Wednesday, July 26, 2017

√ Sejarah Kerajaan Aceh Darussalam

Kesultanan Aceh atau lengkapnya disebut dengan Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang berada di Pulau Sumatera khususnya di Nanggroe Aceh Darussalam dengan ibukota kerajaan terletak di Bandar Aceh Darussalam (Banda Aceh sekarang). Sultan pertama yang memerintah kerajaan Aceh Darussalam ialah Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1514-1528 M.

Kerajaan Aceh Darussalam terbentuk menjelang runtuhnya kerajaan Samudera Pasai. Seperti yang tercatat dalam sejarah, Samudera Pasai pada tahun 1360 M ditaklukkan oleh Majapahit. Setelah dikala itu, kerajaan Samudera Pasai terus mengalami kemunduran. Makara sanggup dikatakan bahwa Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kelanjutan dari kerajaan Samudera Pasai yang didirikan dengan tujuan untuk meraih kembali kegemilangan kerajaan Islam di Nusantara.
SEJARAH KERAJAAN ACEH DARUSSALAM
Kerajaan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan yang terletak sangat strategis dalam jalur pelayaran. Hal ini menciptakan Kerajaan ini mempunyai andil yang sangat besar di mata dunia. Keberadaan kerajaan Aceh Darussalam yang pada dikala itu merupakan kerajaan besar yang berkuasa mempengaruhi kehidupan-kehidupan Kerajaan Aceh, ibarat kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya.
A. KEHIDUPAN POLITIK
Menurut Kitab Bustanus Salatin karangan Nuruddin Ar-Raniry, kerajaan Aceh berdiri sehabis berhasil melepaskan diri dari Kerajaan Pedir. Berikut raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Aceh Darussalam yaitu :

1. Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M)
Sultan Ali Mughayat Syah merupakan sultan pertama yang memerintah Kerajaan Aceh Darussalam. Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Aceh sanggup memperluas area kekuasaan bahkan hingga ke Pattani, Thailand. Kerajaan-kerajaan lain ibarat Kerajaan Peurelak (Aceh Timur), Kerajaan Pedir (Pidie), Kerajaan Daya (Aceh Barat Daya), dan Kerajaan Aru (Sumatera Utara) berhasil ditaklukkan dari kekuasaan Portugis.

Sultan Ali Mughayat Syah dikenal sangat anti dengan Portugis. Hal ini diketahui dengan berhasilnya gempuran demi gempuran yang dilakukan oleh pasukan Kerajaan Aceh dalam memukul mundur Portugis hingga ke India. Di tamat masa jabatannya, Kerajaan Aceh Darussalam sudah memperoleh kekuasaan meliputi hampir separuh wilayah Sumatera, sebagian Semenanjung Malaya, hingga ke Pattani, Thailand Selatan.

Beliau juga menerapkan dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh Darussalam yang meliputi :
  • Mencukup kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar
  • Menjalin persahabatan yang lebih dekat dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
  • Bersikap waspada terhadap kolonial Barat
  • Menerima derma tenaga jago dari luar, dan
  • Menjalankan dakwaj Islam ke seluruh Nusantara.

2. Sultan Salahuddin (1528-1537 M)
Sultan Salahuddin selama memerintah tidak sanggup berbuat banyak untuk kemajuan Kerajaan Aceh Darussalam. Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosotan yang tajam. Akibatnya, ia digantikan oleh saudaranya yang berjulukan Alaudin Riayat Syah Al-Kahar.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Kahar (1537-1568 M)
Pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Kahar, Kerajaan Aceh Darussalam melaksanakan aneka macam bentuk perubahan dan perbaikan dalam segala bidang. Beliau juga berusaha untuk melaksanakan perluasaan kekuasaan ke Kerajaan Malak, akan tetapi perjuangan tersebut mengalami kegagalan. Di tamat masa jabatannya, pemerintahan Kerajaan Aceh mengalami masa suram, dimana banyak terjadi pemberontakan dan perebutan kekuasaan.

4. Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M)
Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh Darussalam mengalami kejayaan. Kerajaan Aceh menjadi kerajaan yang besar dan berkuasa atas perdagangan Islam di dunia. Untuk mencapai masa kejayaan ini, Sultan Iskandar Muda menaklukkan kerajaan Johor dan Portugis di Semenanjung Malaya. Dengan dikuasainya kawasan ini, maka daerah-daerah perdagangan semakin luas dan juga daerah-daerah penghasil lada sanggup dikuasai.
SULTAN ISKANDAR MUDA
Permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli rempah-rempah dari Kerajaan Aceh Darussalam ditolak oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa kekuasannya, terdapat dua jago tasawuf di Aceh, yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah As-Sumaterani dan Syech Ibrahim Asy-Syamsi. Setelah Sultan Iskandar muda meninggal,  maka kekuasaannya beralih ke menantunya, Iskandar Tsani.

