Yogyakarta (Kemenag) --- Kementerian Agama mulai membahas dan merumuskan Rencana Strategis Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. Rumusan ini nantinya akan menjadi bab dari Renstra Program Pendidikan Islam 2020 – 2024.
Pembahasan Renstra ini dibahas dalam sketsa Rapat Koordinasi yang dibuka oleh Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam Imam Safei. Rakor diikuti 70 peserta, terdiri dari Kepala Bidang, Kepala s3ki, dan Perencana yang mengampu Pendidikan Diniyah dan Pesantren seluruh Indonesia.
Imam dalam sambutannya mengingatkan enam hal penting yang perlu dibahas dalam perumusan planning strategis pendidikan diniyah dan pondok pesantren. Keenam hal itu yaitu Pembangunan Karakter, Pengembangan Informasi Teknologi, Pendidikan Kader Ulama, Layanan Masyarakat Kurang Beruntung, dan Pengembangan Akademik serta 'Branding' Pesantren.
Menurut Imam, pesantren harus mempunyai abjad kuat. "Dengan abjad yang kuat, pesantren akan melahirkan alumni yang mumpuni dan menjadi tokoh nasional," tandasnya di Yogyakarta, Rabu (22/05).
Selain itu, pengembangan IT di abad 4.0 menurutnya juga tak kalah penting. Juga pengembangan kader ulama. "Tiap provinsi harus ada Mahad Aly meskipun kecil, alasannya yaitu ini merupakan keterwakilan pendidikan pesantren," urainya.
Sementara layanan pendidikan untuk masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan Safei bisa dicontohkan dengan membangun pesantren di wilayah perbatasan. "Semua berangkat dari semangat ingin menjangkau yang tidak terlayani dan melayani yang tidak terjangkau," imbuhnya.
Terkait pengembangan akademik, Safei menilai banyak santri yang bahwasanya mempunyai potensi untuk melanjutan pendidikan tinggi. "Bahkan bahwasanya mereka bisa bersaing di beberapa fakultas bergengsi PTN," paparnya.
Terakhir, Safei menilai pendidikan unggul yaitu yang punya kekhasan. "Jika kekhasan sudah dimiliki maka trademark pesantren akan muncul, di sinilah perlu 'membranding' pesantren," pungkasnya.
Sebelumnya selaku tuan rumah, Kakanwil Edhi Gunawan memberikan ucapan selamat tiba di Yogyakarta. "Yogyakarta yaitu kota dengan banyak predikat, menyerupai kota pelajar, budaya, pendidikan dan sebagainya," ujar Kakanwil.
Selain itu, imbuhnya, Yogyakarta dikenal sebagai City of Tolerance. "Meski demikian kami dilarang terlena alasannya yaitu ada saja tantangan yang dihadapi," sambung Kakanwil.
"Terlebih media umum yang sangat masif sekali sehingga insiden yang terjadi di Yogyakarta sanggup cepat sekali mencuat sebagai informasi nasional," ungkapnya.
Selain Safei dan Edhi Gunawan, hadir pula Kabag Perencanan Sekretariat Ditjen Pendis Ridwan, Kabid Pendidikan Agama Islam dan Keagamaan Islam Kemenag DIY Masrudin. Rakor akan berlangsung tiga hari sampai 24 Mei 2019.
Sumber : kemenag.go.id
Sumber http://mialislamiyahkroya.blogspot.com