Data Sampel, sumber foto:
aciknadzirah.blogspot.com/search?q=populasi-dan-sampel?m=1
Saat melaksanakan studi mengenai dampak biaya iklan terhadap volume penjualan, kita perlu mengambil sampel dari populasi target. Dari sejumlah elemen populasi, beberapa di antaranya menjadi unit observasi yang akan kita wawancarai, dalam kasus ini misalkan respondennya yaitu konsumen.
Sampel itu penting dalam rangka efisiensi studi atau penelitian. Tanpa alternatif berupa sampel, waktu, biaya, tenaga tentu tidak akan efisien dan efektif. Namun, perlu kita ketahui bersama bahwa mengambil sampel perlu keterhati-hatian. Ini merupakan konsekuen bahwa sampel itu yaitu wakilnya populasi. Jika kita salah dalam mengambil sampel, maka wakil-wakil populasi pun akan salah. Hilirnya tak hanya berdampak jelek secara metodologi, tetapi juga bagi perencanaan dan seni administrasi marketting atas produk ke depan.
Bila kita menyakini bahwa sampel itu yaitu wakil dari populasi, pastinya kita begitu jeli memerhatikan karakteristik sampel tersebut terhadap karakteristik populasi, meski informasinya bersumber secara kasat mata. Dari sini pun lalu timbul sebuah rule ekonometrika, bahwa sampel yang salah menghasilkan sebuah data "sampah" yang pada outputnya nanti menghasilkan "instrumen sampah" untuk pengambilan kebijakan. Karena sampel yang kita ambil tidak mewakili, maka inferensi kita luput dari parameter bekerjsama dalam populasi atau true parameter. Samak sekali, selang interval dogma yang berhasil kita berdiri juga jauh meleset alias tak valid dan tak reliabel.
Konklusinya menyebabkan kita berpikir ulang, bahwa justru biaya iklan tak berkhasiat dalam marketting produk kita. Padahal, aslinya jikalau sampelnya tepat, konklusinya malah sebaliknya. Ekonometrika begitu memandang serius soal data sampel yang digunakan. Banyak model-model ekonomi yang dilandasi teori yang relevan, tetapi instrumen yang dihasilkan dari analisis ekonometrika menjadi sia-sia, sumbernya? Ya, dari kesalahan pengambilan sampel tadi.
Sumber http://www.ngobrolstatistik.com/