Perjalanan pulang dari Surakarta mengantarkanku ke Masjid Al-Aqsha yang berada di Simpang Tiga Kota Klaten. Takjub luar biasa saat memasuki masjid sebesar dan semegah ini. Masjid dengan nuansa coklat marmer ini membuatku merenung.
"Rugi ya, jikalau ada orang yang menganggap masjid hanya sebagai daerah berhenti apalagi hanya sebagai daerah buang air". Padahal masjid mempunyai banyak fungsi yang dapat dimaksimalkan. Apalagi jikalau dirunut dari segi historisnya.
Melalui goresan pena ini saya tidak menguraikan fungsi-fungsi itu. Saya hanya teringat sebuah ungkapan yang dulu pernah saya baca di buku Sistem Perkaderan Ikatan (SPI IMM). Tertulis dengan terang bahwa kader yang lulus Darul Arqam Dasar (DAD) mempunyai kompetensi untuk menyebabkan masjid sebagai basis pergerakan.
Basis pergerakan seringkali dimaknai bahwa masjid menjadi sentra dalam melakukan aneka macam macam kegiatan. Mulai dari acara ritual keagamaan, pendidikan hingga sosial. Indah memang bila itu semua berhasil dilaksanakan.
Mewujudkan masjid sebagai basis pergerakan tidaklah mudah. Apalagi melakukan acara yang berkaitan dengan jamaah. Jamaah diperlukan dapat berperan ini-itu.
Namun seringkali kita lupa. Sebelum berharap muluk-muluk, kita belum menyebabkan masjid sebagai basis pergerakan kita sebagai individu atau anggota keluarga. Kita terlalu fokus pada impian "seharusnya dia, seharusnya mereka menyerupai ini bla bla bla".
Padahal masjid sebagai basis pergerakan harus dimulai dari diri kita sendiri dan orang-orang terdekat. Pergerakan dimulai dari bergeraknya kita ke masjid. Minimal untuk shalat berjamaah di masjid lima kali dalam sehari. Lebih baik juga mengajak anggota keluarga untuk membiasakan denga rutinitas shalat berjamaah. Berawal dari menggerakan diri sendiri menuju masjid sebagai basis pergerakan.
Klaten, 5 Februari 2019 Sumber http://rahmahuda.blogspot.com
"Rugi ya, jikalau ada orang yang menganggap masjid hanya sebagai daerah berhenti apalagi hanya sebagai daerah buang air". Padahal masjid mempunyai banyak fungsi yang dapat dimaksimalkan. Apalagi jikalau dirunut dari segi historisnya.
Melalui goresan pena ini saya tidak menguraikan fungsi-fungsi itu. Saya hanya teringat sebuah ungkapan yang dulu pernah saya baca di buku Sistem Perkaderan Ikatan (SPI IMM). Tertulis dengan terang bahwa kader yang lulus Darul Arqam Dasar (DAD) mempunyai kompetensi untuk menyebabkan masjid sebagai basis pergerakan.
Basis pergerakan seringkali dimaknai bahwa masjid menjadi sentra dalam melakukan aneka macam macam kegiatan. Mulai dari acara ritual keagamaan, pendidikan hingga sosial. Indah memang bila itu semua berhasil dilaksanakan.
Mewujudkan masjid sebagai basis pergerakan tidaklah mudah. Apalagi melakukan acara yang berkaitan dengan jamaah. Jamaah diperlukan dapat berperan ini-itu.
Namun seringkali kita lupa. Sebelum berharap muluk-muluk, kita belum menyebabkan masjid sebagai basis pergerakan kita sebagai individu atau anggota keluarga. Kita terlalu fokus pada impian "seharusnya dia, seharusnya mereka menyerupai ini bla bla bla".
Padahal masjid sebagai basis pergerakan harus dimulai dari diri kita sendiri dan orang-orang terdekat. Pergerakan dimulai dari bergeraknya kita ke masjid. Minimal untuk shalat berjamaah di masjid lima kali dalam sehari. Lebih baik juga mengajak anggota keluarga untuk membiasakan denga rutinitas shalat berjamaah. Berawal dari menggerakan diri sendiri menuju masjid sebagai basis pergerakan.
Klaten, 5 Februari 2019 Sumber http://rahmahuda.blogspot.com