Ketika pergi ke suatu tempat, tentu kita pernah bertemu dengan bermacam-macam jenis traveler. Bagi saya sendiri, bertemu bermacam-macam orang dari bermacam-macam tempat, bermacam-macam background, dan bermacam-macam model ialah hal yang menciptakan perjalanan itu sendiri menarik. Karena tak jarang, orang-orang tersebut menunjukkan pelajaran hidup kepada kita lewat cerita-cerita kehidupan yang mereka bagi selama perjalanan. Atau lewat mereka pula lah terkadang kita menerima ilmu, pekerjaan, bahkan ada yang hingga menerima jodoh.
Tetapi tidak sanggup dipungkiri, bahwa tidak semua traveler yang kita temui itu nyenengin. Karakter insan itu berbeda-beda. Penerimaan masing-masing orang pun berbeda.
1. Meninggalkan jejak di sana-sini
Meninggalkan jejak yang saya maksud bukan jejak langkah kaki. Tetapi lebih kepada penandaan daerah yang mengarah pada perusakan lingkungan. Misal, agresi vandalisme. Mencoret kerikil hingga menggurat pohon ialah bentuk kenorakan besar. Biarpun, adakala maksud mereka ialah agresi romantisme sekalipun.
2. Traveler yang menganggap setiap tempat, ialah “dump” yang paling indah
Di daerah yang disediakan daerah sampah saja kita akan sering mendapati sampah berceceran di mana-mana. Seolah-olah, seluruh hamparan daerah di muka bumi ialah daerah sampah yang paling indah.
Parahnya, di daerah yang tidak disediakan daerah sampah menyerupai di gunung, para traveler ‘menyebalkan’ dengan ringan tangannya tetap membuang sampah sembarangan.
“Cuma sampah plastik kecil satu, kok. Tidak akan berdampak apa-apa,” sering dengar komentar menyerupai itu? Atau jangan-jangan malah kita sendiri yang pernah mengucapkannya?
Kalau semua orang berpikir hanya satu, satu-satu itu akan jadi seribu. Dan yang seribu itu sanggup jadi se-gunung. Jadi, mari biasakan, membuang sampah ‘tepat’ pada tempatnya.
3. Traveler yang narsis luar biasa, hingga ogah pergi dari ikon wisata
Ini ialah sikap traveler narsis yang biasanya tiba beramai-ramai. Biasanya mereka bawa tongsis, atau bila tidak setting kamera memakai timer, lantas berfoto di ikon yang menjadi ciri khas daerah wisata.
Sangat masuk akal sebenarnya. Tapi, akan sangat menyebalkan bila mereka terus saja ngendon di sana, tanpa beranjak.
Bayangkan saja, betapa menyebalkannya ketika harus menunggu misal 6 orang gerombolan hanya untuk sekadar berfoto di depan nama sebuah tempat. Dari 6 orang itu, masing-masing orang ingin berfoto sendiri-sendiri. Anggap saja setiap orang butuh 10 detik untuk menerima satu gambar yang benar-benar bagus. Di kali 6 berarti 1 menit. Kemudian, masing-masing orang itu ingin berfoto dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, lima-lima, kemudian berenam. Lantas, mereka berkali-kali ganti pose, dan berkali-kali ganti angle foto demi mencari-cari arah pencahayaan yang tepat. Menunggu orang model begini sanggup bikin kita tumbuh uban.
Mari guys kita tingkatkan kesadaran “Orang lain juga punya instagram yang butuh diupdate!” #eh.
4. Traveler yang cinta mati pada kesehatan
Cinta kesehatan di manapun berada, wajib hukumnya. Tak mau dong setelah seneng-seneng malah jadi sakit?
Tapi, pernahkah Anda berjumpa dengan orang yang sangat cinta kesehatan, tapi malah justru ia jadi punya ketakutan berlebihan pada apapun?
Tak enaknya pergi dengan orang model begini ialah kita jadi tidak sanggup fleksibel dengan keadaan, dan yang niscaya ribet. Baru mau cari makan saja harus benar-benar melihat kondisi daerah makannya, bahkan harus dibelain melongok ke daerah cucian piring.
Kadang pun, harus menunggunya menghitung asupan kalori, lemak dan vitamin sewaktu pilih menu. Sedikit-sedikit pakai handrub. Apapun dilap handrub. Habis pegang apapun pakai handrub lagi.
5. Traveler yang Manja
“Ahh,aku capek!Tungguin!” Padahal gres jalan sanggup 100 meter.
“Bawain tasku, dong!” Padahal tas kita sama bahkan lebih berat.
“Udah di sini aja. Di sini juga manis kok, Di sana jauh, jalannya panas pula.” Padahal hanya butuh beberapa jengkal kau sudah sanggup menerima view yang jauh lebih oke.
“Ahh, kenapa sih busnya buruk ? Nyebelin banget! Bikin pengen muntah!” Padahal itu bus satu-satunya dan yang terakhir.
