Tuesday, July 17, 2018

√ Ppg Reguler 2017 Masih Terkendala Dana

Rencana pemerintah untuk membuka registrasi pendidikan profesi guru  √ PPG Reguler 2017 Masih Terkendala Dana

Rencana pemerintah untuk membuka registrasi pendidikan profesi guru (PPG) reguler disambut baik oleh banyak sekali kampus. Perguruan tinggi pencetak guru itu siap melakukan akad kalau sudah ada prosedur resmi yang mengatur forum PPG. Pendanaan tetap menjadi kendala. ’’Kami sebagai kawan pemerintah akan siap melakukan jadwal tersebut,’’ ujar Rektor Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Djoko Adi Walujo. Terkait dengan kesiapan sarpras (sarana-prasarana), lanjut dia, ketika ini Unipa sudah memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan untuk pendirian PPG. Syaratnya, antara lain, pengakuan minimal B, serta mempunyai infrastruktur, asrama, dan sekolah latihan.

Djoko menjelaskan, sembilan prodi pendidikan di Unipa sudah berakreditasi B. Bahkan, di antara total jurusan pendidikan tersebut, lima prodi telah terakreditasi A. Dia mengakui bahwa pembukaan PPG reguler itu memang cukup penting untuk makin meningkatkan kualitas lulusan keguruan sebelum terjun sebagai pendidik di sekolah. Dengan PPG, kualitas guru yang ketika ini tidak terukur akan mendapat jaminan ketika mengikuti jadwal tersebut.

Meski begitu, Djoko setuju setiap penerima harus mengikuti seleksi masuk sebelum menjalani PPG. Seleksi itu dibutuhkan bisa menyaring guru yang sudah siap mengajar di sekolah. ’’Kalau perlu, nanti setiap penerima juga harus ikut psikotes biar kemampuan emosinya diketahui,’’ terangnya.

Di tempat terpisah, Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Rusijono juga menyatakan kesiapannya kalau pemerintah menghendaki kampus keguruan membuka PPG reguler. ’’Kami siap saja. Tapi, apakah wacana itu benar jadi dilakukan tahun ini?’’ tanyanya.

Rusijono menegaskan, kewajiban PPG bagi para lulusan pendidikan itu memang tidak bisa dihindari. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 ihwal Guru dan Dosen, disebutkan bahwa guru harus mempunyai sertifikasi pengajar. Selama ini proses sertifikasi guru bisa ditempuh dengan dua cara. Pertama, melalui pendidikan dan pembinaan profesi guru (PLPG). Kedua, lewat PPG selama satu tahun. Nah, jalur sertifikasi melalui PLPG tersebut, terang Rusijono, tidak berlaku lagi semenjak 2015. Peraturan itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005.

’’Dalam UU tersebut, tercatat guru yang belum sertifikasi semenjak peraturan itu diundangkan diberi kesempatan selama sepuluh tahun melalui PLPG. Nah, kalau lebih dari itu, guru harus mengikuti sertifikasi melalui jalur PPG,’’ terang pria 55 tahun tersebut.

Meski begitu, prosedur sertifikasi guru melalui PPG itu ke depan bukan tanpa kendala. Rusijono menuturkan bahwa salah satu kendalanya yakni pembiayaan pendidikan yang ditempuh selama setahun. Entah biaya sertifikasi tersebut ditanggung pemerintah atau melalui dana mandiri. Sebab, dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 ihwal Guru dan Dosen, pembiayaan sertifikasi guru merupakan tanggung jawab pemerintah sentra dan daerah. ’’Tentu kalau PPG reguler jadi dilaksanakan, niscaya dibutuhkan dana yang cukup besar,’’ paparnya.

Beberapa sumber koran ini mengungkapkan, ada perbedaan besar soal pendanaan. Ada yang menyebut nominal Rp 3 juta–Rp 4 juta untuk PLPG yang berlangsung sepuluh hari. PPG reguler memakan dana sampai Rp 17 juta per orang. Setelah lulus, guru bertitel SPd Gr.

Rusijono menyatakan, sertifikasi bagi tenaga pendidik itu memang perlu dilakukan seluruh lulusan sarjana pendidikan dan guru yang sudah mengajar di sekolah. Dengan adanya standardisasi kemampuan melalui sertifikasi, kualitas pendidikan di Indonesia lebih terjamin dan merata. ’’Guru memang harus tersertifikasi,’’ tegasnya.
source : http://www.jawapos.com

Sumber http://www.pgrionline.com