Berbagai pendapatan mengenai apakah intellectual capital sanggup dilakukan atau tidak, telah berlangsung lama. Namun demikian Dave Ulrich (1998) memperlihatkan alternative pengukuran tersebut. Meneurut Ulrich, intellectual capital merupakan akad dan kompetensi dari pekerja dalam melaksanakan pekerjaanna. Dan jikalau di formulasikan menjadi :
Intellectual capital = akad x kompetensi
Perusahaan yang mempunyai karyawan dengan kompetensi tinggi tetapi komitmennya rendah, tidak akan berhasil. Perusahaan dengan karyawan yang mempunyai akad tinggi namun kompetensi yang rendah, tidak akan bisa melaksanakan sesuatu dengan cepat. Kedua faktor tersebut sangat penting dan tidak sanggup dikesampingkan. Selain itu persamaan di atas ialah perkalian, sehingga nilai yang rendah pada salah satu faktor akan mengakibatkan penurunan nilai keseluruhan intellectual capital secara siginifikan. (Sugeng, 2002: 207)
Kompetensi dan akad sanggup dikaji pada tingkat perusahaan, unit, atau tingkat individual. Misalnya, sebuah rantai restoran sanggup mengukur intellectual capital masing-masing restoran. Perusahaan tetapkan indeks dari tingkat rata-rata ketrampilan karyawan (kompetensi) dikali dengan retensi rata-rata karyawan yang sama (komitmen). Indeks intellectual capital ini sanggup dipakai untuk memprediksi hasil lainnya, ibarat loyalitas pelanggan, produktivitas, dan profitabilitas. Selain itu karyawan dimungkinkan untuk mencatat pertumbuhan intellectual capital-nya dengan melihat peningkatan pengetahuan, ketrampilan, ataupun kemampuan dalam suatu kerangka waktu dengan mengevaluasi akad terhadap tujuan organisasi. Kajian perorangan ibarat ini sanggup di akumulasikan ke dalam suatu kajian kolektif intellectual capital untuk satu unit. (Sugeng, 2002: 208)
Sumber http://tesisdisertasi.blogspot.comIntellectual capital = akad x kompetensi
Perusahaan yang mempunyai karyawan dengan kompetensi tinggi tetapi komitmennya rendah, tidak akan berhasil. Perusahaan dengan karyawan yang mempunyai akad tinggi namun kompetensi yang rendah, tidak akan bisa melaksanakan sesuatu dengan cepat. Kedua faktor tersebut sangat penting dan tidak sanggup dikesampingkan. Selain itu persamaan di atas ialah perkalian, sehingga nilai yang rendah pada salah satu faktor akan mengakibatkan penurunan nilai keseluruhan intellectual capital secara siginifikan. (Sugeng, 2002: 207)
Kompetensi dan akad sanggup dikaji pada tingkat perusahaan, unit, atau tingkat individual. Misalnya, sebuah rantai restoran sanggup mengukur intellectual capital masing-masing restoran. Perusahaan tetapkan indeks dari tingkat rata-rata ketrampilan karyawan (kompetensi) dikali dengan retensi rata-rata karyawan yang sama (komitmen). Indeks intellectual capital ini sanggup dipakai untuk memprediksi hasil lainnya, ibarat loyalitas pelanggan, produktivitas, dan profitabilitas. Selain itu karyawan dimungkinkan untuk mencatat pertumbuhan intellectual capital-nya dengan melihat peningkatan pengetahuan, ketrampilan, ataupun kemampuan dalam suatu kerangka waktu dengan mengevaluasi akad terhadap tujuan organisasi. Kajian perorangan ibarat ini sanggup di akumulasikan ke dalam suatu kajian kolektif intellectual capital untuk satu unit. (Sugeng, 2002: 208)