Saturday, September 30, 2017

√ Rio Dan Nia: Cerita Kasatmata Sepasang Mahasiswa Baru

Akhirnya menerima izin untuk menuliskan kisah krusial ini. Terjadi tahun 2010 silam, ketika seluruh mahasiswa gres angkatan 2010 sedang berkunjung ke sebuah desa dalam rangkaian OSPEK membawa bendera Fakultas.


Sebelumnya perkenalkan, nama bintang film utamanya yakni Rio, seseorang yang jati dirinya sengaja dirahasiakan.


Kisah ini menyangkut pengalaman pribadinya dengan Nia, Amel, dan Tom yang waktu itu menjadi satu kelompok dan tinggal (live in) di sebuah rumah di sebuah desa di Garut, Jawa Barat.


Serangkaian kejadian di desa itu menciptakan Rio tak henti-hentinya menyesal hingga kini bila mengingatnya.


Dalam kegiatan itu, kami semua seluruh mahasiswa angkatan 2010 yang turut berpartisipasi dalam program puncak rangkaian OSPEK.


Rio, Nia, Amel, dan Tom menerima belahan untuk tinggal di sebuah rumah di pelosok desa yang diberi nama Wilayah 3 dari total 4 Wilayah yang disediakan.


Sebelum tiba ke desa itu, Rio sudah cukup terkenal di kalangan panitia OSPEK dan para pesertanya. Jadi, tak sulit bagi kami ketika itu untuk mengenali siapa Rio itu, bagaimana dekilnya ia ketika itu.


Karena kami semua ketika itu akan tinggal di sana selama 4 hari 3 malam, jadi kami semua diwajibkan untuk membawa perlengkapan full kolam kelompok pecinta alam, menyerupai sleeping bag untuk peralatan tidur pribadi, perlengkapan mendaki dan bekerja, bekal dan cemilan, dan sebagainya.


Di desa itu, dengan istilah kerennya “Berbakti Kepada Desa”, kami memang akan melaksanakan aneka macam kegiatan untuk memperlihatkan seberapa pedulinya kami kepada alam dan penduduk desa, dengan rangkaiannya antara lain: bantu-membantu membersihkan desa, memperbaiki sarana dan prasarana desa bersama warganya, dan kegiatan penting lainnya.


Di sana, kami diwajibkan untuk tinggal di rumah warga yang ada untuk menguji jiwa sosial kami. Kerenlah pokoknya.


Singkat cerita, Rio and the gangs menerima belahan untuk tinggal di sebuah rumah, sebut saja Rumah Pak Mahfud.


Keluarga Pak Mahfud ini sangat ramah, yang keramahannya pun juga terkenal di antara warga desa itu.


Ketika hingga di desa itu, kami semua (dijemur) dikumpulkan di sebuah lapangan di bawah teriknya matahari untuk mendengarkan aneka macam himbauan dari panitia pelaksana dan kepala desa.


Nah, pada hari itu, hanya Rio yang tidak membawa bekal makan siang. Ia dituduh tidak menuruti himbauan panitia yang sebelumnya sudah sangat terang diberitahukan kepada seluruh akseptor OSPEK.


Setelah ditelisik, ternyata bekal makan siang Rio itu sudah dipersiapkannya dengan sangat baik, lengkap dengan air mineral dalam kemasan gelas yang dibelinya sebelum berangkat.


Ternyata bekal makan siangnya itu jatuh dan terinjak-injak oleh kami (para bocah ingusan) yang ketika itu dengan semangatnya naik ke truk tronton sebagai transportasi utama kami mencapai tujuan.


Akhirnya, seorang panitia yang (terpaksa) baik hati memasakkan mie instan untuknya.


Setelah perut Rio terisi dan diyakini tidak akan menciptakan repot panitia lagi, ia pun disuruh kembali ke barisannya.


Setelah beberapa jam mendengar himbauan, kami semua pun diantar ke wilayah masing-masing. Tibalah Rio and the gangs (beranggotakan Rio, Tom, Nia, dan Amel) di rumah Pak Mahfud.


