Dalam artikel ini dibahas wacana pengertian budaya, Organisasi dan Budaya Organisasi.
a) Pengertian Budaya
Budaya ialah suatu pola perkiraan dasar yang ditemukan dan di kembangkan oleh suatu kelompok tertentu alasannya mempelajari dan menguasai persoalan pembiasaan eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk dipertimbangkan secara layak dan alasannya itu diajarkan pada anggota gres sebagai cara yang dipersepsikan, berpikir dan dirasakan dengan benar dalam korelasi dengan persoalan tersebut
(Edgar Schein, 1997 : 12 dalam Wibowo).
Menurut Owen (1987), budaya dipandang sebagai nilai-nilai atau norma yang merujuk kepada bentuk pernyataan wacana apa yang sanggup dan apa yang tidak sanggup dilakukan oleh anggota organisasi; sebagai asumsi, yang merujuk kepada hal-hal apa saja yang dianggap benar atau salah. Pengertiannya, bahwa hukum yang menyatakan suatu sikap dan sikap yang menuntun dan mendorong anggota masyarakat untuk melaksanakan segala sesuatunya secara benar, serta menghambat dan menghalangi orang untuk berbuat sesuatu yang salah perbuatan yang salah akan menerima eksekusi secara moral berdasarkan nilai-nilai atau norma yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan adanya acuan yang menyatakan kebenaran dan kesalahan, tindakan anggota masyarakat akan selalu dituntun rambu-rambu nilai dan norma tersebut.
Dari pendapat para pakar tersebut di atas sanggup disimpulkan bahwa budaya merupakan pola kegiatan insan yang secara sistematis diturunkan dari generasi ke generasi melalui banyak sekali proses pembelajaran untuk membuat cara hidup tertentu yang paling cocok dengan lingkungannya.
b) Pengertian Organisasi
Organisasi sanggup didefinisikan sebagai kelompok orang yang bekerja sama dengan terkoordinasi, dengan cara yang terstruktur, untuk mencapai tujuan tertentu. (Sunarto dan Herawati, 2002).
Mirrian S. Arief (1985), menyatakan bahwa organisasi sanggup diartikan majemuk tergantung dari arah mana kita memandangnya. Kalau dari segi wujudnya maka organisasi ialah kolaborasi orang-orang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang diingini. Dalam segi wujudnya ini organisasi bersifat dinamis. Contoh: Seorang bapak mengajak anaknya mengangkat sebuah meja ke pinggir jalan untuk daerah berjualan. Dari contoh ini sanggup dilihat adanya suatu organisasi. Walaupun bentuk organisasi ini masih sederhana, tetapi terlihat adanya ciri-ciri organisasi, yang sekurang-kurangnya harus ada untuk setiap organisasi manapun juga. Ciri-ciri tersebut adalah:
- Ada orang-orang, dalam arti lebih dari satu orang (bapak dan anak).
- Ada kolaborasi (mengangkat sebuah meja).
- Ada tujuan (untuk berjualan)
Bilamana organisasi telah kompleks, maka dibutuhkan suatu pengaturan yang rapi terhadap orang-orang yang bekerja sama dalam suatu wadah tertentu. Dalam hal ini organisasi sanggup dipandang sebagai suatu wadah atau daerah orang bekerja sama melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
c) Pengertian Budaya Organisasi
Pada umumnya budaya berada di bawah ambang sadar, alasannya budaya itu melibatkan wacana bagaimana seseorang melihat, berpikir, bertindak, dan mencicipi serta bereaksi (Kreitner and Kinicki, 1992). Teori ini menyatakan, budaya organisasi merupakan pola dasar perkiraan untuk menciptakan, menemukan, atau pengembangan kelompok dengan berguru untuk mengadaptasi dari luar serta mengintegrasikannya ke dalam organisasi, apa yang akan dikerjakan secara baik serta konsisten dan valid, dan juga sebagai contoh bagi karyawan gres untuk mengoreksi sebagai penerimaan, pikiran, dan perasaannya di dalam hubungannya dengan semua permasalahan secara rinci dan detail.
Jennifer dan Gareth (1996) menyatakan, konsep dari suatu budaya organisasi ialah informalisasi dari satuan nilai dan norma sebagai alat kontrol bagi langkah-langkah karyawan dan kelompoknya di dalam organisasi untuk berinteraksi secara agresif, cepat, dan gampang dengan yang lainnya, serta dengan orang di luar organisasi sebagai pelanggan atau pemasok.
