Ketika mendengar kata pendaki gunung, imaji yang menempel di pikiran aku waktu itu yaitu sosok seorang cowok perkasa yang menenteng tas keril sebesar lemari es dengan gagahnya.
Bagi seorang pemula, membayangkan mendaki gunung yang tinggi dengan segala rintangannya saja sudah berat, apalagi ditambah harus membawa tas beserta logistik yang puluhan kilo beratnya.
Sungguh melelahkan.
Setelah beberapa usang menggeluti dunia pendakian, barulah aku menyadari betapa beragamnya musim dan gaya pendakian yang ada.
Saya mulai bersinggungan dengan gaya pendakian yang dinamakan ultra-light hiking.
Teknik ini mengajarkan para pendaki untuk bakir menyeleksi dan menyiasati item-item yang akan dibawanya selama mendaki guna mengurangi beban pendakian.
Mempraktekkan ultra-light hiking, aku jadi tak perlu lagi membawa beban yang berat ketika mendaki sehingga lebih banyak tenaga yang disimpan untuk menikmati keindahan alam.
Berikut item yang sanggup kau siasati semoga pendakianmu terasa ringan sesuai prinsip yang dianut belum dewasa ultra-light hiking.
1. Memilih shelter yang ringan namun kokoh
Seorang sobat pendaki senior pernah berkata, ‘Pendaki ke gunung kok nggak bawa tenda, itu layaknya keong yang jalan-jalan tapi nggak bawa cangkangnya.’
Saya ingat betul dulu ketika awal-awal mengenal acara pendakian hampir tidak pernah membawa tenda alasannya yaitu kami selalu tek-tok (naik hingga puncak eksklusif turun lagi).
Jadilah ketika ada hujan atau topan yang tiba tiba-tiba, aku setim dibentuk kelimpungan.
Di sinilah aku mencicipi betapa pentingnya shelter atau tempat berlindung bagi para pendaki.
Meski fungsinya sangat penting, berat sebuah tenda full set juga tidak ringan. Cukup sering aku mendengar keluhan para pendaki yang menjadi porter dadakan alasannya yaitu kebagian bawa tenda kelompok.
Jadi untuk menyiasati beratnya bobot tenda, aku menentukan tenda yang punya spesifikasi khusus. Pilihan aku jatuh pada produk tenda asal Tiongkok, Langya 2/3P Ultralight Tent.
Harga tenda ini cukup ramah di kantong daripada tenda UL buatan produsen outdoor asal Amerika atau Eropa. Selain itu rangkanya sudah terbuat dari materi alumunium alloy bukan fiber ibarat kebanyakan sehingga beratnya pun jauh lebih ringan, hanya kurang dari 2 kg.
Untuk itu aku sarankan sebelum membeli tenda telitilah dengan cermat spesifikasinya mulai dari materi rangka, flysheet, dan beratnya.
Baca Juga : 9 Tenda Camping di Bawah 500 Ribu Rupiah yang Layak Makara Pilihan Untuk Bertualang
2. Pemilihan Tas Carrier yang Sesuai dengan Kebutuhan Mendaki
Untuk pendakian singkat selama satu atau dua hari tentunya tak perlu membawa carrier 75 L yang biasa untuk ekspedisi 7 hari di Rinjani.
Pemilihan carrier harus diubahsuaikan dengan kebutuhan mendakimu alasannya yaitu keril berkapasitas besar lebih berat bobotnya daripada keril berkapasitas kecil.
Saya lebih suka memakai carrier dengan kapasitas sekitar 40-50 liter saja.
Berdasar pengalaman, carrier dengan kapasitas ini sesungguhnya sudah pas untuk kebutuhan mendaki aku yang singkat, lebih nyaman di pundak, dan yang penting tak bikin cepat lelah.
Berbagai produsen carrier outdoor di Indonesia aku lihat sudah cukup baik membidik konsep ini sehingga kau tak perlu khawatir kesulitan kalau ingin mencarinya.
3. Sleeping bag yang hangat namun ringan
Pengalaman hiking tanpa membawa sleeping bag (SB) sungguh ibarat mimpi jelek bagi saya, rasanya tidur di gunung tidak akan nyenyak tanpa kehadiran item satu ini.