Rio and the gangs terdiri dari 2 pasang manusia. Saat itu Rio dan Tom (yang kini merupakan sahabat baik) tidak begitu erat sehingga Rio mau tak mau harus mengakrabkan diri dengannya.


Ketika itu Tom sangat pendiam, perasa, polos, dan memalukan (sekarang bocah yang satu ini tumbuh menjadi bocah durhaka kepada teman-teman yang memungutnya dari keterabaiannya sebagai bocah anabawang di awal perkuliahan).


Jadi, Rio agak susah mengakrabkan diri dengannya. Rio pun berusaha mendekatkan diri ke Amel dan Nia biar kehidupan mereka sebagai kelompok selama 3 malam 4 hari di rumah itu berjalan lancar.


Malam pertama, seluruh akseptor OSPEK Wilayah 3 dikumpulkan di sebuah Masjid untuk aneka macam himbauan biar kegiatan esok harinya berjalan dengan lancar.


Rio and the gangs duduk berdekatan. Setelah beberapa puluh menit mendengarkan himbauan itu, Rio memperlihatkan jawaban yang sangat baik dan sempurna sasaran sehingga menciptakan seluruh pihak yang ada di sana berdecak kagum, begitu juga dengan Nia.


Nia pun memperlihatkan komentar positif seakan mendukung penuh jawaban Rio tersebut. Itulah tanda pertama bagaimana kisah cinta mereka terekam di Garut.


Setelah itu, Rio and the gangs berjalan pulang beriringan, seakan tak ada yang bisa menciptakan kedekatan mereka retak.


Rio dan Nia berjalan di depan, sedangkan Amel dan Tom malu-malu mengikut dari belakang. Banyak sekali hal yang dibicarakan Rio kepada Nia.


Ada banyak hal pula yang menciptakan Nia tertarik kepada Rio alasannya yakni dialog mereka sangat menarik dan nyambung satu dengan yang lain.


Namun, sebuah kejadian menciptakan ‘awal cinta’ mereka hancur begitu saja. Malam itu ketika Rio and the gangs hendak tidur, Rio tidak membawa sleeping bag sebagaimana yang sudah dihimbau sebelum mereka berangkat.


Sebaliknya Rio mengeluarkan sehelai selimut tebal kucel yang belum dicuci selama 3 bulan dari tasnya. Sontak Nia teriak, “Hey! Please, jangan keluarin itu. Bau banget! Masukin lagi!”


Iya, Nia memang orangnya cerewet, tegas, judes sekaligus sadis. Rio dengan santainya menjawab, “Habis mau gimana? Kalo ngga dipake ntar saya kedinginan. Kalo saya kedinginan ntar saya cari kehangatan. Kalo saya cari kehangatan berarti saya harus meluk kamu.”


“Hih, ogah! Apapun yang terjadi jangan keluarkan selimut itu dan jangan peluk gue!” Nia masih sadis meresponnya.


Untuk mengatasi ketakutannya, Nia berjalan ke kamar Pak Mahfud dan sang istri, mengetuk pintunya sembari memanggil dan membangunkan Ibu Mahfud untuk meminta selimut.


Untung saja Ibu Mahfud orangnya sangat ramah, sehingga dengan nrimo memperlihatkan selimutnya kepada Nia dengan nrimo tanpa batas.


Setelah mendapatkan selimut dari Bu Mahfud, Nia memberikannya dengan gaya judes khas-nya kepada Rio.


“Nih, pake selimut ini!”


Saat itu jugalah Rio jatuh cinta kepada Nia, yang menurutnya sadis tapi pengertian, judes tapi tetap terlihat anggun dan keibuan.


Dan perlu diketahui, Rio and the gangs tidur berderetan di ruang tengah yang tidak lebar/luas, beralaskan sebuah permadani yang sangat hangat dan nyaman.


Berurutan, di posisi paling pojok dekat dinding ada Amel, di sebelahnya Nia, di sebelah Nia ada Rio, dan Tom yang paling cepat tidur dengan nyenyaknya berada di posisi paling pojok dekat pintu rumah.