Berikut berturut-turut raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Aceh Darussalam, yaitu :
1. Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M)
2. Sultan Salahuddin (1528-1537 M)
3. Sultan Salahuddin Riayat Syah Al-Kahar (1537-1568 M)
4. Sultan Sri Alam (1575-1576 M).
5. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).
6. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)
7. Sultan Buyong (1589-1596)
8. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).
9. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)
10. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
11. Iskandar Thani (1636-1641).
12. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).
13. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)
14. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
15. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)
16. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)
17. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
18. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
19. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
20. Sultan Syams al-Alam (1726-1727)
21. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)
22. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)
23. Sultan Mahmud Syah (1760-1781)
24. Sultan Badr al-Din (1781-1785)
25. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
26. Alauddin Muhammad Daud Syah.
27. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
28. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
29. Sultan Muhammad Syah (1824-1838)
30. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)
31. Sultan Mansur Syah (1857-1870)
32. Sultan Mahmud Syah (1870-1874)
33. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)

B. KEHIDUPAN EKONOMI
Perputaran roda ekonomi masyarakat Aceh pada masa Kerajaan Aceh Darussalam terletak di bidang pelayaran dan perdagangan. Perkembangan pesat yang diperoleh oleh Kerajaan Aceh dalam bidang ekonomi tidak terlepas dari efek ekspansi kekuasaan yang dilakukan oleh raja-raja Aceh ke daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada dan menjadi jalur pelayaran dunia. Akibat ekspansi kekuasaan ini, Aceh pada masa itu menjadi tempat transit sebelum para pedagang dunia melanjutkan perjalanan ke pecahan Barat.

Lada dan emas menjadi komoditas utama bagi Kerajaan Aceh Darussalam. Daerah di sekitar Semenanjung Malaka yang banyak menghasilkan lada dan timah membawa laba yang amat besar bagi Kerajaan Aceh. Dengan berkembangnya roda ekonomi Kerajaan Aceh, maka mereka sanggup membangun armada-armada perang yang hebat. Berikut merupakan beberapa factor yang menguntungkan bagi Aceh dalam membangun perekonomiannya, yaitu :
  • letak Ibukota Kerajaan Aceh yang sangat strategis, yang berada di pintu gerbang pelayaran dari India dan Timur Tengah yang akan ke Malaka, China, atau Jawa.
  • Daerah Aceh yang menjadi lumbung lada. Lada sanggup tumbuh subur di Aceh. oleh Karen aitu, lada merupakan komoditi ekspor utama bagi Kerajaan Aceh Darussalam
  • Pelabuhan Aceh mempunyai persyaratan yang baik bagi pelabuhan internasional. Pelabuhan Aceh mempunyai pelindung ibarat Pulau Weh, Pulau Nasi, dan Pulau Breuh dari bahaya gelombang besar.
  • Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menjadi laba tersendiri bagi Kerajaan Aceh. Pedagang-pedagang Islam tidak mengakui keberadaan Portugis, jadinya mereka banyak melaksanakan perdagangan ke Aceh.
C. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
Kerajaan Aceh merupakan kerajaan yang mempunyai sistem pemerintahan ibarat layaknya pemerintahan modern. Hal ini tentu dipengaruhi oleh letaknya yang strategis berada di wilayah perdagangan dunia. Kehidupan sosial budaya masyarakat Kerajaan Aceh sangat kental dengan nuansa Islamis. Terdapat satu buah aturan budbahasa yang melandasi kehidupan sosial budaya masyarakat Aceh pada dikala itu, yaitu Qanun Meukuta Alam Al-Asyi.
PETA KERAJAAN ACEH DARUSSALAM
Menurut Qanun Meukuta Alam Al-Asyi, pengangkatan sultan haruslah semufakat dengan aturan adat. Oleh alasannya itu, pada dikala pengangkatan atau peresmian sultan, sultan harus berdiri di atas tabal, sedangkan ulama yang memegang Al-Quran berdiri di sebelah kanan, dan perdana menteri yang memegang pedang berdiri di sebelah kiri. Beberapa kewenangan yang diatur dalam Qanun Meukuta Alam Al-Asyi ialah :
  • Mengangkat panglima sagi dan ulebalang, pada dikala pengangkatan mereka menerima kehormatan suara dentuman meriam sebanyak 21 kali;
  • Mengadili masalah yang bekerjasama dengan pemerintahan;
  • Menerima kunjungan kehormatan termasuk pedagang-pedagang asing;
  • Mengangkat jago aturan (ulama);
  • Mengangkat orang cerdik pintar untuk mengurus kerajaan;
  • Melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan para pejabat kerajaan.
Dalam bidang sosial, terdapat istilah Teuku yang berarti golongan kaum darah biru yang memegang pemerintahan dan kekuasaan sipil. Sedangkan Teungku ialah golongan ulama yang memegang peranan sebagai pemuka dan pengambil keputusan penting yang berkaitan dengan kehidupan beragama.

