Muhammad Rafi Addin ketika melihat poster di salah satu toko buku. |
Cerita ini berawal dari keterkejutan saya ketika mendengar perkataan istri jika tinggi tubuh Rafi (anak kami) kurang satu sentimeter. Ia memakai buku kartu menuju sehat sebagai perbandingan/ tolok ukur tinggi tubuh anak. Keterkejutan ini menggeser kegembiraan mendapatkan uang transpot monev ppg sebesar 150 ribu siang tadi.
Saya tidak berkomentar apapun sehabis mendengar curhatan dari istri saya wacana keadaan Rafi. Komentar tanpa pengetahuan niscaya hanya akan memperburuk situasi. Pikirku lagi, situasi besok sanggup semakin jelek jika ada orang luar mengomentari tinggi tubuh Rafi.
Komentar orang cenderung kejam. Orang berkomentar sering kali tanpa dasar pengetahuan yang cukup. Parahnya lagi, komentar yang belum tentu benar dilontarkan berkali-kali. Saya membayangkan perasaan istri saya mendengar komentar-komentar ngawur wacana tinggi tubuh Rafi. Perasaan istri saya mungkin menyerupai hati yang hancur ditembak senapan mesin.
Pertimbangan itulah yang membawaku pada sebuah gagasan untuk memeriksakan Rafi ke dokter ahli. Pendapat dokterlah satu-satunya alat yang sanggup dipakai untuk mengalahkan komentar ngawur dari orang-orang. Saya mantab harus periksa ke dokter sebab dokter jugalah yang mempunyai kewenangan untuk mengasesmen keadaan anak. Lebih penting lagi pendapat dari dokter terbukti sanggup memantapkan orang renta "sok intelektual" menyerupai kami.
Tanpa basa-basi, berbekal uang Rp 150.000 seketika itu juga kami bertiga berangkat ke dokter seorang andal anak yang populer di Kota Magelang. Namanya dr. Soelistiyono, Sp. A. Beliau berpraktek di RS swasta populer di kota Magelang dan praktek berdikari di salah satu apotek di sebelah timur Hotel Sriti.
Dr. Soelistiyono, Sp.A. ketika menilik Rafi tidak melihat adanya gejala gangguan. Beliau lalu menanyakan pembanding yang kami gunakan untuk membandingkan tinggi tubuh Rafi. Kami tunjukkan tabel tinggi tubuh yang ada di buku kartu menuju sehat.
Dr. Soelistiyono, Sp.A. menyampaikan jika tabel ini tidak valid dipakai untuk membandingkan tinggi tubuh anak Indonesia. Tabel ini di bawahnya tertulis berumber dari WHO. Tidak ada keterangan bahwa WHO melaksanakan penelitian terhadap tinggi tubuh anak Indonesia. Padahal anak Indonesia mempunyai jenis gen yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dr. Soelistiyono, Sp.A. menanyai tinggi tubuh Rafi ketika lahir. Beliau menghitung dengan rumus berbeda. Diperbandingkan juga dengan berat tubuh dan usia Rafi. Kesimpulannya tinggi badannya normal, bahkan melebihi beberapa centimeter dari hasil yang disebutkan dokter.
Rumus yang dipakai lebih kompatibel untuk mengukur tinggi tubuh tiap individu anak. Lebih spesifik dan sesuai dengan faktor-faktor pertumbuhan anak. Tidak memakai sumber WHO yang sifatnya global dan belum tentu sesuai dengan keadaan anak Indonesia.
Beberapa hari kemudian, saya mencocokkan tinggi tubuh Rafi dengan tabel tinggi tubuh yang ada di buku Mommyclopedia: Panduan lengkap merawat batita (1-3 tahun) karya dr. Meta Hanindita, Sp.A. Hasilnya juga normal. Buku pertolongan dari perpustakaan Kota Yogyakarta ini menguatkan jika keadaan Rafi baik-baik saja.
Alhamdulillah, uang transpot monev PPG bermanfaat di saat-saat sangat butuh. Keadaan tengah bulan menyerupai tanggal renta menimbulkan uang transportasi ini begitu berharga. Terima kasih pak Dikdo, UAD, dan Kemdikbud.
Sumber http://rahmahuda.blogspot.com