Friday, June 15, 2018

√ Budget Travel: Wisata Budaya Tana Toraja

Kenapa harus ke Tana Toraja?


Itu alasannya ialah aku menyukai wisata yang berbau budaya. Semakin  banyaknya budaya abnormal yang masuk, mereka mulai terkontamisi dengan dunia barat yang dianggap lebih kekinian dan mulai lupa

dengan budaya dan adab istiadat sendiri.


Di sini, Tana Toraja, aku sanggup mengenal budaya dan adab yang tidak ada di daerah lain bahkan di dunia manapun.


Bagaimana perjalanan ke Toraja?


Itu alasannya ialah aku menyukai wisata yang berbau budaya √ Budget Travel: Wisata Budaya Tana Toraja

Foto oleh Korlena


Berangkat dari Jakarta dengan memakai pesawat, aku mendarat di Makassar. Saya ialah pemburu tiket promo, jadi sudah jauh-jauh hari aku menyiapkan perjalanan ini dengan planning yang cukup rapi.


Dari Makassar menuju Toraja membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Berdasar informasi yang aku dapat, aku perlu berangkat dari Makassar menuju Toraja pada malam hari pukul 21.00 waktu setempat. Karena malamnya kita sanggup tidur di bus. Keesokan pagi, setibanya di sana aku sudah siap untuk melanjutkan perjalanan dan berkeliling-liling Tana Toraja. Energi sudah terisi kembali.

Untuk tiket bus ke Toraja harganya Rp 150.000,- hingga Rp 180.000,- per orang.


Untuk memaksimalkan petualangan di Toraja, aku menentukan untuk menyewa kendaraan bermotor. Tempat lokasi wisata yang berada di cuilan utara dan berseberangan di selatan, menciptakan aku harus mengambil alternatif dengan pergerakkan yang gesit dan motor ialah jawabannya. Kendaraan yang aku sewa ialah kendaaran yang aku sewa dari daerah penginapan. Karena kita akan sanggup harga diskon double.


Dimana kau akan menginap?


Tana Toraja menyediakan banyak daerah penginapan alasannya ialah memang lokasinya sebagai daerah wisata. Ada beberapa rekomendasi penginapan murah yang aku sanggup yaitu Wisma Maria I di kota Rantepao dan Mama Rina Homestay di Batutumonga. Dari keduanya aku tidak terlalu sreg, dan alhasil pilihan aku jatuh ke wisma Monica dengan tarif Rp 250.000,- ribu per malam. Walaupun sedikit mahal per malamnya di banding dengan anjuran penginapan dengan harga Rp 90.000,- tapi penginapan ini jauh lebih nyaman.


Kemana kau akan pergi?


Itu alasannya ialah aku menyukai wisata yang berbau budaya √ Budget Travel: Wisata Budaya Tana Toraja

Ne’ Gandeng – Foto diambil dari Kompas


Berkunjung ke Museum Na’ Gandeng’ kita sanggup melihat proses pemakaman adab Toraja yang khas. Awalnya Ne’ Gandeng dipakai untuk pelaksanaan prosesi pemakaman tokoh Ne’ Gandeng yang berjasa di Tana Toraja. Namun, kini ini, semua warga Tana Toraja boleh menggunakannya.


Itu alasannya ialah aku menyukai wisata yang berbau budaya √ Budget Travel: Wisata Budaya Tana Toraja

Pallawa – Foto diambil dari wisatamu


Untuk sekedar melihat-lihat mirip apa rumah adab Toraja, tak ada salahnya aku berkunjung ke Pallawa. Rumah adab Toraja dinamakan Tongkonan dengan atap melengkung mirip bahtera dan terbuat dari bambu yang disusun kuat. Kalau di setiap sudut ruang kelas terdapat foto presiden dan wakilnya serta burung garuda, di sini terdapat susunan tanduk kerbau di cuilan depannya.


Itu alasannya ialah aku menyukai wisata yang berbau budaya √ Budget Travel: Wisata Budaya Tana Toraja

Batutumonga – Foto dari Andina Laksmi


Hamparan sawah yang luas dan kerikil batu besar teronggok di sembarang tempat, ialah kuburan kerikil bagi warga Toraja di Batutumonga. Satu keluarga mempunyai satu batu. Wisata ini memang cukup menyeramkan alasannya ialah identik dengan mayat dan kuburan. Tapi panorama dari atas lereng Gunung Sesean ini begitu memanjakan mata. Sawah tersusun rapi berterasering. Seperti sawah-sawah manis di Bali yang sering terekspose televisi.


Itu alasannya ialah aku menyukai wisata yang berbau budaya √ Budget Travel: Wisata Budaya Tana Toraja

Bori – Foto oleh Setiawan Danu


Selain kuburan yang berada di batu-batu besar, Toraja juga mempunyai kuburan lapangan rumput, Bori. Untuk masuk, aku dipungut biaya masuk sebesar Rp 10.000,-. Saya mirip diajak ke zaman purbakala dulu dengan adanya menhir (batu berdiri) yang biasa aku dengar dalam pelajaran sejarah.


Itu alasannya ialah aku menyukai wisata yang berbau budaya √ Budget Travel: Wisata Budaya Tana Toraja

Kete Desu – Foto dari Febby


Kete desu, kuburan ini berusia ribuan tahun. Begitulah yang aku dengar  dari warga lokal di sini. Kuburan kerikil yang ibarat sampan. Cukup merinding saat aku melihat sisa-sisa tengkorak dan tulang insan awut-awutan di samping peti jenazah.


Apa yang kau makan?


Tidak perlu cemas untuk berburu kuliner di Tana Toraja yang identik dengan kuliner berbahan dasar daging babi. Ada juga pengganti daging babi untuk muslim, yaitu dengan daging ayam atau ikan. Makanan pertama yang aku buru ialah pa’piong burak.


Kalau di tanah Jawa, pa’piong burak mirip dengan pepes. Hanya saja bedanya terletak pada cara pemasakan. Makanan khas Toraja tersebut di bakar di batang bambu yang dilapisi daun pisang. Perpaduan rempah yang lengkap dengan daging ayam, menciptakan pengecap tak ingin berhenti mengunyah.


Beberapa hari berlibur di sana, aku tak mau ketinggalan untuk mencicipi  kuliner lainnya. Ada juga pamarrasan. Sebenarnya kuliner ini juga berbahan dasar daging babi,  tapi utuk muslim sanggup diganti dengan ikan. Dari tampilan, pamarrasan mirip mirip rawon hanya saja kuahnya sedikit. Untuk kuliner yang segar-segar, aku sanggup menikmati kuliner berkuah pantollo’ uwai, sopnya orang Toraja. Hanya saja namanya yang unik menciptakan aku ingin mencicipinya.


Hampir di warung makan terdapat sambel. Sambel ini terbuat dari sambal khas Toraja, Tu’tuk Lada Katokkan. Ah, pedasnya nendang banget hingga ke perut saya.


Jauh-jauh hari sebelum kedatangan aku ke sini, teman-teman meminta buah tangan berupa kopi Toraja. Katanya rasanya berbeda dari tempat-tempat lainnya, yakni rasa tanah dan hutan dan sehabis aku coba, memang benar adanya. Namun, aromanya begitu menusuk hidung saat segelas kopi tersaji di depan saya.



Sumber https://phinemo.com