Sampah di Tengah Pembangunan, sumber foto: http://risaikel.com/indonesia-penyumbang-sampah/
Sampah yaitu limbah sisa yang kita produksi setiap hari. Sehabis makan, apalagi kegiatan industri, begitu banyak sampah yang dihasilkan. Sebagai produk sisa, sampah hanya sanggup ditransformasi dalam wujud lain, tetapi sangat susah untuk dilenyapkan.
Sampah yang paling banyak diproduksi di Indonesia yaitu sampah rumah tangga. Menurut kementerian Lingkungan Hidup (2008) saja, timbulan sampah oleh rumah tangga per kapita per harinya mencapai 1,12 kg. Tak hanya itu, dari total sampah yang yang ditimbulkan secara nasional per tahunnya, setidaknya 44,5% nya merupakan sampah rumah tangga. Jika saja kita melaksanakan kalkulasi kasar-kasaran, volume sampah nampak meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya. Negara-negara berpopulasi besar tentunya berpotensi besar sebagai produsen sampah. Tahun 2016, ada kabar "gembira" lho buat Indonesia, data European Comission, AAAS dan KLH menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil sampah nomor dua sedunia.
Indonesia memproduksi sampah sebanyak 3,22 juta ton per tahunnya. Kalau diamati dari aspek pertumbuhannya pun cukup besar, bahkan boleh jadi melebihi laju pertumbuhan penduduk.
Sekarang kita mulai sedikit hitung-hitungan. Dengan estimasi bahwa di tahun 2017, bank dunia menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia 1,2 persen per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2017 yaitu sebesar 256.603.197 jiwa. Dengan perkiraan jumlah sampah per tahun tetap, maka di tahun 2017, penduduk Indonesia dari yang masih bayi sampai berakal balig cukup akal memproduksi sampah 12,54 kg per tahun per kapita atau 1,05 kg per kapita per bulan.
Kalau dipikir-pikir sejenak, kita memang mengalami kesulitan soal bagaimana mengolah sampah. Selama ini kita hanya melaksanakan penimbunan dan pembakaran. Padahal, sampah juga bernilai hemat dan berpotensi besar untuk menjadi ladang pendapatan. Tahun 2015 saja, para ekonomi menyatakan bahwa sampah memiliki nilai bisnis dalam jangka panjang. Dikarenakan timbulan sampah setiap tahunnya, nilai bisnis sampah diperkirakan bisa mencapai Rp. 35,5 miliar dengan pertumbuhan bisnis mencapai 7,17 persen tiap tahunnya. Hal ini menjadi urgensi mengingat sampah menjadi polutan dan memproduksi metana bila ditimbun, bila pun dibakar justru menambah emisi karbon.
Telah kita pahami bahwa selama ini pengelolaan sampah yang kita lakukan sangat minim. Manajemen sampah nampaknya juga minim daur ulang. Jangankan mengelolah sampahnya, memilah sampah rumah tangga saja tak banyak orang bisa melalukannya. Tahun 2016, sebesar 69 persen sampah masih terbatas hanya ditimbun saja, bahkan 8 persennya masih dibiarkan tanpa treatment apapun. Kenyataan ini membawah efek panjang terjadinya polusi dan emisi karbon.
Walaupun terdapat bermacam-macam cara memanajemen sampah, contohnya bank sampah atau minimal 3R, namun kenyataannya soal treatment ternyata sangat bergantung pada kesepakatan kita bersama. Namun pada kenyataannya tak banyak orang bisa melakukannya. Data Badan Pusat Statistik (2014) menyebutkan bahwa persentase rumah tangga yang membuang sampah sembarangan masih sebesar 21,64 persen. Persentase rumah tangga yang melaksanakan pengelolaan sampah dengan cara daur ulang cuma 1,04 persen saja
Ini mengartikan bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang peduli terhadap sampah. Padahal, di baliknya terdapat bisnis yang menguntungkan, selain bisa mengurangi sampah juga bisa menambah nilai terhadap sampah.(*)
Sumber http://www.ngobrolstatistik.com/