dari teladan organisasi yang strukturnya dibentuk sedemikian rupa sehingga bisa memanfaatkan tenaga hebat secara maksimal. Organisasi harus diatur secara rasional, impersonal, dan bebas dari sikap prasangka.


Birokrasi Weber mempunyai enam pokok berikut:

1. Dalam organisasi ada pembagian kiprah dan spesialisasi. Setiap individu dalam organisasi mempunyai wewenang yang diatur oleh peraturan, kebijakan, dan ketetapan hukum.

2. Hubungan dalam organisasi bersifat impersonal.

3. Dalam organisasi ada hierarki wewenang, di mana yang rendah pat, kepada perintah yang lebih tinggi.

4. Administrasi selalu dilaksanakan dengan dokumen tertulis.

5. Orientasi pengembangan pegawai yakni pengembangan karier yang berarti keahlian merupakan kriteria utama diterima atau ditolaknya seseorang sebagai anggota organisasi dan berlaku pula untuk mempromosikannya.

6. Untuk mendapatkan efisiensi maksimal, setiap tindakan yang diambil harus selalu dikaitkan dengan besarnya sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi.


Weber selanjutnya membandingkan organisasi ke dalam dua tipe, yaitu 1) organisasi karismatik, organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang mempunyai dampak eksklusif yang sangat besar bagi anggotanya, dan 2) organisasi tradisional, organisasi yang pemimpinnya diangkat berdasarkan warisan.


Dalam pengambilan keputusan, Weber beropini bahwa keputusan yang diambil harus menghindari penggunaan emosi dan perasaan suka atau tidak, suka. Birokrasi yakni perjuangan untuk menghilangkan tradisi organisasi yang membuat keputusan secara emosional atau berdasarkan ikatan kekeluargaani yang sanggup mengakibatkan organisasi tersebut tidak efisien dan tidak sehat.


Tipe birokrasi Weber bekerjsama tidaklah mempunyai konotasi mekanisme yang berbelit-belit, penundaan pekerjaan dan ketidakefisienan (red tape) ibarat yang terjadi sekarang. Weber juga mengingatkan bahwa birokrasi sanggup menjadi 3 tidak fungsional kalau setiap orang terjebak dalam spesialisasinya masing-masing tanpa mau bekerja sama dengan spesialisasi lainnya dalam organisasi yang sarna. Spesialisasi justru mengkotak-kotakkan insan tanpa jalur komunikasi yang jelas. Birokrasi tidak efisien kalau pertumbuhan karier memaksa orang untuk mengejar karier dengan melupakan kiprah utamanya di dalam organisasi.


Birokrasi berdasarkan Weber ialah organisasi yang sangat rasional, dingin, dan terkontrol. Inilah sesungguhnya organisasi terbaik yang pernah dibentuk insan lantaran Weber pun menjamin bahwa dengan organisasi birokrasi yang tertata baik, semua fungsi akan sanggup berjalan lancar termasuk fungsi kontrol. Namun, agaknya Weber berbicara dalam konteks organisasi birokrasi kecil atau organisasi yang ideal. Sebab, ketika birokrasi ini membesar dan semakin membesar, ia tak bisa lagi terkontrol dengan baik bahkan oleh dirinya sendiri. Akibatnya, terjadilah birokrasi dalam streotype-nya yang terkenal dengan istilah konservatif, lamban, prostatusquo, tidak efisien, bertele-tele, dan selalu ingin tujuannya tercapai dengan segala cara, kolusi, korupsi, dan nepotisme.


Ketika birokrasi itu makin besar dan terus membesar, ia telah berubah menjadi bagaikan jari-jemari gurita birokrasi yang angker dan menjalar ke mana-mana. Ia semakin sulit dikontrol, dan sepenuhnya berjalan di atas logikanya sendiri.


Momok birokrasi ibarat itulah yang pernah terbentuk di negara kita. Oleh alasannya itu, sungguh tidak mengejutkan kalau para investor Asing mengeluh wacana salah satu kendala perjuangan mereka yakni buruknya kinerja birokrasi di Indonesia. Buruknya kinerja birokrasi merupakan eufisme untuk kata korupsi, kolusi, pungli, berbelit-belit, dan lamban. Akar dari semua ini yakni terlalu besarnya kiprah birokrasi. Birokrasi kita terlanjur diberi kesempatan menguasai segalanya, melalui birokrasilah perizinan diberikan, dan melalui birokrasi pula hidup atau matinya suatu perusahaan ditentukan.


Birokrasi dalam wujud ibarat ini berdasarkan Weber bagaikan sebuah kandang besi yang mengurung dan menjerat siapa saja yang ada di dalamnya. Perlukah memperketat kontrol? Jawabnya, kita sudah melaksanakan hal itu, bahkan kita berkali-kali menggebrak birokrasi dengan debirokratisasi biar pintu kandang besi terbuka. Namun, dalam kenyataannya, karenanya belum terlalu tampak. Jerat gurita birokrasi itu ternyata sudah berubah menjadi menjadi bulat setan, diperparah pula ketidakkonsistenan kita sendiri dalam menegakkan kontrol dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bagi Weber, birokrasi dengan cirinya yang sangat rasional, dingin, dan terkontrol merupakan organisasi terbaik yang telah dibentuk manusia. Akan tetapi kenyataannya, birokrasi kita yakni birokrasi yang sangat tradisional, birokrasi kita masih sarat dengan budaya pakewuh, sungkan, serba takut, dan “taat asas” sehingga birokrasi kita berubah menjadi raksasa yang sangat lamban dan lebih suka menggemukkan dirinya sendiri. Dengan wujud birokrasi ibarat itu, sang raksasa yang terlajur besar akan sukar mengontrol dirinya sendiri.


