Belanja Iklan di Indonesia, sumber foto: dokpri.
Era digital merupakan sebuah kurun yang tak bisa kita hindari. Terlebih, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang dan tumbuh dengan cepat, segala bentuk interaksi dan transaksi kita juga kian intensif dan meningkat. Kemajuan teknologi menciptakan segala hal menjadi lebih gampang dan murah serta efisien. Salah satunya yaitu dengan hadirnya e-commerce.
E-commerce menciptakan segala bentuk perjuangan kita menjadi lebih gampang dan efisien. Ini yaitu dampak dari jumlah pengguna internet yang meningkat setiap tahunnya.
Data E-marketer (2017) menyebutkan, tahun ini jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 112,6 juta dan diperkirakan meningkat sampai menyentuh 123,0 juta pengguna di tahun 2018 nanti. Menurut hasil riset We Are Social and Hootsuite (2017), pertumbuhan jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 51 persen. Awal tahun 2017, nilai transaksi e-commerce diperkirakan telah mencapai Rp. 89 miliar. Begitu fantastis bukan?
Adanya e-commerce ini juga memperlihatkan dampak besar bagi rujukan belanja iklan. Informasi menurut gosip yang dilansir liputan6.com (2017) menyebutkan bahwa belanja iklan di Indonesia tembus angka Rp. 82,1 triliun. Kahadiran internet yang merembet munculnya e-commerce tampak cepat mengubah rujukan dan gaya hidup konsumen. Efek samping dari e-commerce terhadap pergeseran gaya hidup ini dinilai lumrah oleh eksekutif ekaekutif Nielsen Indonesia (13/09/2017). Menurutnya,“Gaya hidup konsumen yang semakin mendekat ke arah digital memengaruhi ketatnya kompetisi para penyedia jasa telekomunikasi dan layanan online khususnya e-commerce sehingga pengiklan semakin gencar beraktivitas di banyak sekali media. Terbukti pertumbuhan belanja iklan kedua kategori produk ini sangat berpengaruh pertumbuhannya dibandingkan dengan kategori produk pengiklan terbesar lainnya."
Terlihat terang pula, meski dalam rentang waktu Januari sampai Juli 2017 telah terjadi inflasi beberapa kali, kenyataannya kenaikan harga produk konsumsi yang bersifat cepat habis jauh lebih besar. Salah satu indikatornya yaitu pertumbuhan belanja iklan. Untuk telekomunikasi dan jasa layanan online saja, tahun ini pertumbuhannya masing-masing mencapai 32 persen dan 31 persen. Nilai transaksi belanja iklan keduanya telah menembus angka Rp. 3,7 triliun dan Rp. 3,2 triliun. Kalau dilihat menurut komoditas yang diiklankan, iklan makanan menyerupai snack, biskuit dan Cookies begitu mendominasi dengan pertumbuhan sebesar 25 persen dengan nilai transaksi mencapai Rp. 2,6 triliun. Komoditas yang sepertinya juga mendominasi jasa periklanan media yaitu handphone, menyerupai iklan Vivo Smartphone dan Samsung. Masing-masing iklan hp ini meningkat 59 kali dan 14 kali lipat dari tahun 2016. Nilai transaksi belanja iklannya pun relatif besar, masing-masing Rp. 462,4 miliar dan Rp. 37,2 miliar.
Meski beberapa komoditas meningkat, produk lain menyerupai rokok kretek, obat dan iklan partai politik nampaknya justru sebaliknya di semester I tahun ini. Belanja iklan untuk rokok kretek mengalami penurunan terbesar sampai mencapai Rp. 1,1 triliun, atau turun 28 persen dari periode sebelumnya di tahun 2016. Produk obat tradisional juga demikian, penurunannya pun sanggup dikatakan signifikan, yakni mencapai 50 persen. Belanja iklan partai politik juga terlihat 'lesu', dari sebesar Rp. 4,3 miliar di tahun 2016, sekarang hanya mencapai Rp. 4 miliar saja.
Kalau dilihat dari medianya, nilai transaksi belanja iklan terbesar yaitu melalui Televisi, yakni mencapai Rp. 65,1 triliun. Diikuti oleh media koran sebesar Rp. 15,1 triliun, kemudian radio Rp. 811,8 miliar dan terakhir melalui majalah atau tabloid sebesar Rp. 686,6 miliar.
E-commerce ternyata begitu berdampak pada shifting gaya hidup konsumen. Di tahun 2016 saja, pertumbuhan jual-beli online telah mencapai 62 persen, lama-lama belanja iklan dari media cetak pun akan teralihkan pada media berbasis online.(*) Sumber http://www.ngobrolstatistik.com/