Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat: Menikmati Pesona Hutan Mati – Dari sekian banyak tempat wisata yang ada di Bumi Nusantara,
Gunung Papandayan merupakan salah satu yang cukup terkenal di kalangan masyarakat, terutama kaum urban yang berdomisili di Jakarta, Bandung, Bogor, dan sekitarnya.
Wisata alam selalu bisa memperlihatkan kesan yang menyenangkan, dan tentunya menyejukkan, sehingga setiap orang niscaya akan menikmatinya.
Gunung Papandayan pun menyajikan suasana alam yang sedemikian menyejukkan, menyuguhkan pengalaman mendaki yang tidak terlalu susah untuk dilalui. Mari kita mengenali Gunung Papandayan lebih lengkap lagi.
Look deep into nature, and then you will understand everything better.
Albert Einstein
Tentang Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat

Daftar Isi
Gunung Papandayan terletak di Kecamatan Cisurupan, Garut, Jawa Barat, dengan ketinggian 2.622 meter di atas permukaan bahari (mdpl). Gunung ini terletak di sebelah Tenggara Kota Bandung, dengan jarak sekitar 70 Km.
Baca Juga: Gunung Slamet: Perjalanan ke Titik Tertinggi Jawa Tengah
Gunung ini mempunyai beberapa kawah yang cukup aktif seperti Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk, sehingga kita akan ditemani dengan bebauan sulfur ketika trekking melewatinya.
Sebagian besar tempat Gunung Papandayan diselimuti oleh bebatuan. Hanya sedikit potongan yang terlihat yang diselimuti dengan tanah gembur nan subur.
Jarang terdapat pepohonan rindang di sekitar treknya,, namun suasana yang ditawarkan sama menyerupai gunung-gunung lain pada umumnya.
Yang menarik, Gunung Papandayan ini terbilang cukup simpel untuk didaki alasannya ialah jalur pendakiannya tidaklah terlalu curam dan gunung ini sendiri tidak terlalu tinggi menjulang.
Baca Juga: Pendakian Gunung Cikuray, Garut – Jawa Barat
Gunung Papandayan cukup umur ini sudah jauh lebih maju dibandingkan yang mungkin selama ini kau ingat. Karena sudah dikelola oleh pihak swasta, Gunung Papandayan sudah mengalami perombakan di sana-sini.
Namun, tiket masuk Gunung Papandayan menurutku pribadi masih terjangkau, apalagi untuk berwisata sejenak.
Fasilitas yang ada pun sudah cukup lengkap untuk sebuah gunung, mulai dari tempat parkir yang memadai, tempat makan yang terjangkau, toilet umum yang bersih, pemandian air panas, hingga gazebo yang nyaman untuk disinggahi.
Baca Juga: Catatan Pendakian ke Gunung Semeru, Jawa Timur
Selain itu, apabila pendaki tidak cukup persiapan, terdapat tempat penyewaan peralatan gunung di basecamp.
Secara keseluruhan, gunung ini sudah menyajikan kenyamanan bagi setiap pendaki, hanya saja bagiku pribadi terlalu nyaman untuk sebuah pendakian yang ‘serius’.
Alhasil, mendaki Gunung Papandayan tidak lagi dipandang sebagai pendakian yang umum dilakukan untuk menaklukkan sebuah gunung.
Baca Juga: Tips Mendaki Gunung Untuk Siapapun
Tingkat survival-nya sudah kurang terasa, namun setiap gunung mempunyai risiko dan tingkat kesulitannya sendiri, sesuatu yang masih dikantongi oleh gunung ini.
Sebuah Catatan Pendakian Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat

Sepulangnya dari kerja, sehabis beristirahat sejenak, saya dan dua rekan pendaki, Andre dan Herry, berangkat ke Bandung sekitar pukul 02:30 WIB untuk bertemu dengan seorang rekan pendaki lain, Bara, yang sudah menunggu di sana.
Baca Juga: Rafflesia Arnoldii: Puspa Langka dan Sebuah Kejutan
Setibanya di Bandung sekitar pukul 05:15 WIB, dengan kondisi sempoyongan dan kurang tidur, kami tiba di Terminal Leuwi Panjang, Bandung.
Seduhan kopi dan teh hangat menemani subuh kami sembari menunggu kedatangan Bara. Tak usang berselang, sehabis menghangatkan diri di tengah dinginnya udara pagi Bandung, Bara tiba dan kami pun eksklusif berangkat menuju Garut, Jawa Barat.
Tujuan kami sudah sangat pasti. Kami berempat menembus riuhnya suasana jalanan menuju Garut dengan menumpangi sebuah mobil.
Baca Juga: Mengintip Persiapan Menyambut Flower Garden Festival 2018 di Taman Bunga Inaya, Bengkulu
Jalanan ramai, dan tentunya setiap kendaraan yang melintas berisi orang-orang yang sudah merencanakan acara weekend mereka, sama menyerupai kami.
Sekitar pukul 09:00 WIB, kami tiba di pintu gerbang masuk Taman Wisata Alam Gunung Papandayan. Tiket untuk empat orang dan parkir untuk sebuah kendaraan beroda empat dikenakan dikala memasuki pintu masuk.
Setelah memasuki area, kami dibentuk terkejut dengan perkembangan area gunung ini alasannya ialah sudah banyak mengalami perubahan, paling tidak berdasarkan pengalaman orang yang kudengar.
Baca Juga: Fort Marlborough: Saksi Sejarah Kekuasaan Inggris di Bumi Rafflesia Bengkulu
Area parkir sudah rapi ditutup aspal, dan areanya pun sudah jauh lebih higienis dan tertata. Karena suasana masih cukup sepi, tempat parkir masih sangat simpel untuk ditemukan.
Segera sehabis memarkirkan mobil, kami pun menyiapkan diri dengan peralatan sembari mempersiapkan diri untuk sarapan.