Rio dan Nia tidur bersebelahan, dan malam itu cuma mereka berdua yang belum terlelap. Saat itu mereka menghabiskan beberapa jam menjelang tengah malam untuk mengobrol.


Saat itu pulalah Nia kembali tertarik kepada Rio, dan ketika itu juga Rio semakin tertarik kepada Nia.


Ternyata, Nia aib memperlihatkan ketertarikannya kepada Rio sehingga ia menyampaikan bahwa dirinya sudah mempunyai kekasih. Benar, Nia memang sudah punya pacar.


Hal tersebut menciptakan Rio sempat patah hati, tetapi tidak benar-benar patah hati alasannya yakni pacar Nia berada di luar kota, sehingga Nia dan sang pacar harus LDR-an.


Nia berniat untuk memanas-manasi Rio biar bisa menyembunyikan ketertarikannya pada beliau. Nia pun memperlihatkan foto pacarnya kepada Rio melalui ponselnya.


“Wanjirrr, buruk banget! Hitam, jelek, jerawatan, dekil, hih! Kok bisa kau mau sama dia? Padahal kau anggun banget!”


Rio secara impulsif mengucapkan kalimat mematikan itu. Bukan bermaksud untuk menghina, tapi apa yang dikatakan Rio kala itu memang benar adanya.


“Tapi dia pemain musik Jazz lho.”


“Iya tapi ngga buruk gitu juga. Kamu bisa sanggup pemuda ganteng, pintar, putih, dan bisa main Jazz.”


“Biarin ah!” Nia kemudian menghubungi pacarnya itu. “Halo, sayang? Kok belum tidur? Oh.. Ini saya mau tidur, besok pagi harus bangkit cepat soalnya. Kamu baik-baik ya di sana.”


Di hadapan Nia, mata Rio dengan juteknya memperhatikan setiap getaran bibir Nia yang berucap ketika bertelpon dengan kekasihnya yang buruk itu. Kemudian Rio berkata, “Heh, udah tidur sana. Berisik malam-malam telponan!”


“Hih, biarin!” kemudian Nia melanjutkan obrolannya di telepon, “Aku kabarin kau secepatnya ya. Night, muahhhh, love you.”


“Seneng banget saya denger suaranya.” pamer Nia masih tetap memanas-manasi Rio.


“Orang buruk kaya dia punya bunyi sebagus apa sih sampe kau seneng denger suaranya?” tanya Rio dengan polosnya tanpa dibuat-buat.


“Bukan bunyi dari segi vokal yang saya maksud. Denger suaranya sesudah hari ini usang banget ngga denger, saya seneng banget. Sirik aja sih. Pasti jomblo!”


“Makanya saya ngedeketin kau hehehehe………” jawab Rio singkat sambil menutup mata dan menggeserkan posisi tubuhnya lebih mendekat ke Nia.


Nia tidak berusaha menjauh, tapi juga tak berusaha mendekatkan diri. Nia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut kemudian memejamkan mata.


Tapi sebelumnya, ia masih sempat memperhatikan wajah Rio yang sudah lebih dulu memejamkan mata.


Keesokan harinya, Rio yang sebelumnya sudah terkenal di kalangan panitia dan akseptor OSPEK, menerima perhatian lebih dari seluruh pihak yang ada di Wilayah 3 ketika sedang bergotong royong mengangkat pasir dan kerikil secara estafet memakai ember.


Apapun yang diperbuatnya selalu menerima dukungan, sorak-sorai, dan elu-elu dari sesama akseptor dan seluruh panitia.


Banyak yang bahagia berada di dekatnya, terutama panitia wanita yang tertarik dengan dialog Rio yang selalu nyambung.


Di suatu momen, Rio yang ketika itu beristirahat duduk di sebuah emperan warung, didekati oleh seorang panitia wanita dan memulai dialog dengannya.


Rio dan panitia yang berjulukan Berti itu terlihat erat dengan cepat, padahal gres saja saling mengenal.


Sesekali terlihat canda-tawa yang diperagakan mereka ketika terlibat dalam dialog menarik tersebut.


