Wednesday, January 17, 2018

√ Peranan Pengawas Dalam Pengembangan Kerjasama Eksternal



Peranan Pengawas dalam Pengembangan Kerjasama Eksternal – AsikBelajar.Com.  Dari waktu ke waktu duduk perkara korelasi antara sekolah daengan masyarakat semakin menuntut perhatian. Sejalan dengan tingkat pendidikan, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat maka apresiasi dan aspirasi mereka terhadap forum pendidikan juga semakin meningkat. Aspek yang paling banyak menerima sorotan tentu saja yakni mutu pendidikan, di samping transparansi pengelolaan.


Banyak definisi perihal korelasi masyarakat. Awalnya korelasi masyarakat dikemukakan kali pertama oleh Thomas Jefferson tahun 1807 yang saat itu dimaknai sebagai Public Relation.


Ibnoe Syamsi dalam Suryosubroto (2004: 155) mendefinisikan humas sebagai kegiatan organisasi untuk membuat korelasi yang serasi dengan masyarakat biar mereka mendukungnya dengan sadar dan sukarela. Kegiatan kehumasan yakni melaksanakan publisitas perihal kegiatan organisasi kerja (sekolah) yang patut diketahui oleh pihak luar secara luas. Bentuknya yakni menyebarluaskan gosip dan menawarkan penerangan-penerangan untuk membuat pemahaman yang sebaik-baiknya di kalangan masyarakat luas mengenai tugas-tugas dan fungsi yang diemban sekolah tersebut, termasuk mengenai kegiatan yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan menurut volume dan beban kerjanya.


Menurut Suryosubroto (2004; 157), hasil kerja dari kehumasan yang efektif apabila ada saling pengertian antara sekolah dengan pihak masyarakat. Adanya kesediaan untuk untuk membantu alasannya yakni mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing, dan tumbuhnya rasa ikut bertanggung jawab dari masyarakat terhadap kemajuan sekolah.


Sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional, di mana eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah ditegaskan eksistensi serta kiprah dan fungsinya, maka korelasi sekolah dengan masyarakat semakin perlu dikelola dengan sungguh-sungguh. Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bawa lemabaga ini mempunyai kiprah menawarkan pertimbangan, kode dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Implikasinya, masyara- kat berkepentingan terhadap gosip dari sekolah biar mereka sanggup menawarkan pertimbangan, arahan, dan dukungan terhadap sekolah. Sebaliknya, sekolah harus semakin terbuka terhadap masyarakat dan menjalin korelasi dengan lebih intensif.


Pengawas yang mempunyai fungsi supervisi dan perbantuan (enabling) kepada sekolah dituntut untuk sanggup membina kerjasama sekolah dengan pihak-pihak lain yang terkait. Di bawah ini akan diajukan sejumlah alternatif dalam membina kerjasama sekolah dengan pihak eksternal dalam kepen-tingan pemberdayaan sekolah:



  1. Mendorong sekolah untuk melaksanakan obrolan dengan komite sekolah dan masyarakat. Di dalam dialog, sekolah memberikan konsep dan seni administrasi peningkatan mutu pendidikan dengan banyak sekali langkah taktisnya. Sementara itu pihak komite sekolah turut memikirkan dan memberi masukan terhadap jadwal yang akan dilaksanakan oleh sekolah. Pengawas sanggup berperan untuk memperlancar jadwal peningkatan mutu sekolah dengan jaringan yang dimilikinya, ibarat dengan kepala dinas pendidikan, kepala kantor cabang dinas kecamatan, dunia industri dan du- nia usaha, perpustakaan daerah, musium, dan lain-lain. Dalam posisi ini, pengawas tidak hanya memantau korelasi sekolah dengan masyarakat dalam arti pasif tetapi juga menawarkan pertolongan dalam menjalin korelasi tersebut.

  2. Membantu sekolah dalam perekayasaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) melalui organisasi Jaringan Kurikulum baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Perekayasaan KTSP tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan penyusunan naskah KTSP, penyusunan jadwal mata pelajaran, pengumpulan silabus dan RPP, atau aspek teknis lainnya tetapi di dalamnya menyangkut mengembangan visi dan misi sekolah secara utuh dan aktif. Pengawas berperan membantu sekolah saat melaksanakan korelasi dengan pihak lain untuk mencari tempat kerja praktek (bagi SMK) dan melaksanakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak luar dengan banyak sekali tujuan.

