Jembatan Cirahong merupakan jembatan kereta api yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Tasikmalaya dan kabupaten Ciamis, tepatnya di Manonjaya, Tasikmalaya. Jembatan ini berdiri melintasi Sungai Citanduy dan menjadi jalur tetap bagi kereta api yang keluar atau menuju Stasiun Manonjaya Daerah Operasi 2 Bandung.
Dibangun pertama kali pada tahun 1893 oleh perusahaan milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatspoorwegen. Jembatan ini merupakan pecahan dari pembangunan rel kereta api jalur selatan di Pulau Jawa. Jembatan Cirahong mempunyai arsitekstur yang unik satu-satunya di Indonesia, kontsruksi besi baja disusun bertingkat dengan rusuk pelat untuk kemudian lintas bawah dan rusuk kontinu untuk kemudian lintas atas.
Dibalik kemegahan dan keunikan Jembatan Cirahong, tersimpan sebuah dongeng mistis di awal pembangunannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan retrokognisi oleh tim Kisah Tanah Jawa diketahui bahwa awal pembangunannya, untuk membangun Jembatan Cirahong penunggu Sungai Citanduy meminta tumbal sepasang pengantin baru.
Kisah bermula ketika Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia hendak membangun sebuah jembatan kereta api sebagai sarana transportasi yang menghubungkan antara jalur timur dan selatan. Perwakitan Hindia Belanda kemudian mendatangi salah seorang sesepuh desa berjulukan Sukasna. Sukasna menyampaikan bahwa pembangunan tersebut tidak akan berjalan lancar sebab terkendala hal-hal mistis.
Pemerintah Hindia Belanda tak eksklusif percaya dan hanya dianggap sebagai bualan belaka. Namun ketika pembangunan mulai terlaksana, banyak terjadi gangguan yang tidak sanggup dicerna nalar. Sungai Citanduy sering tiba-tiba menjadi banjir padahal tidak ada hujan. Hal ini menyulitkan dalam proses pemasangan pondasi jembatan.
Pihak Hindia Belanda kemudian kembali menghubungi Sukasna dan meminta bantuan. Sukasna mencoba berkomunikasi dengan sosok mistik penunggu Sungai Citanduy. Diketahui bahwa lokasi yang akan dipakai sebagai kawasan membangun jembatan kereta api dihuni oleh sepasang siluman ular berjulukan Nyai odah dan Aki Boh’ang. Siluman tersebut mengaku terganggu sebab insan mengganggu kediamannya tanpa ijin.
Sukasna mencoba bermediasi, Nyai Odah dan Aki Boh’ang menawarkan satu syarat dan berjanji akan menjaga Jembatan Cirahong hingga sanggup tetap berdiri hingga ratusan tahun. Syarat tersebut adalah tumbal sepasang pengantin elok dan tampan yang perawan dan cowok untuk diangkat sebagai anak mereka. Syarat kemudian disampaikan kepada pihak Hindia Belanda.
Sangat kebetulan ketika itu tersiar kabar bahwa ada buruh pekerja Jembatan Cirahong yang akan melangsungkan pernikahan. Rencana jahat kemudian diatur oleh Hindia Belanda. Para centeng dipersiapkan untuk menculik pasangan pengantin gres itu.
Selesai melangsungkan akad, sepasang pengantin gres kemudian dijemput oleh para centeng Belnada dengan dalih diundang oleh pemimpin proyek pembangunan jembatan untuk menyerahkan hadiah pernikahan. Sepasang pengantin ini kemudian dibawa ke lokasi pengecoran Pondasi jembatan di tengah sungai. Menjelang maghrib semua ubo rampe dan sesaji telah diletakkan di dasar Pondasi. Selanjutnya dalam posisi terikat, pasangan pengantin dimasukkan dalam lubang pondasi.

Saat tidak ada satupun orang pekerja yang tahu, mereka disuruh lembur untuk mengecor jembatan selagi sungai sedang tidak banjir. Dari atas, gabungan semen, batu, dan pasir digelontorkan ke bawah hingga menimpa sepasang pengantin gres tersebut. Akhir cinta yang tragis untuk pasangan kekasih tersebut, mereka ditumbalkan untuk pembangunan Jembatan Cirahong. Jasad mereka terkubur dalam gabungan semen hampa udara.
Menurut hasil retrokognisi, sukma pasangan tersebut hingga sekarang masih terperangkap di alam astral. Tidak terima dengan perlakuan yang mereka alami. Sukma sang pengantin mendiami pondasi pecahan tengah Jembatan. Sedangkan Nyai Odah dan Aki Boh’ang mendiami pondasi samping kanan dan kiri Jembatan Cirahong.
Sumber https://phinemo.com