Semua orang yang melihat acara mengobrol mereka tak sulit mengetahui bahwa Berti tertarik kepada Rio secara personal, dari segi asmara.


Nia yang melihat dari jauh tampak cemburu, atau setidaknya ada mimik kesal/tak suka yang tergambar di wajahnya ketika menyaksikan mereka berdua.


Mulai ketika itu, Nia bersikap semakin judes kepada Rio.


Mereka yang sejauh itu sering mengobrol bertukar pikiran wacana banyak hal, tiba-tiba saja terlihat tidak akrab, atau istilah asmaranya ‘marahan’.


Tentu saja Rio ingin tau apa penyebabnya.  Rio berulang kali memohon kepada Nia biar memberitahu apa yang menjadi penyebab kenapa Nia murka kepada dirinya.


Di malam hari, di posisi tidur yang sama, Nia selalu membelakangi Rio. Dan selalu juga, Tom yang paling cepat tidur, kemudian Amel.


Seperti biasanya juga pada malam itu, hanya mereka berdua yang belum tidur. Rio asik memperhatikan Nia dari belakang.


Setelah grasak-grusuk beberapa kali alasannya yakni tidak bisa tidur, Nia perlahan membalikkan badannya dan berusaha mengintip dari balik selimutnya, apakah Rio sudah tidur atau belum.


Rio mengetahui hal itu dan sambil tertawa berkata, “Apa lihat-lihat?”


Nia (masih) dengan judesnya menjawab, “Hih, apaan!?” kemudian membalikkan badannya kembali.


“Aku kangen ngobrol bareng kau lagi sebelum tidur. Ibarat anak kecil, ngobrol sama kau itu nina-bobo untukku.”


Nia tak menjawab. Ia hanya membisu di balik selimutnya tapi memikirkan dalam-dalam kalimat itu. Rio tak mengucapkan apapun lagi setelahnya.


Setelah beberapa usang Nia bertanya-tanya dalam hati kenapa tak ada lagi ucapan yang keluar dari verbal Rio yang selama itu sering mengganggunya, Nia pun kembali berbalik dan kembali mengintip Rio. JONK!!! Ternyata Rio sudah tertidur, dengan pulas.


Hari terakhir acara OSPEK di desa itu sebelum pulang keesokan harinya, semua akseptor yang tinggal di 4 Wilayah yang tersedia, termasuk saya yang merupakan akseptor di Wilayah 4, bergabung di sebuah lapangan kawasan kami semula berkumpul sebelum mengikuti acara terakhir di desa itu.


Aktivitas terakhirnya yakni menyusuri bebukitan yang mengelilingi desa tersebut.


Dalam satu kelompok terdapat 15 orang, di mana 15 orang tersebut merupakan perpaduan dari akseptor 4 Wilayah yang ada.


Dan kebetulan sekali, Rio dan Nia berada di antara 15 orang tersebut. Sedangkan Amel dan Tom ngga tahu bertengger ntah di mana.


Nah, ketika itu juga, Nia dan Rio salah tingkah di antara akseptor yang lain. Hanya mereka berdua yang terlihat tak berkomunikasi, dan terlihat sekali ada apa-apa di antara mereka.


Akhirya, perjalanan menyusuri bukit dimulai. Tibalah giliran kelompok Rio dan Nia untuk menyusurinya.


Nia berada di posisi paling belakang dan Rio berada di posisi paling depan. Tetapi ketika berada di tengah perjalanan, Rio sengaja keluar dari posisinya dan berjalan ke arah belakang dan berdiri sempurna di belakang Nia.


Rio dengan lembutnya berbisik dari belakang Nia, “Aku sengaja ke belakang kau buat mastiin kalo kau baik-baik aja dan kondusif di sepanjang perjalanan.”


Nia dengan sadis berkata, “Heh! Bukan elo yang nentuin keamanan gue! Lo kira gue selemah itu, ya!? Sombong banget lo!”


“Bukannya sombong. Aku diciptakan untuk melindungi cewek. Kebetulan aja kalo ternyata cewek itu kamu.”