Sultan Iskandar Muda berhasil menanamkan jiwa menurut Islam di dalam kehidupan masyarakat Aceh. selain itu, masyarakat Aceh juga mempunyai jiwa merdeka, membangun rasa kesatuan dan persatuan, serta anti penjajahan yang tinggi. Dengan jiwa dan semangat ke-Islaman inilah, bangsa-bangsa Barat tidak bisa menguasai Aceh secara menyeluruh, termasuk Belanda yang berperang puluhan tahun dan merupakan peperangan terlama Belanda dalam sejarah.
Artikel Penunjang : Sejarah Kerajaan Samudra Pasai
D. RUNTUHNYA KERAJAAN ACEH DARUSSALAM
Setelah meninggalnya Sultan Iskandar Muda, maka penggantinya yaitu Sultan Iskandar Tsani masih sanggup mempertahankan kejayaan kerajaan. Akan tetapi, sepeninggal Sultan Iskandar Tsani, Kerajaan Aceh Darussalam mulai dilanda konflik internal, dengan penyebabnya yaitu penolakan ulama-ulama terhadap naik tahtanya Sultanah Safiatuddin.
SEJARAH KESULTANAN ACEH DARUSSALAM
Pada paruh kurun ke 18, Aceh sudah memulai ketegangan dengan Inggris dan Belanda yang memuncak pada kurun ke 19. Pada tamat kurun ke 18, wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh di wilayah Semenanjung Malaya yaitu Kedah dan Pulau Pinang berhasil direbut oleh Inggris. Puncaknya, pada 26 Maret 1873 M, Belanda menyatakan maklumat perang terhadap kerajaan Aceh. berturut-turut pada tahun 1883, 1892, dan 1893 Belanda menyerang Aceh, akan tetapi perjuangan ini masih membuahkan kegagalan. Belanda belum bisa untuk menguasai Aceh. Akan tetapi, kondisi ini berubah sehabis seorang sarjana dari Universitas Leiden berjulukan Snouck Hurgronye mengusulkan perubahan taktik perang kepada pemerintahan Belanda. Dia menyampaikan bahwa basis kekuatan Kerajaan Aceh bukanlah terletak pada kekuasaan sultan, akan tetapi terletak di tangan para ulama. Oleh alasannya itu, jikalau ingin menyerang Aceh, maka hancurkanlah dahulu ulama-ulama Aceh yang ada.
Taktik ini akhirnya membuahkan hasil yang menyenangkan bagi pihak Belanda. Pada tahun 1903, diangkatlah Jenderal J.B Van Heutz sebagai gubernur. Seiring dengan ini, Sultan M.Daud telah mengalah kepada Belanda, dan pada tahun 1904, hampir seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh telah diambil alih oleh Belanda. Walaupun demikian, sebenarnya, kerajaan Aceh tidak [ernah menyerahkan kedaulatan sepenuhnya kepada pihak Belanda. Masih terdapat perlawanan-perlawanan kecil di aneka macam kawasan Aceh untuk mengusir Belanda.

Sebagai catatan, perang Belanda dengan Kerajaan Aceh merupakan perang terlama yang dilalui oleh Belanda sepanjang sejarah. Banyak sekali militer Belanda yang menuai tamat hidup dengan senjata tentara-tentara Aceh. bahkan, empat jenderal Belanda tewas di tanah Aceh, yaitu Mayor Jenderal J.H.R. Kohler, Mayor Jenderal J.L.J.H. Pel, Demmeni, dan Jenderal J.J.K de Moulin.

E. PENINGGALAN KERAJAAN ACEH DARUSSALAM
1. Mesjid Raya Baiturrahman
Mesjid kebanggan rakyat Aceh ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda memerinbtah kerajaan Aceh. Sultan membangun masjid ini sekitar tahun 1612 Masehi yang terletak di Banda Aceh. masjid ini sempat dibakar oleh Belanda pada dikala Agresi Militer Belanda II, namun Belanda membangunnya kembali untuk meredam kemarahan rakyat Aceh.
MESJID BAITURRAHAMAN
2. Benteng Indra Patra
Sebenarnya, benteng ini telah dibangun semenjak masa Kerajaan Lamuri berkuasa. Kerajaan Lamuri ialah kerajaan Hindu tertua di Aceh, tepatnya semenjak kurun ke 7 Masehi. Benteng ini mempunyai peranan penting dalam melindungi rakyat Aceh dari serangan-serangan meriam yang diluncurkan kapal perang Portugis. Sekarang, benteng ini terletak di desa Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Kab.Aceh Besar.

3. Gunongan
Gunongan merupakan sebuah bangunan yang dibangun oleh Sultan Aceh untuk permaisurinya dari negeri Pahang. Pada dikala itu, negeri Pahang telah takluk oleh kerajaan Aceh, dan seorang putri yang anggun dari kerajaan Pahang ditawan oleh Aceh. Sultan pada dikala itu tertarik dan ingin mempersunting putri tersebut. Hingga akhirnya putri itu meminta dibuatkan sebuah taman yang sama persis dengan istana kerajaan nya dahulu untuk mengobati kerinduannya akan kerajaan Pahang.

Sumber http://www.ilmudasar.com