Robbins (1996: 510) menyatakan : … organizational culture refers to a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organizations. This system of shared meaning is, on closer analysis, a set of key characteristich that the organization value. Lebih lanjut Robbins yang diterjemahkan oleh Jusuf Udaya (1994: 479) mengemukakan bahwa: “Budaya organisasi sebagai nilai-nilai secara umum dikuasai yang disebarluaskan dalam organisasi yang dijadikan filosofi kerja karyawan yang menjadi panduan bagi kebijakanorganisasi dalam mengelola karyawan dan konsumen”.
Robbin (1996) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan perekat sosial yang mengikat anggota-anggota organisasi secara bersama-sama melalui nilai-nilai bersama, norma-norma standar yang terperinci wacana apa yang sanggup dan tidak sanggup dilakukan dan dikatakan oleh anggotanya.
Budaya Organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memperlihatkan aba-aba bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut Robbins menyatakan bahwa sebuah sistem mak na bersama dibuat oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat abjad kunci dari nilai-nilai organisasi.
Dalam hal ini Robbins memperlihatkan 7 karakteristik budaya organisasi sebagai berikut :
- Innovation and risk taking (Inovasi dan keberanian mengambil resiko). Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
- Attention to detail (Perhatian terhadap detail). Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal kecil.
- Outcome orientation (Berorientasi pada hasil). Sejauh mana administrasi berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang dipakai untuk mencapai hasil tersebut.
- People orientation (Berorientasi kepada manusia). Sejauh mana keputusan-keputusan administrasi mempertimbangkan imbas dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.
- Team orientation (Berorientasi pada tim). Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.
- Aggresiveness (Agresivitas). Sejauh mana orang bersikap bernafsu dan kompetitif ketimbang santai.
- Stability (Stabilitas). Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahan-kannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Dari beberapa definisi tersebut di atas sanggup disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi ialah seperangkat perkiraan atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laris bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi persoalan pembiasaan eksternal dan integrasi internal. Dengan demikian, budaya organisasi sanggup memperlihatkan nilai-nilai dan norma bagi karyawan dalam prinsip operasional organisasi.
KONSEP BUDAYA ORGANISASI
Menurut Robbin (1991:572), budaya organisasi ialah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu; suatu sistem dari makna bersama. Budaya organisasi mempunyai kepribadian yang memperlihatkan ciri suasana psikologis organisasi, yang mempunyai arti penting bagi kehidupan organisasi, kenyamanan, kelancaran, dan keefektifan organisasi. Suasana psikologis terbangun pola-pola kepercayaan, ritual, mitos, serta praktek-praktek yang telah berkembang semenjak lama, yang pada gilirannya membuat pemahaman yang sama diantara para anggota organisasi mengenai bagaimana tolong-menolong organisasi itu dan bagaimana para anggota harus berperilaku. Dalam hal ini sebagaimana yang dinyatakan Peterson (1994), bahwa budaya organisasi itu meliputi keyakinan, ideologi, bahasa, ritual, dan mitos dan pada akibatnya Creemers dan Reynold (1993) menyimpulkan bahwa budaya organisasi ialah keseluruhan norma, nilai, keyakinan, dan perkiraan yang dimiliki oleh anggota di dalam organisasi.
Oleh alasannya itu, budaya organisasi itu berwujud dalam filosofi, ideologi, nilai-nilai, asumsi-asumsi, keyakinan, serta sikap dan norma bersama anggota organisasi tersebut dalam memandang banyak sekali realitas, terutama berkaitan dengan permasalahan internal maupun eksternal organisasi.
Senada dengan itu, Owens (1995) mendefinisikan budaya organisasi sebagai
“… the body of solution to external and internal problems that has worked consistenly for a group and that is therefore taught to new members as the correct way to perceive, think about and feel in relation to those problem …”.
Budaya organisasi didefinisikan sebagai pola pemecahan persoalan eksternal dan internal yang diterapkan secara konsisten bagi suatu kelompok, dan oleh karenanya diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan memecahkan persoalan yang dihadapi tersebut.
Dengan demikian budaya atau kultur organisasi sanggup didefinisikan sebagai kualitas kehidupan (the quality of life) dalam sebuah organisasi, termanifestasikan dalam aturan-aturan atau norma, tatakerja, kebiasaan kerja (work habits), gaya kepemimpinan (operating styles of principals) seorang atasan maupun bawahan (Hodge & Anthony, 1988). Kualitas kehidupan organisasi, baik yang terwujud dalam kebiasaan kerja maupun kepemimpinan dan korelasi tersebut tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan keyakinan tertentu yang dianut organisasi. Karena itu, budaya organisasi banyak didefinisikan juga sebagai spirit dan keyakinan sebuah organisasi yang mendasari lahirnya aturan-aturan, norma-narma dan nilai-nilai yang mengatur bagaimana seseorang harus bekerja, struktur yang mengatur bagaimana seorang anggota organisasi bekerjasama secara formal maupun informal dengan orang lain, sistem dan mekanisme kerja yang mengatur bagaimana kebiasaan kerja seharusnya dimiliki seorang pemimpin maupun anggota organisasi (Torrington & Weightman, dalam Preedy, 1993).