Nia tak merespon apa-apa lagi. Tentu saja ia speechless mendengar kata-kata itu. Di sepanjang perjalanan Nia hanya melongo sambil menyusuri jalanan terjal, berlumpur dan licin alasannya yakni malam-malam sebelumnya bukit itu diguyur hujan lebat.


Semua kelompok terutama kelompok Rio dan Nia dengan susah payah mendaki bukit tersebut.


Hampir semua akseptor setidaknya pernah tiga kali terpeleset. Di satu jalan sempit, terjal, berlumpur yang parah dan tentu saja licin, Rio mendaki jalan itu dengan susah payah namun akibatnya berhasil mencapai puncaknya tanpa bantuan.


Ia sengaja berhenti dan menunggu Nia berjalan mendekat. Nia dengan susah payah melewati genangan lumpur tebal dan sangat licin sebelum hingga ke posisi jalanan terjal yang gres saja didaki Rio.


Karena posisi mereka berada di paling belakang barisan, akibatnya mereka berdua sudah cukup jauh tertinggal dari yang lain.


Rio dengan setianya menunggu Nia hingga ke tempatnya berada. Setelah Nia hingga dan tinggal mendaki jalan terjal nan licin itu, Rio dengan tulusnya mengulurkan tangan hendak memperlihatkan bantuan. Nia, tetap saja, dengan judesnya menolak uluran tangan itu.


“Apaan sih!? Udah gue bilang gue ngga lemah yang lo pikir!” Nia mengucapkan itu sambil menyingkirkan uluran tangan Rio dari hadapannya.


Setelah berkata demikian, Nia berusaha menaiki tanjakan licin itu. Namun, ia kemudian terpeleset dan terpelanting.


Wajahnya yang anggun itu hampir saja bertabrakan dengan lumpur dan bebatuan yang ada di sana.


Posisi Nia terpelanting jatuh itu benar-benar sangat lucu, dan Rio berusaha mati-matian untuk menahan tawanya. Sekali lagi Rio mengulurkan tangan untuk memberi proteksi kepada Nia.


“Pegang tanganku. Ini bukan bentuk kesombongan, tapi bentuk kepedulian untuk cewek terbaik yang kini ini eksis di depanku. Setidaknya anggap aja kaya gitu.”


Tanpa ragu lagi Nia meraih tangan itu dan menggenggamnya dengan kuat. Hidupnya seakan bergantung pada genggaman itu.


Rio pun dengan susah-payah mengangkat Nia yang bertubuh tidak mengecewakan gemuk itu ke posisinya berdiri. Nia pun terselamatkan.


Akhirnya Rio dan Nia berhasil menyusul akseptor lain yang tergabung di kelompok mereka. Hingga hingga ke belahan bukit yang dituju, tak ada lagi kata yang terucap di antara mereka.


Tetapi mereka berdua terang memikirkan rangkaian kejadian yang terjadi yang melibatkan mereka berdua secara langsung.


Hingga malam hari yang hambar dan lembab, akibatnya kami semua selesai menyusuri bukit itu dan akibatnya hingga ke lapangan kawasan pertama kami berkumpul ketika tiba di desa itu.


Kami semua duduk dibalut kehangatan mengelilingi api unggun yang besar. Nia dan Rio duduk berjauhan tetapi dari jauh saling mencuri pandang, dan malu-malu alasannya yakni beberapa kali mereka tertangkap berair saling mencuri pandang.




