Saturday, July 15, 2017

√ Tipologi Kepemimpinan Transformasional #Bagian 1

AsikBelajar.Com | Untuk bagaimana mengenali pemimpin transformasional dari contoh pikirnya yang merupakan acara ajaib dalam diri manusia? Pola pikir yang dikembangkan pemimpin transformasional tersebut bisa dijadikan tolok ukur untuk mengindikasikan adanya kesepakatan yang tinggi terhadap organisasi pendidikan. Pada kerangka ini pemimpin transformasional mempunyai delapan ciri contoh pikir yang bisa dilihat sebagai acara integritas kepemimpinannya dalam memajukan organisasi pendidikan, yaitu:


intellectualfair-mindednes, intellectual humanity, intellectual courage, intellectual empathy, intellectual integrity, intellectual perseverance, intellectual autonomy, dan intellectual reflective. (Suryanto, 2007 :189)


Walaupun delapan ciri contoh pikir tersebut identik dalam kepemimpinan transformasional, akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada kepemimpinan transaksional. Artinya, dalam kepemimpinan transaksional pada fakta riilnya tidak hanya melibatkan pertukaran sebatas bersifat kebutuhan bersifat biologis-fisiologis an sich, namun juga melibatkan nilai-nilai yang relevan walaupun sebatas proses pertukaran (exchange process) yang tidak pribadi menyentuh pada substansi perubahan yang dikehendaki dalam organisasi pendidikan. Aspek ini yang lalu membedakan secara diametral dengan kepemimpinan transformasional yang pada aktivitasnya lebih menukik untuk melaksanakan transformasi nilai dan aspek lain dalam organisasi pendidikan.


Meski ada perbedaan esensial antara kepemimpinan transaksional dengan transformasional, konstruksi perilakunya tidak saling menaiikkan (mutually exclusive) yang mengarah pada pembiaran sikap kepemimpinan yang tidak cocok. Perilaku yang ditampilkan oleh sosok pemimpin transaksional dan transformasional dalam organisasi pendidikan adakalanya dibedakan bukan atas dasar tujuan yang dikehendaki, melainkan pada kontinuitas perilaku, di mana yang satu cenderung mengedepankan transaksi, sedangkan kepemimpinan yang lain cenderung ke arah transformasi dalam organisasi pendidikan. Akan tetapi, dua entitas sikap kepemimpinan ini bisa dikombinasikan menjadi suatu sikap kepemimpinan yang integral yang lazim disebut sebagai Full Range Leadership Model. Persoalan esensialnya sangat mungkin bukan pada aspek kepemimpinan transaksional dan transformasional itu bersifat saling mengisi (mutually inclusive) atau saling menafikkan (mutually exclusive), melainkan gaya kepemimpinan itu sangat dipengaruhi oleh situasi, sehingga tampilannya lebih berupa sebuah kontinum atau bersifat kontigensi ketimbang dualisme-dikotomis. (Danim, 2005:59)


Oleh lantaran itu, contoh pikir yang ada dalam kepemimpinan transformasional tersebut bisa juga dikembangkan oleh kepemimpinan transaksional, sehingga menjadi keterpaduan kontigensi antara dua entitas kepemimpinan tersebut. oleh lantaran itu, fakta “kemungkinan” bisa untuk membuka ruang contoh pikir ini menjadi penggalan dalam tipe kepemimpinan transaksional. Terlepas dari hal ini, untuk aspek pertama yaitu intellectual fair-mindednes, pemimpin transformasional dalam mengutarakan pandangan-pandangan atau gagasan-gagasan serta ide-ide konstruktif terhadap komponen organisasi pendidikan mempunyai kemampuan untuk melihat cara berpikir orang lain yang dihadapinya dengan tidak memaksakan posisi orang lain menyerupai posisi dengan kapasitas menyerupai dirinya (Rock, 2007:17). Artinya, pemimpin transformasional mempunyai kepekaan untuk memosisikan dirinya menyerupai pandangan komponen organisasi pendidikan, dengan kemampuan ini ia sanggup mencicipi impian dan potensi komponen organisasi pendidikan secara baik, tepat, dan benar (Fisher dalam Trimo, 1986:231).


Aspek memahami posisi dan kapasitas komponen organisasi pendidikan di luar dirinya membutuhkan kapasitas strategis berbasis pada konseptualisasi holistik wacana perubahan organisasi dan penemuan ke depan atas visi organisasi pendidikan sebagai sentral dari acara organisasi. Mobilisasi ini yang berimplikasi pada contoh kepemimpinan transformasional untuk berjuang dalam memperlakukan semua sudut pandangnya sama adil di antara semua komponen organisasi pendidikan. Ia menyadari, pada kenyataannya orang sering mempunyai praduga terhadap orang lain. Praduga ini lalu menempatkan posisi orang lain sebagai menyenangkan lantaran cocok dengan kategori internal penilai tersebut (Suryanto, 2007:192). praduga yang demikian menjadi hal yang kontraproduktif dengan sikap kepemimpinan transformasional yang menginginkan transformasi dalam organisasi pendidikan.


Akan tetapi, yang perlu menjadi catatan dalam konteks ini yakni kaitannya dengan posisi pemimpin transformasional yang berada dalam kategori pemimpin yang adil dengan cara pandang yang ada untuk mencapai derajat sama dan adil serta merata antara komponen organisasi pendidikan.


