Monday, September 24, 2018

√ 8 Kementerian Bahas Intens Zonasi Dan Segera Diatur Perpres

Kemdikbud mengusulkan supaya kebijakan zonasi pendidikan segera diatur ke dalam Peraturan Presiden (Perpres). Hal ini dimaksudkan untuk menghadirkan sinergi pembangunan pendidikan baik sentra maupun di daerah.
"Rotasi guru harus menurut zona. Pembangunan sarana prasarana menurut kebutuhan per zonanya, selama ini belum bisa petakan hal tersebut secara detil. Dengan sistem zonasi ini jadi lebih gampang mengetahui permasalahan dan menyelesaikannya," disampaikan Chatarina Muliana Girsang, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Staf Ahli Mendikbud) bidang Regulasi pada Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (1/7/2019).

"Yang kita atur ini lebih kepada sinkronisasi, kolaborasi, sinergi antar kementerian dan forum dan juga pemerintah daerah," tambahnya.

Chatarina mengungkapkan dikala ini Kemendikbud telah melaksanakan pembahasan intens dengan beberapa kementerian terkait. Seperti : 
- Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), 
- Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham),
- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), 
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), 
- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 
- Kementerian Keuangan, dan 
- Kementerian Agama (Kemenag).
 "Dengan Perpres ini akan sanggup membantu pemerintah kawasan untuk menerapkan zonasi," kata SAM Regulasi.

"Kita harapkan tahun ini Perpres selesai, dikala ini kita matangkan. Kita sudah bahas dengan Kemenkumham, Bappenas, Kemenag," kata Chatarina.

Menurut Chatarina, penerapan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan pemantik awal. Untuk kemudian ditindaklanjuti dengan pemenuhan jumlah sekolah dan pemerataan infrastruktur, serta sarana dan prasarana. Kemudian pemenuhan, penataan, dan pemerataan guru. Dan mendorong integrasi pendidikan formal dengan nonformal, serta gotong royong sumber daya. "Kewajiban penyediaan jalan masuk pada layanan pendidikan sebagai layanan dasar merupakan kiprah dan tanggung jawab pemerintah kawasan yang diamanatkan pada Undang-Undang Pemerintah Daerah. Bahkan APBD itu harus diprioritaskan penggunaannya untuk pendidikan sebagai layanan wajib," jelasnya.

Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan
Landasan sosiologis yang mendasari penerapan kebijakan zonasi diantaranya ialah adanya fakta ketimpangan atau kesenjangan pendidikan antardaerah. Kemudian belum meratanya kualitas dan kuantitas sekolah, khususnya dalam sarana prasarana dan guru. Dan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap jalan masuk dan layanan pendidikan sebagai layanan dasar yang wajib diberikan kepada semua warga negara.
"Sekolah negeri yang relatif murah lebih banyak dinikmati oleh anak dari keluarga mampu. Sementara banyak anak dari keluarga tidak bisa terancam putus sekolah. Angka putus sekolah kita masih cukup tinggi, ini dihentikan dibiarkan terus menerus," terperinci Staf Ahli bidang Regulasi.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga, Heri Nurcahya Murni, mengajak semua pihak turut mengawasi kebijakan zonasi. Dibutuhkan komitmen banyak sekali pihak untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas.

"Negara wajib hadir untuk menunjukkan pelayanan bidang pendidikan, dari PAUD (pendidikan anak usia dini), hingga dengan pendidikan menengah. Kemudian penerapan SPM (standar pelayanan minimal) pendidikan untuk menjamin tidak ada lagi warga negara usia sekolah yang tidak sekolah. Karena wajib berguru 12 tahun merupakan tekad kita bersama," tutur Heri Nurcahya Murni.

Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Hetifah Sjaifudian, mengungkapkan bahwa dewan perwakilan rakyat mendukung kebijakan zonasi supaya bisa memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.

"Prinsipnya setuju, zonasi menghilangkan sekolah favorit. Karena setiap warga negara Indonesia itu wajib mendapatkan pendidikan sebagai layanan dasar. Dan pemerintah wajib membiayainya, tapi dengan kualitas yang juga harus relatif sama," ungkap Hetifah.

Lebih lanjut, anggota legislatif dari kawasan pemilihan Kalimantan Timur ini menyoroti perlunya komitmen anggaran pendidikan, khususnya di daerah. Menurut catatan Komisi X dewan perwakilan rakyat RI, gres 18 provinsi yang mengalokasikan anggaran pendidikan sebanyak 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selama ini, anggaran pendidikan yang berasal dari sentra dipakai untuk memperbaiki tiga persoalan utama, di antaranya sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, dan ketersediaan dan peningkatan mutu guru.

Dijelaskan Hetifah, alokasi anggaran pendidikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah memenuhi amanat konstitusi sebesar minimal 20 persen. Namun, perlu diketahui masyarakat bahwa sebagian besar anggaran tersebut ditransfer ke daerah. Sementara Kemendikbud mendapatkan alokasi anggaran pendidikan sekitar 7 persen dari total 20 persen. Dan kecenderungannya semakin berkurang. "Jika disalurkan dengan sempurna dan baik, maka akan menghilangkan soal sekolah favorit dan tidak favorit itu," ujarnya.

