Secara umum sanggup dikatakan bahwa aturan militer memiliki arti menyerupai yang tersirat pada dua kata yang membentuknya. Oleh lantaran itu tergantung dari sudut mana kita mengertikan aturan itu. Penglihatan itu sanggup antara lain terjadi dari sudut: alamiah, susila manusia, penguasa dengan segala bentuk penguasaan tersebut, keadilan hakim, tanda-tanda dalam kehidupan masyarakat bersama, hukungan insan dengan sesama atau dengan Tuhannya, refleksi kehidupan untuk mencapai cita-citanya.
Apabila kita contohnya menyatakan bahwa aturan itu “sudah begitu dari sononya”, maka kita mengambil perilaku bahwa apa yang kita pandang telah digariskan oleh alam atau yang sudah berlaku semenjak dahulu, maka inilah hukum. dan apabila kita menyampaikan bahwa aturan ialah apa-apa yang dikehendaki oleh penguasa dengan dibantu oleh organisasi kekuasaannya, maka aturan ialah alat bagi penguasa untuk mencapai tujuannya.
Istilah militer berasal dari kata Yunani “miles” yang berarti seseorang “Warrior” yaitu seorang yang siap bertempur. Dengan demikian militer berati orang-orang yang ditugaskan untuk perang. Hal ini sekaligus merupakan suatu legalisasi bahwa suatu negara tidak akan selalu dalam keadaan damai. Adakalanya dalam keadaan perang, keadaan ancaman dan dalam keadaan pemulihan dan penjamin keamanan dan ketertiban. Memang benar apa yang dikatakan Pameo Latin: “Civis pacem para bellum”, bila kita menginginkan tenang maka siap-siaplah untuk perang. Oleh alhasil di pendidikan militer diajarkan bahwa dalam keadaan aman, siap-siaplah untuk menghadapi keadaan perang dan sejenisnya, sedangkan bila dalam keadaan perang siap-siaplah untuk menghadapi keadaan damai. Pameo ini secara terperinci memperingatkan bahwa untuk menghadapi niatniat jahat dari musuh yang hendak mengganggu tanah persana, mau tidak mau kita harus mempersiapkan orang-orang untuk menghadapi musuh itu yang bila perlu dengan peperangan di bidang matra apapun. Sepintas kemudian kelihatan seolah-olah perang bertolak belakang dengan hukum, alasannya bukankah perang berarti penghancuran, pemusnahan dan pembunuhan. Kaprikornus dalam perang, aturan seolah-olah teah digantikan dengan “brute force”. Namun demikian dari sejarah perang, kita mengetahui bahwa dalam perang berlaku juga hukum; bahkan perang itu sendiri dikendalikan oleh hukum. Selanjutnya dalam keadaan perang, janganlah berfikir seperti tidak ada ujung dari perang itu. Karenanya janganlah contohnya secara membabi buta melaksanakan politik atau perang “bumi hangus” membangun itu jauh lebih sukar dari pada merusaknya.
Maka dengan pengkaitan kata militer dengan kata hukum, sanggup berarti sebagai serangkaikan ketentuan-ketentuan menurut alasan-alasan tertingi dari kehidupan alamiah yang mengatur tentang:
- Penunjukkan dan kedudukan dari orang-orang yang ditugaskan untuk perang;
- Tingkah laris dari militer;
- Hal-hal yang menjadi kewenangan, hak dan kewajiban untuk sanggup melaksanakan tugasnya.
Apabila tunjangan arti kepada aturan dikaitkan dengan dasar, falsafah dan impian dari suatu bangsa dan negara, sudah tentu pengertian aturan militer senantiasa harus sanggup dikembalikan kepada kaitannya itu.
Sumber http://tesisdisertasi.blogspot.com