Kalau yang manja ialah mitra atau orang akrab Anda sendiri, tentu Anda sudah paham kadar kemanjaannya. Jadi, Anda sanggup mengira-ngira semenjak awal kadar kesabaran yang nanti bakal Anda butuhkan.
Tapi bila ini terjadi dikala open trip dan yang manja bukan orang yang akrab dengan Anda? Sabar menjadi satu-satunya solusi.
6. Traveler Pembohong
Pernah bertemu orang yang mengaku hobi traveling tapi ternyata seorang pembohong? Dia bercerita panjang lebar perihal dirinya, perihal semua perjalanannya yang pernah ke puluhan negara, tapi ternyata semua itu hanya identitas palsu?
Apapun alasannya orang yang berbohong itu buat saya tidak sanggup dibenarkan. Apalagi bila kebohongannya hingga dipakai untuk tindakan kriminal. Anda harus waspada pada tipe orang menyerupai ini.
7. Traveler Tukang Cari Jodoh
Traveler tipe ini juga menyebalkan. Sebenarnya, tak ada yang salah kok, bila niat Anda traveling sekedar untuk cari jodoh. Tapi, bila ini menciptakan Anda jadi, maaf, sangat murahan, lain lagi ceritanya.
Misal, gres bertemu, eh, udah bersikap sok dekat. Sampai kemana-mana didempelin terus. Atau gres ketemu sekali, udah ngejar-ngejar. Minta kontak, begitu dikasih, eh, tiap hari tiap jam, telpon atau sms sekadar menanyakan hal-hal yang tak penting
Kalau cinta berbalas sih, oke. Kalau cuma sepihak?
8. Traveler yang ogah berbagi
Menyebalkan ketika traveling bersama orang yang pelit. Orang semacam ini susah-susah praktis menghadapinya. Paling repot, bila mengajak orang pelit, naik gunung. Saking pelitnya, orang itu kita mintai minum saja hingga tidak boleh. Kalau alasannya alasannya kesehatan kan sanggup tinggal bilang,
“Mulut botolnya jangan hingga kena ekspresi ya?”
Atau bila tidak, “Mana sini botolmu, saya tuang,”
Tapi, bila alasan pelitnya karna faktor keegoisan, ya saran saya sih, sebisa mungkin hindari mengajak orang semacam ini bila Anda tak mau makan hati.
Well, sebelum menjudge orang itu pelit ada baiknya, cek juga diri kita. Adakah sikap kita yang menciptakan orang itu pelit? Jangan-jangan itu terjadi karena kita sendiri yang menjadi insan keterlaluan tak bermodal?
9. Traveler yang tidak menghargai peraturan lokal
Sebuah daerah itu peraturannya dibentuk berdasar penduduk yang mendiami wilayah tesebut , bukan berdasar turis yang datang. Jadi, sudah seharusnya kita menghargai aturan-aturan yang ada.
Misal, tidak boleh memasuki daerah yang dikeramatkan alasannya dianggap sebagai daerah dewa.
Kita, tidak nekat memasuki, bukan berarti kita mempunyai keyakinan yang sama. Tetapi tidak nekat memasuki, ialah symbol penghargaan kita.
Ingatlah selalu peribahasa ini:
“Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”
Sayangnya ada saja orang yang nekat melanggar aturan.
Tahu Ranu Kumbolo? Harusnya, Ranu Kumbolo juga tidak boleh untuk berenang. Tapi, ada saja yang nekat. Bahkan, film 5 cm yang menciptakan nama daerah ini makin populer pun justru menunjukkan teladan pelanggaran yang nyata.
10. Traveler yang suka membawa oleh-oleh
Oleh-oleh yang saya maksud ialah barang-barang yang selayaknya tidak untuk dibawa pulang. Misal bunga edelweis, ataupun pasir pantai.
Sebagai seorang traveler, apalagi bila daerah yang kita kunjungi ialah alam. Ada baiknya ingat selalu 3 prinsip para pecinta alam:
- Jangan mengambil sesuatu kecuali gambar
- Jangan Meninggalkan apapun kecuali jejak kaki
- Jangan Membunuh apapun kecuali waktu
Sudah saatnya, kita menggalakkan slogan “Keep traveling dan mari sayang lingkungan” supaya kondisi alam kita senantiasa terawat.
Baca juga:
- Tak Perlu Panik Saat Terjadi Turbulensi Pesawat, Ini Alasannya
- Naik Pesawat Pertama Kali, Seorang Pemuda Buka Pintu Darurat dengan Alasan Mencari Angin
- Fasilitas Jalan Malioboro Makin Lengkap dengan Keran Air Siap Minum
- Ruwat-Rawat Borobudur, Hajatan Candi Terbesar di Indonesia
- Menurut Penelitian, Orang yang Hobi Traveling Lebih Bahagia
Sumber https://phinemo.com