Listrik untuk Kesejahteraan Rakyat, sumber foto:
https://www.infonawacita.com/rumah-ibadah-mau-ubah-daya-listrik-bisa-dapatkan-potongan
Listrik merupakan salah satu komponen utama dalam mendukung kegiatan perekonomian. Tanpa listrik, perekonomian tidak bisa mengalir. Perekonomian akan mati dan menimbulkan dampak kerugian yang sangat besar.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahunnya, seruan listrik juga semakin meningkat. Listrik memiliki tugas utama dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, menyerupai memasak, penerangan di malam hari dan untuk industri. Di Maluku Utara misalnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang mencapai 6,1 persen, pertumbuhan lapangan perjuangan kelistrikan mencapai 15,18 persen. Meskipun demikian, pemberian lapangan perjuangan ini terhadap agregat Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku (PDRB adhb) masih kecil, yakni 0.06 persen saja.
Daya dorong kelistrikan terhadap pertumbuhan ekonomi Maluku Utara nampak besar di tahun 2015, tetapi secara kualitas masih terbilang kecil. Kondisi yang sama juga terlihat di Kabupaten Halmahera Utara (Halut). Pertumbuhan ekonomi Halmahera Utara pada 2015 yakni sebesar 6.41 persen, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Malut. Pertumbuhan lapangan perjuangan kelistrikan juga besar, yakni 11.81 persen. Meski demikian, kalau dilihat dari sharenya, lapangan perjuangan ini hanya memperlihatkan serpihan kecil terhadap camilan elok ekonomi Malut, yaitu 0.05 persen.
Penduduk meningkat, otomatis seruan terhadap pelayanan listrik dan ketenagalistrikan juga meningkat. Di Halmahera Utara sendiri, fenomena kecilnya sumbangsih kelistrikan cukup logis. Kendatipun di sisi pembangunan konstruksi kelistrikannya terus meningkat, namun dari sisi penambahan kapasitas dan kapabilitas kelistrikan masih sangat kurang. Hampir di semua wilayah Halut seringkali mengalami fluktuasi daya sehingga frekuensi pemadaman listrik begitu tinggi. Di tempat yang dikategorikan perkotaan setiap minggunya paling tidak terjadi pemadaman listrik dua kali dalam waktu yang lama. Juga tidak ada pemberitahuan resmi kapan dan berapa usang pemadaman terjadi. Itu di perkotaan, bagaimana dengan daerah-daerah yang terletak jauh dari perkotaan?.
Soal listrik bersama-sama soal kebutuhan primer untuk dikala ini. Di kecamatan Kao Teluk, Halut, kondisi kelistrikan sampai sekarang masih tergolong parah. Pasalnya, masyarakat Kao Teluk mengeluhkan pemadaman listrik yang sangat lama. Masyarakat Kao Teluk biasanya hanya bisa menikmati listrik pada malam hari. Menurut masyarakat Kao Teluk, acapkali terjadi pemadaman listrik berhari-hari dan tanpa pemberitahuan yang niscaya dari pihak terkait. Letak Kao Teluk yang sangat jauh dari sentra pemerintahan menjadikan tempat ini termarjinalkan dari sisi kelistrikan. Ini gres Kao Teluk, tempat Loloda Kepulauan lebih memiriskan lagi.
Sebenarnya pemerintah tempat telah berupaya meningkatkan pelayanan kelistrikan di Halut. Tidak hanya dalam bentuk percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan, namun juga pelayanan listrik masyarakat. Di sepanjang jalan perkotaan pun juga telah ditambah dengan akomodasi panel surya sebagai alternatif menambah kapasitas penerangan di malam hari. Tetapi hal itu tidak serta merta bisa memenuhi kebutuhan listrik seluruh kabupaten.
Dampak Ekonomi Akibat Lumpuhnya Kelistrikan
Listrik menjadi kebutuhan utama pelaku perjuangan atau industri. Di Halut sendiri, setidaknya terdapat sekitar 30 persen sampai 40 persen industri kecil sampai besar. Kapasitas dan kapabilitas kelistrikan yang begitu kecil mengakibatkan frekuensi pemadaman listrik sangat sering. Ini secara pribadi berdampak jelek merugikan pelaku usaha, terutama UMKM. Karena adanya pemadaman listrik, biasanya mereka harus menambah biaya untuk membeli minyak gensetnya. Disadari atau tidak, dalam kondisi itu juga menambah beban biaya produksi barang dan jasa. Apabila biaya produksi meningkat, maka tentu kuat pada tingkat harga produsen yang berhilir pada peningkatan harga di tingkat pedagang ke konsumen barang atau jasa.
Seukuran rumah makan saja, kerugian akhir pemadaman listrik sejam bisa mencapai rata-rata 10 persen. Kerugian rata-rata itu belum dikalikan dengan jumlah seluruh rumah makan di Halut yang sekitar 30 persen dari seluruh unit perjuangan yang ada. Belum lagi kerugian yang dialami oleh perusahaan besar, semisal perusahaan air mineral yang memakai daya yang besar. Pemadaman sejam saja bisa menjadikan kerugian jutaan rupiah. Karena imbas omset yang besar, maka dibutuhkan tenaga listrik yang besar pula untuk menghasilkan barang. Apalagi dalam perusahaan berskala besar memakai tahapan tak sekaligus untuk menghasilkan barangnya. Lagi dan lagi, perusahaan di tempat dituntut untuk menyiapkan alternatif sumber daya listriknya sendiri. Itu biayanya cukup besar dan pemerintah tidak tahu menahu soal itu.
Dampak alasannya yakni lemahnya kelistrikan Halut sebetulnya juga dirasakan dalam manajemen pemerintahan. Seringkali kegiatan manajemen pemerintahan terhenti alasannya yakni listrik mati. Bila demikian maka tentu merugikan bagi pemerintah sendiri dalam proses pelayanan masyarakat. Untuk itu, beberapa upaya alternatif hendaknya diambil untuk mendukung kapasitas dan kapabilitas kelistrikan, contohnya menambah sumber daya listrik yang gres serta memperbanyak jumlah panel surya untuk daerah-daerah yang jauh dari sentra perekonomian dan pemerintahan. Dengan demikian, jelaslah bahwa listrik yakni elemen vital untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Tak hanya itu, keterjaminan kelistrikan ke depan menjadi konsekuensi logis untuk ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pelaku perjuangan yang pada waktunya bisa membuat kesejahteraan.
Artikel ini dimuat di Koran Malut Post