Baca Juga:




Catatan Perjalanan:



  1. Berpetualang 2 Hari 1 Malam di Lampung Selatan

  2. Pulau Sebuku Lampung Selatan: Menjelajahi Pulau Sebuku Besar dan Kecil

  3. Tips Mendaki Gunung Untuk Siapapun

  4. Menanjaki Gunung Ciremai, Jawa Barat

  5. Pendakian ke Gunung Cikuray, Jawa Barat

  6. Pendakian ke Gunung Merbabu, Jawa Tengah

  7. Catatan Pendakian ke Gunung Semeru, Jawa Timur

  8. Pendakian ke Gunung Sumbing, Jawa Tengah

  9. Pendakian ke Gunung Slamet, Jawa Tengah

  10. Pantai Ladeha di Nias Selatan, Sumatera Utara

  11. Wisata Singkat ke Stone Garden, Padalarang, Bandung

  12. A Short Visit to Bira Island, Thousand Islands

  13. A Day Trip Without Digital Tech

  14. Solo Trip to Taman Alam Lumbini, Berastagi, Tanah Karo

  15. [Infographic] 10 Top Travel Hacks

  16. Kunjungan ke Floating Market Lembang

  17. Gereja Katedral Jakarta: Gereja Nasrani Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga

  18. Wisata ke Tebing Keraton Bandung

  19. Menjelajahi Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah

  20. Catatan Perjalananku Menjelajahi Nusa Penida, Bali

  21. Gunung Batu Lembang, Jawa Barat

  22. Bira Island, Pulau Seribu

  23. Floating Market, Bandung

  24. Rafflesia Arnoldii, Festival Bumi Rafflesia, Bengkulu

  25. Lesehan Pancur, Curup, Bengkulu: Jamuan Siang Kala Menjelajah Bengkulu

  26. Gunung Papandayan: Sebuah Pendakian yang Cocok Menjadi Weekend Getaway

  27. Menjelajahi Mangrove Forest Nusa Lembongan, Bali

  28. Mengintip Persiapan Menyambut Flower Garden Festival 2018 di Taman Bunga Inaya, Bengkulu

  29. Fort Marlborough: Saksi Sejarah Kekuasaan Inggris di Bumi Rafflesia Bengkulu

  30. Pendakian Gunung Sindoro 3.153 Mdpl via Jalur Kledung, Jawa Tengah

  31. Barleu Coffee Bandung, Minimalis di Remangnya Bandung Malam

  32. Theme Park Hotel Resort World Genting Highlands, Kuala Lumpur

  33. Bunga Bangkai: Konservasi Amorphophallus Titanum di Bengkulu

  34. Hamparan Bunga, Pesawat, dan Indahnya Alam di Danau Mas Harun Bastari, Bengkulu

  35. Pendakian Gunung Cikuray, Garut – Jawa Barat

  36. Menelusuri Sejarah Rokok Sampoerna di House of Sampoerna, Surabaya

  37. Menikmati Sedapnya Hidangan Bubbles and Bites, Genting Highlands

  38. Menelusuri Sejarah & Perkembangan Genting Highlands di The Visitors’ Galleria

  39. First World Hotel Genting Highlands, Hotel Terbesar di Dunia Ada di Malaysia

  40. Motorino Pizza Malaysia, Sajian Lengkap ala Italia di Genting Highlands

  41. Awana SkyWay, Gondola Berlantai Kaca di Genting Highlands

  42. Singgah di Pulau Sebesi, Lampung Selatan

  43. Pengalaman Transit di My Studio Hotel City Center Surabaya

  44. Download Ebook: Tips Mendaki Gunung

  45. Menanjaki Gunung Ciremai 3.078 Mdpl, Garut, Jawa Barat

  46. The Food Factory: Sarapan Dengan Segudang Pilihan Makanan Tersaji dalam Buffet-Style

  47. Sebelum Trekking Berjam-jam, Isi Tenaga Dulu di Ikan Bakar Pesona Banyuwangi

  48. 5 Destinasi Alam Indonesia yang Wajib Dikunjungi Tahun Ini

  49. Berkunjung dan Mengeksplor Museum Negeri Bengkulu

  50. [Review PegiPegi] Dengan PegiPegi, Bepergian Tak Pernah Semudah Ini!

  51. Ambrogio Patisserie, Tempat Nongkrong Asik di Bandung

  52. Indahnya Pulau Umang-Umang di Lampung Selatan

  53. Serunya Snorkeling di Lagoon Cabe, Gunung Krakatau


  54. Lepas Suntuk di Nagisa Bali Bay View Villas yang Super Nyaman





Sumber https://walterpinem.me