  3. Membantu sekolah menjalin korelasi dengan organisasi profesi dan keilmuan, ibarat menjalin korelasi dengan Perguruan Tinggi, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Geograf Indonesia, Masyarakat Sejarah Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, dan lain-lain. Bahkan menjalin korelasi kelembagaan secara internasional yang kemudian kita kenal dengan gagasan Sekolah Koalisi. Tujuan kerjasama tersebut diarahkan biar forum profesi sanggup menawarkan peluang bagi siswa untuk melaksanakan interaksi dan menjadi sumber informasi.

  4. Membantu sekolah menjalin kelembagaan antar jenjang sekolah pada kawasan binaannya. Artinya, sekolah sanggup melaksanakan tukar gosip perihal kondisi dan kebijakan sekolah masing-masing. Bagi tingkat TK/RA menjalin korelasi kelembagaan dengan sejumlah SD/MI. Tingkat SD/MI menjalin korelasi dengan sejumlah SMP/MTs. Tingkat SMP/MTs sanggup menjalin korelasi kerjasama dengan sejumlah SMA/MA. Manfaat kerjasama antara lain untuk memudahkan dalam menyalurkan minat anak didik yang ingin melanjutkan sekolah di tempat tersebut.

  5. Membantu sekolah dalam peningkatan proses pembelajaran muatan lokal antar sekolah yang dibinanya. Pengawas tidak hanya bertindak melaksa- nakan monitoring, tetapi juga meningkatkan akselerasi peningkatan mutu khususnya kurikulum muatan lokal. Karena itu, dibutuhkan kerjasama antarpengawas se Kabupaten/Kota dalam menyukseskan kurikulum muat- an lokal. 

  6. Membantu sekolah dalam melaksanakan kegiatan bersama ibarat pameran, Pekan Olah Raga  dan Seni (PORSENI) antarsekolah, lomba cerdas cermat, pertukaran pelajar, latihan kepemimpinan antar OSIS, tryout dan pembinaan penerima olimpiade, dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut yakni instrumen dalam menjalin kerjasama dengan pihak luar terutama para stakeholder terkait biar mereka merasa ikut terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan di daerahnya.

  7. Membantu sekolah dalam menyelenggarakan promosi guru berprestasi, siswa berprestasi, dan aspek akademik lainnya.

  8. Membantu sekolah dalam mencari sumber dana training dan penelitian bagi guru-guru ibarat untuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkolaborasi dengan Perguruan Tinggi, pembinaan MGMP dan KKG, atau penyampaian gosip perihal dana hibah lainnya. 

  9. Membantu sekolah dalam menjalin korelasi dengan dunia perjuangan jikalau sekolah berencana melaksanakan pengembangan perjuangan koperasi sekolah, peningkatan kesejahteraan guru, dan perjuangan lainnya yang relevan.


Dari sekian gagasan pemberdayaan sekolah di atas mungkin saja ada yang melebihi dari kiprah dan kewenangan pengawas. Di sinilah pentingnya pengetahuan pengawas perihal peluang dalam memperluas wewenang. Dengan maksud yang baik, pengawas akan lebih akrab dengan sekolah baik dengan kepala sekolah maupun guru. Pengawas menjadi kawan kerja sekolah dan dengan demikian akan menghapus citra yang kurang baik perihal pengawas sekolah.


Apakah dengan kemauan yang besar dari pengawas sebagaimana yang telah digambarkan di atas, kinerja sekolah akan meningkat?. Jawaban- nya belum tentu, alasannya yakni kemampuan sekolah sangat berbeda-beda. Untuk membuat sekolah yang dinamis sebagaimana yang diharapkan, pengawas melaksanakan langkah sebagai berikut:



  1. Niatkan untuk ”mengkader” kepala sekolah sebagai pionir pemberdayaan di sekolahnya. Artinya, perlu mengajak kepala sekolah untuk memahami visi sekolahnya dan merencanakan terobosan dalam pemberdayaan seko lah.

  2. Langkah kedua, ”mendidik” sekolah dengan membuat kegiatan bersama di lingkungan sekolah-sekolah binaan pengawas tanpa harus menunggu waktu yang disediakan oleh sekolah. Bersamaan dengan itu, pengawas membuat situasi dan atau ”merekayasa” guna mendorong pihak sekolah perlu melaksanakan kerjasama dengan pihak tertentu dalam membuatkan sekolah. 

  3. Langkah ketiga, secara terpola pengawas mengungkapkan laporan kemajuan sekolah di depan guru dan siswa dalam upacara bendera dan atau pada kesempatan lain. Dalam pertemuan, pengawas mengemukakan pandangan dan pendapat sendiri dengan lugas dan jujur.