Memilih SB yang hangat namun ringan menjadi perkara yang tidak mudah alasannya yaitu berat berbanding lurus dengan nilai kehangatan. Semakin ringan bobot SB biasanya tingkat kenyamanan dan pertahanannya dari hawa hirau taacuh juga berkurang.
SB yang setia aku gunakan ketika ini (Eiger mummy) berada di kriteria pertengahan, tidak terlalu berat dan ringan.
Saya lebih suka SB model mummy alasannya yaitu bentuknya memperlihatkan pinjaman yang maksimal bagi badan kita dari hawa dingin.
Tidur dengan SB ini di bawah hamparan bintang langit Lawu atau Merbabu, badan aku tetap terasa hangat. Jika gundah menentukan SB yang cocok, lihatlah jenis materi pengisinya.
Bulu belibis (duck down) lebih baik sebagai insulator SB dibanding polar atau dacron alasannya yaitu lebih ringan dan dikenal sangat baik memerangkap panas.
Baca Juga : Tips Memilih Sleeping Bag
4. Alas tidur dan matras
Ketika awal-awal mengenal acara pendakian, matras yang selalu setia menemani perjalanan aku di gunung yaitu matras karet Tentara Nasional Indonesia yang aku beli seharga Rp. 40.000.
Namun seiring dengan bertambahnya jam terbang, sekarang aku beralih menggunakan matras alumunium foil.
Pertimbangan utama aku sesungguhnya terletak pada faktor berat dan kepraktisan. Dibanding matras karet, matras alumunium foil lebih ringan, beratnya mungkin tidak lebih dari sebungkus mie instan.
Kedua, ketika aku mencoba menggelarnya di dalam tenda, ternyata sebuah matras alumunium bisa mengalasi hampir seluruh permukaan tenda sehingga bisa digunakan 3 orang pendaki sekaligus.
Cukup praktis, dan aku pun sanggup membantu sobat satu tim yang lupa membawa matras. Harganya cukup terjangkau, sekitar 60-80 ribu rupiah saja.
5. Beberapa peralatan outdoor lainnya
Siapa pendaki yang tidak bersahabat dengan aneka macam printilan peralatan outdoor.
Sebut saja beberapa di antaranya ibarat kompor portabel, pisau lapangan, headlamp, jas hujan, peralatan masak, dan lain sebagainya.
Untuk mengurangi beban membawa peralatan-peralatan itu, aku biasa menerapkan teknik subtitusi. Saya hanya membawa peralatan yang benar-benar penting dan punya beberapa fungsi sekaligus.
Seperti misalnya, kompor portabel standar dan tabung gasnya biasa aku siasati bobotnya dengan membawa trangia cola dan materi bakar spirtus 600 ml.
Trangia cola ini sesungguhnya kompor spirtus sederhana yang aku bikin sendiri dari kaleng bekas lewat berguru tutorial di Youtube.
Berbekal trangia cola dan gelas alumunium, aku sudah bisa mencicipi nikmatnya segelas teh hangat di tengah hawa gunung yang dingin.
Untuk daerah tropis, tentunya jas hujan atau ponco masuk dalam list peralatan wajib.
Cukup bawalah jas hujan plastik HDPE seharga Rp 5.000 yang biasanya digunakan kakak tukang becak. Teknik ini cukup efektif memangkas berat jas hujan standar yang sebelumnya biasa aku bawa.
6. Pakaian yang Tepat untuk acara mendaki
Kegiatan mendaki juga perlu memperhatikan pakaian yang sesuai.
Jadi pilihlah pakaian yang tidak hanya nyaman ketika digunakan tapi juga bisa memperlihatkan pinjaman dari cuaca.
Dulu sekali aku masih ingat sering asal-asalan menentukan baju untuk mendaki. Imbasnya, pakaian yang aku pakai ternyata hanya menyerap keringat namun tidak menguapkannya.
Badan aku pun jadi mudah menggigil kedinginan alasannya yaitu pakaian lepek-lepek berair keringetan.
Sejak ketika itu aku mengikuti rekomendasi pakaian yang cocok untuk acara mendaki, yakni bahannya terbuat dari serat sintesis, ibarat nilon, taslan, dan polyester bukan katun.
Mirip ibarat baju dan celana yang sering digunakan ketika olahraga, entah joging, futsal, bersepeda, atau main bola.
Paling penting, hindari pemakaian celana jeans. Semua orang tahu itu, belajarlah bedakan film dengan realita.
Sumber https://phinemo.com