Friday, December 8, 2017

√ Rujukan Pidato Bahasa Indonesia Wacana Bullying

Contoh Pidato Bahasa Indonesia ihwal Bullying - Sebelum seseorang memberikan sebuah pidato, biasanya kita akan menciptakan sebuah daftar ihwal hal – hal apa saja yang akan kita sampaikan ketika berpidato. Teks pidato pun mempunyai banyak sekali macam tema, salah satunya yakni ihwal penganiayaan (bullying) yang memang terjadi bukan hanya di Indonesia, maupun juga di luar negeri. Berikut ini yakni pola teks pidato bahasa Indonesia ihwal penganiyaan bullying.

Bullying


Kita mempunyai cara khusus untuk berkomunikasi dan bertindak di sekitar orang lain. Bahkan, setiap hari, kita berbicara, bertindak, dan berperilaku sehingga kata-kata dan tindakan kita memenuhi impian primitif masyarakat.

Ketika saya di kelas 4, saya pindah ke sekolah baru. Itu yakni ahad ke-5 saya di sana ketika saya melihat seorang anak diganggu di taman bermain. Aku bermain di ayunan ketika saya mendengar pekikan dan teriakan bunyi dari ujung sana. Saya bertanya kepada gadis di sebelah saya ihwal apa itu.

Dia seperti: "Oh, jangan khawatir ihwal itu, hanya siswa kelas 6 yang mengajar anak gres di kelas kami pelajaran." Dia mengatakannya seolah semuanya begitu alami.

Dia kemudian menyeringai kemudian berbisik di telingaku, "Jangan bilang pada siapa pun bahwa saya memberitahumu ini, tetapi ia punya wabah!"

Saya bingung, jadi saya bertanya padanya wabah macam apa yang ia miliki, dan ia menyampaikan kepada saya, "Itu wabah nano."

Dia kemudian menjelaskan bahwa itu yakni penyakit mematikan yang disebabkan oleh cacing nano yang menggigit wajah, mengakibatkan tanda merah permanen. Dan kalau orang lain menyentuh korban atau menyentuh sesuatu yang ia sentuh sebelum 3 detik berlalu, mereka akan terinfeksi juga. Terus terang, saya sangat ingin melihat menyerupai apa anak itu.

Ketika saya hingga di sisi lain, saya terkejut. Saya belum pernah melihat bahwa banyak siswa berputar-putar dan bersorak ihwal sesuatu. Aku meremas jalan ke tengah lingkaran, tetapi "wabah" tidak ditemukan. Yang saya lihat hanyalah punggung dua atau tiga lelaki tinggi mengenakan seragam sekolah kami. Mereka semua tampaknya menunjuk dan berbicara dengan sesuatu di lantai. Meskipun saya tidak mengerti apa yang mereka katakan, dan saya tidak sanggup melihat dengan siapa atau apa yang mereka bicarakan, perkiraan saya yakni wabah.

Kemudian saya melihat bahwa sebagian besar penonton yang lebih bau tanah tertawa, jadi saya tertawa bersama mereka. Seolah-olah hal-hal yang dikatakan orang-orang jangkung itu lucu dalam beberapa cara. Setelah beberapa saat, saya benar-benar mulai menikmati diri saya sendiri. Perlahan-lahan orang-orang di belakang mulai bergerak ke samping. Jantungku berdegup kencang ketika saya merentangkan leher untuk melihat bulat dalam yang lebih baik. Aku sebetulnya berharap melihat monster yang terlihat menyerupai wabah atau mungkin tiruan dari Frankenstein atau semacamnya. Tapi yang mengejutkan saya, itu hanya anak pria normal.

Dia mungkin bukan orang paling bergaya yang pernah kulihat, ia mungkin punya kacamata yang terlalu besar untuk wajahnya, ia juga mungkin mempunyai tanda lahir yang menutupi kurang dari sepertiga wajahnya, tetapi untuk saya, ia hanya insan biasa. Siapa yang pantas diperlakukan menyerupai satu. Seringai itu menghilang dari wajahku. Saat itulah saya menyadari bahwa ini bukan permainan, ini bukan sesuatu yang lucu, ini intimidasi.