Tak jauh dari tempat parkir, kami mendapati sebuah warung yang berdasarkan kami nyaman dan menyajikan sajian yang sesuai selera pagi itu.
Tidak usang sarapan sembari beristirahat, sekitar pukul 10:45 WIB, kami pun mulai mendaki Gunung Papandayan.
Begitu melewati pintu masuk pendakian, kita bisa melewati jalur pendakian yang sudah teraspal rapi yang cukup panjang.
Jalur ini juga dipakai pengendara motor untuk melintas sebelum di potongan menanjak berbelok ke jalur khusus motor.
Treknya pun sudah jauh lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya. Belum jauh menanjak, sudah ada sejumlah kawah yang kita lewati.
Pendakian ke Gunung Papandayan memang, harus diakui, secara umum tidak sesusah ketika mendaki kebanyakan gunung.
Namun, pemandangan dan suasana ala gunung yang ditawarkannya tetap menenangkan, apalagi bagi kita penikmat suasana alam.
Sebenarnya tidaklah memakan waktu usang bagi kita untuk menikmati pesona Gunung Papandayan, termasuk beberapa kawah, Tegal Alun, hingga Hutan Mati.
Sedari awal, planning kami mendaki Gunung Papandayan ialah untuk menikmati proses pendakiannya dan menikmati suasana di Hutan Mati.
Siang hari sehabis kurang-lebih dua jam mendaki, kami pun tiba di Hutan Mati, Gunung Papandayan.
Serunya Menembus Kabut di Hutan Mati, Gunung Papandayan Garut, Jawa Barat
Setelah melewati satu tanjakan yang cukup curam, di mana di sisi kiri terdapat jurang, kami pun tiba di tempat Hutan Mati. Sesuai namanya, tempat ini dipenuhi dengan pepohonan yang sudah tinggal batang dan ranting.
Vegetasi hijau-hijauan tak lagi terlihat bertengger di atas ranting-ranting tersebut. Namun beberapa spot di sekitarnya mulai dipenuhi tunas-tunas baru.
Begitu memasuki tempat Hutan Mati ini, suasana mencekam eksklusif menyelimuti. Apalagi kala itu, hanya kami berempat saja yang berada di lokasi tersebut.


Suasana semakin mencekam manakala kabut turun memenuhi area dan menciptakan jarak pandang jadi memendek.
Dan suasana menyerupai itulah yang kami harapkan bisa kami nikmati di Hutan Mati Gunung Papandayan.
Karena masih dalam momen HUT Kemerdekaan RI ke-72, kami yang melihat sang saka merah putih berkibar tak menyia-nyiakan kesempatan untuk berfoto dengannya, apalagi dengan suasana berkabut menyerupai dikala itu.


Kami semua bahagia dengan suasana yang ditawarkan Hutan Mati. Meski kabut sempat menutup, tak usang berselang, suasana kembali cerah, dan selanjutnya kabut kembali turun.
Kondisi menyerupai itu bukanlah sesuatu yang janggal di tempat ini, justru saat-saat menyerupai itulah yang ingin dinikmati oleh para pendaki.
Asalkan, jangan hingga diganggu oleh turunnya hujan alasannya ialah mencari tempat berteduh bukanlah sesuatu yang simpel kalau di sana.
Dan sayangnya, meski sempat mendaki hingga mendekati Puncak Gunung Papandayan, kami gagal bertemu dengan hamparan Bunga Edelweiss di Tegal Alun.
Setelah trekking hingga mendekati Puncak Papandayan, kami pun berdiam sejenak sembari menikmati pemandangan Hutan Mati dari ujung sebuah tebing.
Pemandangan dari tempat kami duduk kala itu pun cukup mengagumkan. Kabut di tempat Hutan Mati yang begitu khas terlihat terang dari atas.
Sembari mengobrol menghabiskan waktu bersama, kami bisa melihat rombongan pendaki lainnya sedang menikmati pose di dalam Hutan Mati.
Tak usang kemudian, demi mengejar waktu untuk kembali ke Bandung, kami pun berkemas-kemas berjalan menuruni Gunung Papandayan. Jalur pulang dan jalur mendaki sama.