Berdasarkan pengertian budaya atau kultur organisasi di atas, sebenarnya konsep budaya atau kultur sanggup dipahami dari dua sisi, yaitu (1) memahami ditinjau dari sudut sumbernya, (2) dan memahami dari sisi manifestasi atau tampilannya. Budaya atau kultur bersumber dari spirit dan nilai-nilai kualitas kehidupan. Beberapa spirit dan nilai-nilai yang patut dianut sebuah organisasi, sebagaimana disarankan oleh Torrington & Weightman, dalam Preedy (1993) diantaranya ialah spirit dan nilai-nilai disiplin, spirit dan nilai-nilai tanggung jawab, spirit dan nilai-nilai kebersamaan, spirit dan nilai-nilai keterbukaan, spirit dan nilai-nilai kejujuran, spirit dan nilai-nilai semangat hidup, spirit dan nilai-nilai sosial dan menghargai orang lain, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan budaya atau kultur dipahami dari sisi manifestasi atau tampilannya yaitu dengan cara mencicipi atau mengamati manifestasi atau tampilan yang tercermin dalam aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mengatur bagaimana pemimpin dan anggota organisasi seharusnya bekerja, struktur organisasi yang mengatur bagaimana seorang anggota organisasi seharusnya bekerjasama secara formal maupun informal dengan orang lain, sistem dan mekanisme kerja seharusnya diikuti, dan kebiasaan kerja dimiliki seorang pemimpin maupun anggota organisasi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, budaya atau kultur organisasi mengikat anggota menjadi suatu kesatuan yang utuh dan senantiasa diajarkan/disampaikan kepada setiap anggota gres organisasi atau dengan kata lain bahwa budaya organisasi merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan-harapan yang diyakini oleh anggota organisasi atau kelompok serta dijadikan sebagai pedoman bagi sikap dan pemecahan persoalan yang dihadapi (Hodge & Anthony, 1988) dan merupakan proses sosialisasi anggota organisasi untuk membuatkan persepsi, nilai, dan keyakinan terhadap organisasi (Sonhadji, 1991) berdasarkan spirit dan keyakinan tertentu yang dianut organisasi.
Ada seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi. Riset yang paling gres mengemukakan tujuh karakteristik primer berikut yang menangkap hakikat dari budaya suatu organisasi. Tujuh karakteristik budaya organisasi tersebut, yaitu: (1) penemuan dan pengambilan risiko, sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko, (2) perhatian ke rincian, sejauh mana para karyawan diharapkan mem-perlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian kepada rincian, (3) orientasi hasil, sejauh mana administrasi memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang dipakai untuk mencapai hasil itu, (4) orientasi orang, sejauh mana keputusan administrasi memperhitungkan imbas hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu, (5) orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu, (6) keagresifan, sejauh mana orang-orang itu bernafsu dan kompetitif dan bukannya santai-santai, dan (7) kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo daripada pertumbuhan (Robbin, 2003).
Sehubungan dengan itu, Harris (1998) mengemukakan ciri-ciri budaya dalam organisasi yang disebut sebagai dimensi dari organisasi. Ciri-ciri tersebut, yaitu:
“…..(1) tujuan dan misi, (2) sikap, keyakinan, prinsip-prinsip, dan philosophi, (3) perioritas, nilai, etika, status, dan system hadiah, (4) norma dan peraturan, (5) desain struktur organisasi, dan teknologi, (6) kebijakan, prosedur, dan proses-proses, (7) system komunikasi, bahasa, dan terminologi, (8) pengawasan, pelaporan, dan praktik personal, (9) membuat keputusan, memecahkan masalah, dan resolusi konflik, (10) kompensasi, pengakuan, dan promosi, (11) ruang dan lingkungan kerja, dan (12) kepemimpinan”.
