Persebaran guru yang tidak merata menjadi masalah klasik yang tak kunjung selesai.
Wapres Jusuf Kalla mewacanakan untuk mengakibatkan guru sebagai pegawai negeri sipil (PNS) nasional. Sehingga mereka dapat dipindah-pindah sesuai kebutuhan.
Wapres Jusuf Kalla mengungkapkan dikala ini rasio secana nasional guru dan siswa itu bahwasanya telah diangka 1:18.
Jumlah tersebut hanya terpaut satu angka dibandingkan Jepang yang punya rasio guru siswa 1:17. Tapi, persebaran guru di Indonesia masih belum merata.
Penyebab utamanya yaitu guru menjadi pegawai daerah sesudah ada otonomi.
“Kita nomor 2 di Asia dari perbandingan guru dengan murid. Makara mestinya efisien. Kenapa itu terjadi? alasannya distribusinya yang tidak baik jawaban otonomi pegawai negeri,” ujar JK dikala membuka Kovensi Nasional Pendidikan Nasional VIII di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Rabu malam (12/10) lalu.
JK mengibaratkan bakal sulit memindah guru dari kabupaten Bogor ke Sukabumi. Meskipun di Sukabumi ada kekurangan guru misalnya.
“Ada fikiran untuk memperlihatkan suatu fungsi nasional kepada guru sehingga kita dapat pindah-pindahkan, yang mana kekurangan pindah kesitu,” imbuh dia.
Selain itu, guru yang dikala ini menjadi pegawai daerah itu rawan terseret arus politik pada dikala pemilihan kepala daerah.
Bahkan, ada guru yang terlibat menjadi tim sukses bupati atau wali kota. Bila calon kepala daerah terpilih maka guru tersebut dapat menjadi kepala dinas.
“Kalau kalah ditempatkan di kecamatan yang jauh, ya apa boleh buat kan. Ini kita harus hindari itu,” ujar JK.
Semestinya guru dikala ini harus lebih profesional. Lantaran, sumbangan untuk guru juga sudah lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai negeri sipil yang satu golongan.
Apalagi, anggaran pendidikan yang punya porsi 20 persen dari APBN itu sekitar 60 persennya dipergunakan untuk keperluan guru.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata menuturkan pemindahan guru dari PNS daerah ke sentra itu dapat saja terjadi. “’Tetapi alasannya terkait dengan aturan, maka undang-undangnya harus diubah dulu,”’ katanya.
Pejabat yang dekat disapa Pranata itu menjelaskan, status kepegawaian guru diantaranya terikat dengan UU Otonomi Daerah.
Pranata menjelaskan pendidikan usia dini, dasar dan menengah itu yaitu kewenangan pemerintah sentra yang diotonomikan ke daerah. Sementara untuk pendidikan keagamaan dan pendidikan tinggi tetap terpusat.
Pendidikan keagamaan di bawah Kementerian Agama (Kemenag) sementara pendidikan tinggi di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti).
“’Berdasarkan ketentuan otonomi daerah itu, maka PNS guru paud, dasar, dan menengah menjadi pegawai pemda,” tuturnya.
Aturan yang berlaku dikala ini yaitu PNS guru paud, SD, dan Sekolah Menengah Pertama yaitu milik pemerintah kabupaten dan kota. Sedangkan untuk PNS guru Sekolah Menengan Atas dan Sekolah Menengah kejuruan menjadi pegawai pemerintah provinsi.
Dirinya juga menjelaskan jikalau nanti UU wacana otonomi daerah direvisi dan menyasar urusan pendidikan, dapat saja PNS guru berganti jadi pegawai pusat. Dia mengakui bahwa distribusi guru PNS terjadi ketimpangan antara tempat perkotaan dengan pedalaman.
Untuk mengatasi kesenjangan guru berkualitas itu, Kemendikbud menciptakan aktivitas pengiriman guru garis depan (GGD). Guru-guru penerima aktivitas GGD ini tetap berstatus PNS daerah.
Namun mereka terikat kontrak untuk bersedia di tempatkan di daerah terluar, terdepan, dan terpencil (3T). Tahun ini kukota GGD mencapai 7.000 kursi.
Sumber http://www.pgrionline.com