Tak lupa kami juga menyempatkan diri untuk berfoto ria sembari terus menikmati momen keberadaan kami di sana.
Setelah melaksanakan pendakian dari pagi menjelang siang, kami pun tiba sore menuju gelap di basecamp.
Peta dan Cara Menuju Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat
Bagi yang memakai transportasi umum baik dari Jakarta, Bogor maupun Bandung dan sekitarnya, kau terlebih dahulu harus berangkat menuju Terminal Guntur Garut dan kemudian tuju perjalanan menuju kaki gunung.
Apabila kau tiba di Terminal Guntur Garut pada dini hari, silakan memakai angkot minibus menuju pertigaan Pasar Cisurupan dan lanjutkan dengan menumpangi kendaraan beroda empat pickup yang sengaja mengetem menunggu pendaki. Hingga penuh, barulah angkutan pickup tersebut berangkat.
Apabila kau menumpang kendaraan pribadi, silakan eksklusif saja menuju kaki gunung alasannya ialah tempat parkirnya cukup luas.
Biaya Pendakian ke Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat
Biaya yang dikenakan tidaklah mahal untuk tempat berwisata yang meliputi semua golongan umur. Berikut rinciannya:
- Tiket Masuk Gunung Papandayan: Rp 35.000 per orang
- Biaya Parkir: Rp 30.000 per mobil
- Sewa Mobil Pickup: Rp 20.000 – Rp 30.000 per orang
Penutup
Gunung Papandayan menjadi tempat wisata yang layak bagi siapapun yang mempunyai waktu, terutama cocok menjadi potongan dari kegiatan weekend getaway.
Trek pendakiannya bukanlah trek yang susah, hanya saja setiap pendaki tetap harus terus berhati-hati.
Apabila kau resah mengisi waktu luang dikala berakhir pekan, gunung ini tentu menjadi destinasi yang sangat layak bagimu.
Jangan lupa nikmati setiap pesonanya, terutama suasana di Hutan Mati dan Tegal Alun. Selamat menjelajahi Gunung Papandayan!
ARTIKEL LAINNYA:
- Tips Mendaki Gunung Untuk Siapapun
- The Food Factory
- Pendakian Gunung Sindoro 3.153 Mdpl via Jalur Kledung, Jawa Tengah
- Menanjaki Gunung Ciremai, Jawa Barat
- Pendakian ke Gunung Cikuray, Jawa Barat
- Pendakian ke Gunung Merbabu, Jawa Tengah
- Catatan Pendakian ke Gunung Semeru, Jawa Timur
- Pendakian ke Gunung Sumbing, Jawa Tengah
- Pendakian ke Gunung Slamet, Jawa Tengah
- Famtrip Genting Highlands Kuala Lumpur, Malaysia 2017
- Theme Park Hotel Resort World Genting Highlands, Kuala Lumpur
- Menikmati Sedapnya Hidangan Bubbles and Bites, Genting Highlands
- The Visitors’ Galleria
- A Short Visit to Bira Island, Thousand Islands
- A Day Trip Without Digital Tech
- Solo Trip to Taman Alam Lumbini, Berastagi, Tanah Karo
- [Infographic] 10 Top Travel Hacks
- Kunjungan ke Floating Market Lembang
- Gereja Katedral Jakarta: Gereja Nasrani Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga
- Wisata ke Tebing Keraton Bandung
- Menjelajahi Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah
- Catatan Perjalananku Menjelajahi Nusa Penida, Bali
- Gunung Batu Lembang, Jawa Barat
- Bira Island, Pulau Seribu
- Floating Market, Bandung
- Rafflesia Arnoldii, Festival Bumi Rafflesia, Bengkulu
- Lesehan Pancur, Curup, Bengkulu: Jamuan Siang Kala Menjelajah Bengkulu
- Gunung Papandayan: Sebuah Pendakian yang Cocok Menjadi Weekend Getaway
- Menjelajahi Mangrove Forest Nusa Lembongan, Bali
- Mengintip Persiapan Menyambut Flower Garden Festival 2018 di Taman Bunga Inaya, Bengkulu
- Fort Marlborough: Saksi Sejarah Kekuasaan Inggris di Bumi Rafflesia Bengkulu
- Barleu Coffee Bandung, Minimalis di Remangnya Bandung Malam
- Ambrogio Patisserie, Tempat Nongkrong Asik di Bandung
- Menanjaki Gunung Ciremai 3.078 Mdpl, Garut, Jawa Barat
- Hamparan Bunga, Pesawat, dan Indahnya Alam di Danau Mas Harun Bastari, Bengkulu
- Gunung Slamet: Perjalanan ke Titik Tertinggi Jawa Tengah
- Pendakian Gunung Cikuray, Garut – Jawa Barat
- Pantai Ladeha, Surga Tersembunyi di Pesisir Selatan Pulau Nias
- Bunga Bangkai: Konservasi Amorphophallus Titanum di Bengkulu
Sumber https://walterpinem.me