Kebijakan zonasi merupakan kebijakan tata kelola pendidikan yang berkeadilan sosial sesuai amanat Pancasila sila ke-5, dan konstitusi mendorong pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) oleh pemerintah kawasan (Pemda). "Kita akan sanggup meningkatkan daya saing Indonesia khususnya kualitas sumber daya insan melalui pendidikan," tutur Chatarina.

Kemudian, Staf Ahli Regulasi menjelaskan bahwa dengan sistem zonasi, pemerintah sanggup lebih gampang menemukan bawah umur putus sekolah supaya terwujud wajib berguru 12 tahun. Dan yang tak kalah penting ialah optimalisasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui sinergi tripusat pendidikan, yakni sekolah/guru, keluarga/orang tua, dan lingkungan/masyarakat.

"Program penguatan pendidikan huruf akan lebih optimal. Karena kita melihat data-data kekerasan, kejahatan secual, anak terkena narkoba itu angkanya cukup tinggi. Itu mendorong pemahaman kita bahwa salah satu yang wajib menunjukkan pendidikan huruf itu ialah orang tua,"

"Jadi, jangan jauhkan bawah umur itu dari pengawasan orang bau tanah alasannya demi mengejar sekolah yang katanya favorit. Perlu ada cukup waktu bawah umur bertemu dengan orang tuanya," tambahnya.

Penegakan Aturan dan Pengawasan

Staf Ahli Mendikbud bidang Regulasi mengungkapkan cukup banyak pemerintah kawasan yang melaksanakan penyimpangan terhadap penerapan aturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) mengenai PPDB. "Hal ini menyebabkan kebingungan masyarakat mengenai aturan PPDB. Kok tidak sama antara yang disosialisasikan dengan yang ditemui di lapangan," ujarnya.

Zonasi yang diterapkan Pemerintah Daerah juga tidak memperhitungkan daya tampung sekolah dengan jumlah anak yang lulus dari jenjang sebelumnya, imbuhnya.

Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Su'adi, memberikan apresiasinya kepada Kemendikbud yang telah menerbitkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 pada bulan Desember 2018. Sehingga Pemerintah Daerah mempunyai waktu enam bulan untuk persiapan dan melaksanakan sosialisasi ke masyarakat. "Beberapa Kepala Daerah masih melaksanakan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan utama sistem tersebut," katanya.

Penerapan kebijakan zonasi sebagai bentuk upaya peningkatan pemerataan jalan masuk pendidikan yang berkeadilan hendaknya sanggup ditindaklanjuti Pemerintah Daerah dengan pemerataan kemudahan dan akses. "Yang penting kini ini supaya persoalan terkait disinformasi dan tidak adanya peta zonasi supaya segera diselesaikan. Tanpa harus mengubah sistem zonasinya sendiri," kata Ahmad Su'adi.

Ombudsman berharap supaya koordinasi Kemendikbud dan Kemendagri semakin baik. Sehingga penerapan PPDB berbasis zonasi tidak lagi bermasalah. "Ini 'kan aktivitas pemerintah, bukan hanya Kemendikbud. Maka benar adanya Perpres, sehingga semua bisa terlibat," tutur Ahmad Su'adi.
Secara umum, Ombudsman memandang penerapan kebijakan sistem zonasi selama tiga tahun terakhir telah menurunkan jumlah praktik jual beli kursi/titipan serta pungutan liar di dunia pendidikan. Khususnya yang selama ini dilakukan di sekolah-sekolah yang dianggap unggulan atau favorit.

Penting untuk diunduh : Modul PPG semua mapel lengkap 

Hetifah Sjaifudian memandang Pemda, khususnya para Kepala Daerah sebagai kunci dalam penerapan kebijakan zonasi. Khususnya dalam pembuatan petunjuk teknis dan penetapan zona.
"Jika kita ingin sistem zonasi ini berjalan, diterima, dan berkelanjutan. Maka harus ada langkah-langkah cepat. Pertama, kita harus memastikan bahwa peraturan yang ada dilaksanakan secara tegas. Penegakkan hukumnya juga jelas," tegas Hetifah.
Apabila terdapat penyimpangan dan penyalahgunaan, maka harus ada penindakan yang tegas dan tidak pandang bulu. Baik itu menyangkut masyarakat, pejabat, dan aparat, tambah Wakil Ketua Komisi X dewan perwakilan rakyat RI ini.
"Kemendagri yang berperan menunjukkan hukuman kepada daerah, bukan Kemendikbud. Makanya bila ada Perpres, lebih terperinci teladan hukumnya, siapa berbuat apa. Dan bahu-membahu bisa dilakukan insentif dan disinsentif," imbuh Hetifah.
Kemendikbud bersama Kemendagri akan melaksanakan penilaian pelaksanaan PPDB di bulan Juli ke kawasan yang telah selesai. "Untuk melihat dan memetakan. Kaprikornus kami ingin melihat kenapa ada penyimpangan? Apa kendalanya? Khususnya di kawasan yang mencuat permasalahannya

Sumber : Kemdikbud

Berikut PERCEPATAN PENINGKATAN AKSES DAN PEMERATAAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI KEBIJAKAN ZONASI PENDIDIKAN oleh Staf Ahli Menteri Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan

Unduh filenya klik di sini
Baca juga : Contoh macam-macam tawaran sekolah

Sumber http://mialislamiyahkroya.blogspot.com