  4. Langkah keempat,   membuat kegairahan dan semangat akan jadwal pemberdayaan sekolah. Jika pengawas tampak setengah-setengah atau tidak bersemangat terhadap proses pemberdayaan, jangan harap orang lain akan bergairah.

  5. Langkah kelima yakni memperlengkapi, artinya memberi sedikit jami-nan terhadap sesuatu yang masih menjadi keraguan pihak sekolah. Penga-was hendaknya memposisikan diri sebagai bab dari tim sekolah sehingga ikut bertanggung jawab dalam suatu kegiatan.   

  6. Langkah keenam yakni menilai, didalamnya tentu ada unsur memantau    yang dilakukan secara terus menerus. Pengawas menawarkan evaluasi terhadap pihak sekolah dan sebaliknya pengawas meminta pihak sekolah ibarat dari kepala sekolah, guru, komite sekolah, bahkan siswa untuk menilai perkembangan selama kepemimpinannya dalam pengawasan.


Dari langkah-langkah di atas, kegiatan yang paling utama dan memi- liki dampak kebijakan secara pribadi yakni dari langkah pertama dan kedua yaitu mengkader kepala sekolah dan langkah ”mendidik” sekolah. Langkah selanjutnya akan mengikuti seiring dengan perkembangan kondisi tahap kedua.


Untuk membuat kegiatan bersama, pengawas perlu melaksanakan koordinasi dengan dinas pendidikan dan pembentukan tim panitia dari perwakilan masing-masing sekolah. Dalam penciptaan kegiatan bersama, panitia harus memperhitungkan dampak penetesan (trickling down effect) terhadap kegiatan lainnya.


Misalnya untuk memacu penguasaan kompetensi mata pelajaran, tim panitia lebih baik menyelenggarakan kegiatan cerdas cermat daripada lomba pidato, kecuali untuk membina kemampuan berbahasa lebih baik kegiatan lomba pidato daripada cerdas cermat.


Pemilihan kegiatan bersama sanggup dirumuskan oleh tim panitia sesudah meminta pandangan dari tim pengembang KTSP tiap sekolah, kepala sekolah, dan komite sekolah. Pengawas mencoba membuka jalan dan menghilangkan rintangan-rintangan yang mungkin menghambat terlaksananya kegiatan tersebut. Berikut yakni alternatif langkah membangun kerjasama antar sekolah dalam sebuah kegiatan:



Peranan Pengawas dalam Pengembangan Kerjasama Eksternal  √ Peranan Pengawas dalam Pengembangan Kerjasama Eksternal


”Rekayasa” kedua yakni mempertemukan sekolah dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan pengembangan kurikulum. Dalam planning jadwal kerja tahunan, khususnya pada satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mungkin membutuhkan tempat praktek kerja dan atau lokasi kunjungan sekolah-sekolah. Atas alasan itu, sekolah sanggup diminta oleh pengawas untuk melaksanakan MoU dengan pihak industri untuk mendukung pelaksanaan kurikulum dengan baik. Berikut yakni pola ”rekayasa” pertemuan sekolah dengan pihak eksternal sekolah ibarat industri, musium, swasta, instansi pemerintah, dan lain-lain:



Peranan Pengawas dalam Pengembangan Kerjasama Eksternal  √ Peranan Pengawas dalam Pengembangan Kerjasama Eksternal

Bagan di atas sanggup diterangkan sebagai berikut. Pada awalnya pengawas melaksanakan pemahaman terhadap KTSP yang dikembangkan oleh pihak sekolah. Setelah itu, ia menggali planning implementasi dari pengem-bangan kurikulum yang terkait dengan pihak eksternal. Jika sekolah telah mempunyai kemampuan dalam menjalin korelasi dengan pihak eksternal sekolah, kiprah pengawas berusaha menghilangkan rintangan yang mungkin akan dijumpai. Tetapi jikalau ternyata apa yang direncanakan oleh pihak sekolah masih kurang memadai maka pengawas sanggup berperan sebagai fasilitator yaitu membantu sekolah mempersiapkan MoU dengan pihak-pihak eksternal.


Ada kalanya dalam melaksanakan MoU, pihak sekolah masih merasa ragu, takut salah, dan membutuhkan penguatan dari pengawas. Sebaliknya, pengawas juga terkadang merasa khawatir terhadap penemuan yang lahir dari sekolah. Jika menghadapi kondisi demikian, disarankan untuk kembali pada langkah awal yaitu pemberdayaan diri sendiri terlebih dahulu. Karena barangali kita semua masih tidak memahami kewenangan masing-masing dan tidak mengetahui sejauh mana kewenangan kita sanggup diperluas.



Sumber https://www.asikbelajar.com