Friday, August 18, 2017

√ Inflasi Dan Kebijakan Pedagang

Bapak aku yang seorang petani tiba-tiba kaget. Ya, namanya saja rakyat cilik, jika ada satu barang, terlebih materi kebutuhan pokok naik, sontak lah begitu sangat terasa. Masyarakat petani di desa memang mempunyai bermacam-macam pilihan untuk mensubstitusi kebutuhan mereka ketika terjadi kelangkaan atau kenaikan harga. Tapi, ada saja efek yang dirasakan.

Saat menyimak pemberitaan harga apel melambung tinggi. Bapak aku malah ketir-ketir, pasalnya harga pupuk flora apel di pasaran serta herbisida ternyata malah ikutan naik. Rupanya pedagang benar-benar cendekia dalam menyium aroma harga apel yang tinggi.

Dalam pembahasan soal inflasi, ada hal yang bantu-membantu menjadi kunci kebijakan. Ketika inflasi, tentu seseorang tidak lantas menyimpulkan oh semua barang naik, jafi aku harus menaikkan harga dagangan saya. Bukan. Namun, ketika inflasi terjadi, kita perlu melihat apa komoditas yang menyumbang inflasi itu tinggi. Tentu keputusan pedagang naikkan harga pupuk dan obat apel tepat, bila yang menjadikan inflasi yaitu kelangkaan dari pupuk atau obat apel. Atau mungkin komoditas lain semisal BBM yang menyangkut margin perdagangan pupuk dan obat apel.

Sebaliknya justru tidak tepat, bila yang menshare inflasi terbesar yaitu kelangkaan (scarcity) cabe rawit, malah pedagang menaikkan harga jual semua barang dagangannya termasuk pupuk dan obat apel. Ketidaktepatan ini sering sekali terjadi dalam perekonomian. Inflasi seakan menjadi fenomena mengerikan dan berisiko besar terhadap seluruh komoditas. Padahal tidak juga. Kan tadi, dilihat dulu, komoditas apa yang menshare angka inflasi menjadi tinggi.

Kalau saja pedagang mengerti bagaimana menanggapi inflasi. Tentu wajah bapak aku tidak akan cemberut waktu itu. Tapi tak apalah, yang penting tetap terus berusaha bertani, menanam terus. Sebab dalilnya terang kok, "siapa menanam, ia lah yang memanen." Asalkan bukan menanam utang saja, ekonomi keluarga bakal terjamin, hehe...
Sumber http://www.ngobrolstatistik.com/