Kelebihan birokrasi Weber antara lain 1) cocok dengan budaya kita yang paternalistik; 2) sanggup menstabilkan kesatuan dan persatuan bangsa; 3) ketepatan, kejelasan, kontinuitas, keseragaman memudahkan kontrol dan kepatuhan pegawai. Namun, di balik kelebihan tersebut terdapat pula kritik terhadap birokrasi Weber.


Kritik terhadap teori birokrasi antara lain 1) merangsang berpikir mengutamakan konformitas, 2) merupakan rutinitas yang membosankan, 3) ide-ide inovatif tidak hingga kepada pengambil keputusan lantaran panjangnya jalur komunikasi, dan 4) tidak memperhitungkan organisasi nonformal yang seringkali lebih besar lengan berkuasa kepada organisasi formal.


Keterbatasan Teori Organisasi Klasik dan Sumbangannya


Seperti halnya dengan pendekatan manajemen ilmiah, pendekatan teori organisasi klasik pun tidak luput dari kritikan. Kritik terhadap teori birokrasi antara lain 1) merangsang berpikir yang mengutamakan konformitas dan formalitas; 2) merupakan rutinitas yang membosankan; 3) ide-ide inovatif tidak hingga kepada pengambil keputusan lantaran panjangnya jalur komunikasi; 4) tidak memperhitungkan organisasi nonformal yang seringkali lebih besar lengan berkuasa kepada organisasi formal; 5) dijalankan secara berlebihan sehingga terjadi over-bureaucratizalion; 6) kecenderungan menjadi parkinsonian, yaitu terlalu banyak aturan yang berbelit-belit (simpul-simpul birokrasi) yang diatur oleh orang orang yang menimbulkan simpul-simpul birokrasi untuk menyelewengkan wewenang, dan 7) kecenderungan menjadi orwelian, yaitu harapan birokrasi mencampuri (turut melaksanakan) bukan mengendalikan urusan.


Teori-teori organisasi klasik hanya cocok untuk zamannya yang ketika itu organisasi relatif stabil dan lingkungan sanggup diramalkan. Teorinya sangat abnormal dan sukar diterapkan untuk pengambilan keputusan. Selain itu, saling bertentangan dengan unsur lainnya, contohnya prinsip pembagian kiprah bertentangan dengan adanya prinsip satu komando. Meskipun teori organisasi klasik menerima kritikan, tetapi masih digunakan oleh sebagian orang dalam berorganisasi. Hal tersebut juga menjadi dasar bagi perkembangan teori-teori berikutnya.


Teori-teori transisi dari manajemen klasik menuju ke pendekatan korelasi manusiawi cenderung berorientasi kepada insan dimulai oleh Follett dan Barnard.


Follett (1868-1933) yakni seorang filsuf dan pekerja sosial yang pertama kali menerapkan psikologi sosial pada perusahaan dan instansi pemerintah. Ia menulis wacana pentingnya kolaborasi atasan dengan bawahan, kreativitas, koordinasi, dan pemecahan konflik. Follett percaya bahwa konflik sanggup dibentuk konstruktif dengan memakai proses integrasi, yaitu setiap orang yang berkonflik duduk berunding di satu meja untuk tolong-menolong mencari jalan pemecahan bersama atas perbedaan-perbedaan di antara mereka dengan prinsip menang-menang atau saling menguntungkan.


Esensi dari teori Follett ialah korelasi kerja yang baik tercipta dari kebersamaan orang-orang bukan di bawah perintah seseorang. Idenya ialah mengganti power over dengan power with dan menekankan pentingnya pengendalian diri sendiri daripada pengendalian oleh orang lain (supervisor). Pendapat Follett yang terkenal yakni manajemen, yaitu bekerja melalui orang lain.


Barnard (1886-1961) ialah presiden perusahaan Bell Telephone di New Jersey. Ia menulis majemuk subjek manajemen dalam bukunya, The Functions of the Executive (1938). Ia memandang organisasi sebagai sistem kegiatan yang mengarah pada tujuan. Fungsi manajemen menurutnya yakni perumusan tujuan dan pengadaan sumber daya untuk mencapai tujuan. Ia juga menekankan pentingnya komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi. Teori yang dikemukakannya disebut Teori Penerimaan Wewenang.


Esensi dari Teori Penerimaan Wewenang ialah bawahan akan mendapatkan perintah apabila mereka memahami serta mampu, dan mau melaksanakan perintah atasannya. Barnard juga dikenal sebagai penggerak pendekatan sistem. Kontribusi utama Barnard bagi manajemen ialah pendapatnya wacana kiprah para manajer, yaitu membina sistem kolaborasi dalam organisasi formal. Ia juga mengajukan pendekatan sistem sosial yang komprehensif untuk manajemen.


Simon (1916-?) menyebarkan pendapat Barnard dan Follett dengan pendapatnya yang menyatakan bahwa organisasi merupakan alat utama untuk pengambilan keputusan secara terstruktur, dan ia membantah bahwa individu tidak sanggup membuat keputusan secara rasional. Untuk mengatasinya, maka keputusan harus dibentuk di dalam suatu wadah yang disebut organisasi. Di dalam organisasi terdapat struktur, kebijakan, prosedur, kanal komunikasi, dan kegiatan pelatihan.


Sumber:

Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal.25-35.


Keyword terkait:

administrasi pendidikan dalam profesi keguruan, manajemen pendidikan berdasarkan para ahli, manajemen pendidikan dan manajemen pendidikan.




Sumber https://www.asikbelajar.com