Maka ia tidak serta-merta berada dalam posisi yang mempunyai netralitas dengan tidak mempunyai ketegasan atau ragu-ragu, kenyataannya ia mempunyai kecenderungan ke arah yang demikian. Akan tetapi, cenderung tersebut sanggup diminimalisir dengan kepercayaan diri pada kemampuan dirinya serta kemantapan visi organisasi pendidikan dalam memilih cara pandang mana yang sempurna untuk lalu mengambil langkah dalam menyelesaikan.


Sedangkan untuk intellectual humanity merupakan contoh pikir yang berupa kesadaran yang berada pada diri seorang pemimpin yang mempunyai pandangan kesederajatan antara dirinya dengan komponen organisasi pendidikan lainnya. Artinya, ia tidak mempunyai pandangan superioritas terhadap dirinya atas bawahan di organisasi pendidikan, bahkan menariknya ia mempunyai keyakinan bahwa antara dirinya sebagai pemimpin dengan komponen organisasi pendidikan sebagai bawahan merupakan entitas yang sama dengan kapasitas dan potensi yang berbeda-beda, namun mempunyai dasar gagasan dan inspirasi yang sama-sama bisa untuk diterima oleh seluruh komponen organisasi pendidikan.


Kondisi tersebut muncul seiring dengan kapasitas diri pemimpin transformasional yang sangat menyadari wacana fakta dirinya yang sangat terbatas aspek pengetahuannya. Ia sadar, ia sering jatuh ke dalam praduga, bias dan pandangan diri yang sempit. Oleh lantaran itu, ia tidak akan mengklaim dirinya serba tahu. Itu bukan berarti beliau bodoh, pasif dan bersifat menyerah. Ia memperlihatkan dirinya tidak sombong secara intelektual (Suryanto, 2007:196). Berarti secara tidak pribadi pula, pemimpin transformasional memperlihatkan suri keteladanan yang baik terhadap komponen organisasi pendidikan untuk tidak memperlihatkan kesombongan dan keangkuhan dalam berkerja untuk mencapai tujuan organisasi. Konklusinya, kepemimpinan dan keteladanan yang baik sangat dibutuhkan dalam mengarahkan organisasi pendidikan ke arah yang benar dan efektif dengan landasan kesetaraan.


Pola ini, di sisi yang lain, mengindikasikan bahwa kepemimpinan merupakan pohon organisasi yang di dalamnya perlu ada jalinan kolaborasi yang sama rata antar komponen organisasi pendidikan termasuk pemimpin. Dalam Leader-Member Exchange Theory dinyatakan bahwa leadership is the relationship which connects individuals so they experience themselves to be part of an extended network of people working together in some way (Ladkin, 2010:56). Hal ini berarti, rasa kebersamaan atau menjadi penggalan dari kelompok tersebut merupakan substansi kinerja kepemimpinan khususnya dalam membangun jaringan pada kerangka internalisasi organisasi pendidikan. Hal ini tidak akan tumbuh saat pemimpin tidak memengaruhi komponen organisasi pendidikan untuk membangun kebersamaan atau kolaborasi berbasis kesetaraan antar komponen organisasi tersebut.


Meskipun demikian, pemimpin transformasional yang mempunyai contoh pikir intellectual humanity tidak akan mengurangi kepercayaan dirinya untuk bisa memimpin, mendorong dan mentransformasi organisasi pendidikan dengan baik dan berhasil. Sebab bagaimanapun juga ia bertanggung jawab terhadap keberhasilan organisasi pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Artinya, seorang pemimpin mempunyai kewenangan dan “kekuasaan” tertinggi dalam penyelenggaraan kegiatan organisasi (Danim dkk, 2009:51). Tidak hanya itu, dalam diri pemimpin transformasional tumbuh dan berkembang kepercayaan dirinya yang tinggi tidak lepas dari ide-ide besarnya; dan ia juga mempunyai keyakinan tinggi bahwa ia bisa mewujudkan Visi tersebut bersama orang lain.


Intellectual courage pada diri pemimpin transformasional merupakan contoh pikir yang berupa keberanian seorang pemimpin untuk mengutarakan inspirasi dan gagasannya tanpa takut ada kritik, ketidakterimaan, ketidaksesuaian, atau bahkan ada revisi terhadap inspirasi dan gagasannya tersebut. Keberanian ini terutama diperlihatkan pada penyampaian visi organisasi pendidikan meskipun pada tingkatan mikro. Dalam pandangan pemimpin transformasional, visi merupakan citra wacana masa depan organisasi pendidikan dan di dalamnya juga terkandung makna wacana apa yang perlu dikreasi oleh insan organisasional pada masa depan itu. Artinya, pemimpin transformasional melaksanakan klasifikasi visi dengan klarifikasi yang sangat rigid wacana Visi tersebut. Pada aspek ini yang perlu dilakukan yakni aliran visi yang oleh David Rock dirinci dalam formulasi vision thinking is about the “why” or “what. ” Why do you want to do this project? What are you trying to achieve? What’s your goal here? Having a clear vision is about knowing What your goal or objective is in any given conversation or project (Rock, 2007:68-69).


Sumber:

Setiawan, Agus dkk. 2013. Transformasional Leadership (Ilustrasi di Bidang Organisasi Pendidikan). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal. 187-191.


Lanjut ke #Bagian 2 Klik Disini



Sumber https://www.asikbelajar.com