Tuesday, May 14, 2019

√ Wibawa Guru Dan Menjaga Jarak

Menjelang siang, terjadi diskusi kecil-kecilan antara saya dengan Bu Suci. Diskusi berkaitan dengan bagaimana caranya biar siswa menghormati gurunya. Terutama ketika acara mencar ilmu mengajar berlangsung.

Kebetulan juga ketika diskusi ada ibu Ninik, Kepala SDN Borobudur 1. Entah sengaja atau tidak. Nasihat yang dia sampaikan sama dengan nasihat ketika saya curhat pada hari Sabtu yang lalu. Kala itu saya curhat perihal bagaimana caranya mengontrol keadaan kelas.

Bu Ninik memperlihatkan nasihat bahwa kunci administrasi kelas terletak pada wibawa guru. Kewibawaan gurulah yang akan membuat siswa segan untuk berbuat menyimpang. Kewibawaan guru terbukti efektif sanggup mencegah siswa berbuat "berlebihan" kepada gurunya.

Ekspresi Kemarahan
Bu Ninik juga bercerita bagaimana ia menenangkan siswa-siswa kelas 3 yang beberapa waktu yang kemudian menangis histeris. Tangisan ini berawal ketika Bu Dian, wali kelas yang usang berpamitan untuk menjalankan kiprah di SD yang baru. Ketika itu, siswa kelas 3 menangis dari jam 9 pagi hingga jam 11 siang. Bahkan ketika itu bawah umur hingga di bawa ke mushola.


Bu Ninik melihat tangisan itu merupakan sesuatu yang tidak wajar. Melihat kondisi yang semakin tidak terkendali, jadinya Bu Ninik turun tangan. Bu Ninik masuk ke mushola dan memperlihatkan mulut murka besar.

"Ada apa ini kalian menangis?" hardik bu Ninik. Tak ada seorang siswa pun yang menjawab. "Apa meneh iki, cah lanang kok nangis, ra ana rumuse!" Teriak Bu Ninik. Bu Ninik bercerita kepada kami jikalau teriakan dan mulut kemarahan ini hanya tampak luar saja. Beliau ketika bercerita kepada kami menyampaikan walau tampilan luar tampak murka besar namun dalam hati tertawa.

Cerita pun berlanjut. Ketika situasi di Mushola sudah berangsur terkendali, Bu Ninik mulai memperlihatkan upaya penyadaran. Beliau menyampaikan bahwa kepindahan Bu Dian untuk menjalankan tugas. Semua guru juga sanggup mempunyai nasib yang sama untuk dipindah. Bu Ninik juga bercerita bahwa ia telah beberapa kali pindah daerah kerja. Dan semuanya baik-baik saja. Pindah kerja bukan final segalanya, baik bagi guru maupun bagi siswanya.  Tidak ada tangisan lagi. Akhirnya kondisi kembali menyerupai semula.

Menjaga Jarak
Bu Ninik juga berpesan biar menjaga jarak dengan siswa. Jaga jarak ini penting biar relasi antara guru dan siswa tidak melebihi batas kewajaran. Jangan hingga batas kewajaran ini hilang. Karena ketika batas kewajaran ini hilang, hilang pula kewibawaan guru.


Terlalu bersahabat tanpa jarak antara guru dan siswa berpotensi pada keluarnya sifat manja. Sifat manja ini apabila berlebihan tidak baik. Karena akan melahirkan tuntutan-tuntutan di luar batas kewajaran.

Jadi, dalam membuat profil guru yang berwibawa, guru harus bisa menjaga jarak dengan siswa. Jarak yang tidak terlalu jauh. Namun juga tidak terlalu dekat. Bila dibutuhkan, guru harus bisa tampil garang. Sehingga sesekali harus marah. Namun mulut kemarahan ini harus ditampilkan di ketika yang tepat, pada orang yang tepat, dan dengan kadar yang tepat.

Nasihat ini menjadi sarana refleksi bagi saya. Saya di awal-awal kemarin mengakui terlalu banyak mengobral senyuman. Bahkan ketika Jumat pagi ketika menggiring bawah umur kelas 4B ke lapangan saya terlalu dekat. Kedekatan yang berlebihan ini terlihat dengan bagaimana saya merangkul mereka berjalan ke lapangan untuk senam pagi. Hal menyerupai ini harus dihindari. Agar anak tidak nglunjak.

Senin, 5 Maret 2018

Sumber http://rahmahuda.blogspot.com