Untuk sesaat, ada terlalu banyak pikiran dan gagasan yang melintas di benak saya, dan saya hanya kewalahan. Saya ingat berpikir dan bertanya pada diri sendiri pertanyaan seperti: Haruskah saya masuk dan membantunya? Haruskah saya paling tidak menghentikannya dan memberi tahu orang dewasa?

Advertisement
Tetapi alih-alih mengikuti kata hati saya, dan melaksanakan apa yang benar, saya membeku. Aku membeku di sana menyerupai patung, terlalu terkejut bahkan berkedip. Suara-suara teriakan tampaknya telah memudar ke latar belakang. Dan tampaknya saya telah memudar di duniaku sendiri. Saya menyesal bahwa saya pernah menertawakannya. Perasaan melankolis sepenuhnya, perasaan penyesalan dan kebencian yang benar-benar, perasaan dendam menciptakan aliansi dan menjulang di atasku. Aku merasa menyerupai tersedak di air asin, tetapi terlalu takut dan terlalu aib untuk memakai tangan dan kakiku untuk berenang ke permukaan.

Dia niscaya memperhatikan saya, lantaran ia menatap saya dengan semua kekuatan yang tersisa. Dia memar di seluruh wajahnya. Sekitar sepuluh detik, ia menatapku dan saya memandangnya. Dia kemudian mengucapkan kata-kata: "Tolong, tolong."

Alih-alih membela dia, saya mundur.

Aku berjalan mundur, semakin jauh ke belakang hingga saya tersandung dan jatuh dari bulat penonton. Aku melihat ke arahnya hingga celah di kerumunan mulai terisi. Lalu saya berjalan pergi sambil menahan air mata.

Tiga tahun telah berlalu semenjak kejadian itu, dan banyak yang telah berubah dan terjadi. Tapi anehnya, pemandangan itu sejelas dan sesingkat dalam pikiranku menyerupai dulu. Penyesalan dan rasa sakit menyengat menyerupai itu. Peristiwa itu telah menjadi bekas luka yang terbentuk di hati saya dan tampaknya tidak pernah sembuh. Ini menyerupai kutukan yang tidak pernah sanggup dipatahkan.

Saya berani bertaruh ia sudah lupa dan membenci saya atas apa yang telah saya lakukan. Dan saya membenci diriku sendiri lantaran tidak berbicara. Tetapi saya tahu bahwa kini sudah terlambat dan saya sudah kehilangan kesempatan untuk berani dan menjadi diri sendiri.

Makara dengan kesempatan ini, saya ingin menunjukkan dan memberi tahu semua orang bahwa: Terkadang, hal-hal yang Anda lihat ihwal saya hanyalah hal-hal yang saya ungkapkan. Hal-hal yang Anda pikir Anda ketahui ihwal saya hanyalah hal-hal yang saya beri tahu kepada Anda. Ada lebih banyak dari saya yang belum saya ungkapkan, yang Anda sama sekali tidak tahu.

Mungkin alasan orang takut untuk mengungkapkan identitas mereka yang sebetulnya yakni lantaran mereka mungkin berpikir pikiran mereka terlalu pahit, tidak disukai, unik dan berbeda. Saya pola yang bagus! Saya sanggup saja mengikuti kata hati saya dan membela anak itu, tetapi sebaliknya, saya mengikuti arus dan tidak membantu orang yang membutuhkan.

Saya berharap orang-orang akan berguru dari pengalaman saya dan berhenti mengubah keunikan mereka sendiri hanya untuk mengikuti gaya hidup orang lain. Harap selalu menjadi orang menyerupai apa Anda sebenarnya. Saya ingin memberitahu semua orang bahwa tidak apa-apa untuk pergi ke hulu. Anda tidak harus selalu berada di posisi yang sama dengan orang lain. Dan itulah yang menciptakan dunia ini penuh warna.

Demikianlah pola teks pidato bahasa Indonesia ihwal bullying. Semoga pola teks tersebut sanggup bermanfaat bagi sobat – sobat yang sedang mencari inspirasi untuk berpidato. Terima kasih.


Sumber http://www.kelasindonesia.com