DeRoche (1987) mengemukakan empat ciri budaya organisasi yang efektif sebagai berikut: (1) struktur dan perintah, (2) pinjaman bagi interaksi social, (3) pinjaman bagi kegiatan-kegiatan intelektual atau belajar, dan (4) janji yang berpengaruh terhadap visi dan misi organisasi. Sedangkan hasil penelitian Soetopo (2001) ada dua belas karakteristik budaya organisasi, yaitu: nilai-nilai keteladanan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, tata aturan/norma, dukungan, identitas, hadiah, performansi, toleransi konflik, toleransi resiko, dan upacara simbolik.
Budaya organisasi muncul dalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tidak tampak (intangiable) dan dimensi yang tampak (tangiable). Dimensi yang tidak tampak yaitu meliputi: spirit/nilai-nilai, keyakinan, dan idiologi yang dimanifestasikan dalam dimensi yang tampak, meliputi: kalimat, baik tertulis maupun verbal yang digunakan, sikap yang ditampilkan, bangunan, fasilitas, serta benda yang dipakai di sekolah (Calldwell dan Spinks, 1993).
Sedangkan Sergiovanni (1987:128) mengutip pendapat Lundberg menyebutkan bahwa budaya organisasi muncul dalam empat tingkatan, yaitu (1) artifacts, (2) perspectives, (3) values, dan (4) assumption. Pada tingkatan artifacts, budaya organisasi terwujud dalam cerita/kisah, mitos, ritual, seremoni, serta produk-produk yang merupakan yang merupakan simbolisasi nilai-nilai. Wujud budaya organisasi pada tingkatan perspectives ialah peraturan-peraturan dan norma yang dijadikan contoh dalam menuntaskan problema yang dihadapi oleh organisasi dan menjadi pedoman bersikap dan berperilaku anggota.
Wujud budaya organisasi pada tingkatan values ialah nilai yang dijadikan contoh dalam segala keputusan dan tindakan anggota organisasi serta yang mencerminkan tujuan, identitas, dan standar evaluasi terhadap segala sesuatu. Sedang wujud budaya organisasi pada tingkatan assumption merupakan pandangan anggota organisasi mengenai dirinya dan orang lain yang mengarahkan pada korelasi antara dirinya dengan orang lain daerah ia berada.
Budaya organisasi menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi. Fungsi-fungsi budaya organisasi, yaitu: (1) berperan memutuskan tapal batas; artinya budaya membuat perbedaan yang terperinci antara satu organisasi dan yang lain, (2) membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, (3) mempermudah timbulnya janji pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri eksklusif seseorang, dan (4) meningkatkan kemantapan sistem sosial organisasi (Robbin, 2003). Senada pendapat tersebut di atas, Greemers & Reynold (1993) mengemukakan bahwa fungsi budaya organisasi ialah (1) memperlihatkan rasa identitas kepada anggota organisasi, (2) memunculkan janji terhadap visi dan misi organisasi, (3) membimbing dan membentuk standart sikap anggota organisasi, dan (4) meningkatkan stabilitas sistem sosial.
Khususnya fungsi keempat, baik yang dikemukakan oleh Robbin maupun Greemers & Reynold tersebut di atas, budaya organisasi merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memperlihatkan standar-standar yang sempurna untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh anggota-anggota organisasi. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta sikap anggota-anggota organisasi.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, sanggup disimpulkan bahwa setiap anggota organisasi merupakan bab dari organisasi, yang secara psikologis dan emosional terhadap organisasinya akan menyatu dan melebur dengan komponen lainnya. Semakin berpengaruh ikatan psikologis dan emosional antara anggota organisasi, maka semakin berpengaruh komitmen, rasa identitas, memegang standar sikap dan mantapnya stabilitas sistem sosial organisasi.
Sumber:
- Arif S., Mirrian. 1985. Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Karunika.
- Darsono. 2009. Budaya Organisasi. Jakarta: Nusantara Consulting
- Davis, Keith, dan Newstrom, W., John. 1989. Human Behavior At Work:
Organizational Behavior. New York: Mc Graw Hill International. - Ndraha, Taliziduhu, 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta
- Ndraha, Taliziduhu. 2003. Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta
- Owens, Robert G. 1987. . Organizational Behavior in Education. New Jersey: Prentice Hall Inc.
- Rivai, Veithzal. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Edisi ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
- Robbins, Stephen P. 1996. 1996. Organizational Behavior: Concepts, Controversies, Aplications. New Jersey: Englewood Cliffs.
- Sagala, Syaiful. 2008. Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
- Sunarto, Herawati Jajuk. 2002. Manajemen. Yogyakarta: BPFE. UST.
- Thoha, Miftah. 2009. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
- Wibowo dan Phil, M. 2010. Budaya Organisasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumber https://www.asikbelajar.com