Friday, September 29, 2017

√ Dongeng Perantau: [Real] Friends Will Be Friends

Friends will be friends

When you’re in need of love they give you care and attention

Friends will be friends

When you’re through with life and all hope is lost

Hold out your hand ‘cos friends will be friends – right ’till the end


written by Freddie Mercury & John Deacon – Queen


Empat tahun berlalu, sumpah serapah sepenuh hati dari masa lalu. Kutinggal tanah kelahiran, tanah pertumbuhan, dan keluarga yang sepenuh hati masih menjaga kenanganku. Kumulai menginjak kota dan suasana baru, menggenggam doa dari orang-orang tersayangku. Budaya baru, bahasa gres dan pergaulan baru.


Hari itu ialah hari kelabu bagiku. Karena banyak cita-cita pihak yang memelukku, selalu kuberikan upaya terbaikku. Baiklah. Aku tinggal di bawah atap sederhana. Tidur di kasur sederhana. Diselimuti kain sederhana. Hari itulah saya memulai hidup sebagai perantau, sebagai anak kost yang seribu lipat punya dongeng sendu.


Dunia perkuliahan perlahan mulai kucicip. Dunia perantauan terasa menyenangkan di awal, menyiksa selanjutnya. Uang kiriman mengalir setiap bulannya, cukup tak cukup sepintarku memanfaatkannya. Ada kalanya saya tak makan demi menghematnya. Di satu kisah, teman-teman mulai berdatangan ke kehidupan yang bagai dongeng fana.


Kuterima dengan baik semuanya. Bahkan kugantungkan harapanku pada mereka, supaya dapat bekerjasama, supaya dapat mendukungku menjalani kehidupan. Tak terasa waktu berjalan. Semua temanku perlahan mulai mengatakan gambaran aslinya. Aku dan semua temanku mencicipi tawa yang sama, tapi hanya beberapa yang bersedia menghadap duka.


Peluhku mengalir deras di suatu masa, oleh alasannya saatnya tiba menahan lapar yang sebelumnya tak pernah kurasa. Bahkan dihadapkan pada seribu masalah. Perlahan saya mulai rindu suasana rumah. Kehangatan peluk dan perhatian orang tuaku menjadi busur panah. Baiklah, sumpah serapah masa kemudian harus terus kupapah. Takkan kuberhenti sebelum waktunya tiba memapah.


Satu per satu dilema mulai teratasi, sendiri. Teman-temanku yang dulu meninggalkan mulai berdatangan lagi. Memberi kabar ketika perlu bantuan. Senang di sana, mulai meninggalkan. Aku pun menjadi pintar. Pintar menentukan mana yang kredibilitas mana yang hanya butuh bahagia sekedar.


Satu per satu temanku mulai menarik diri dari kebisingan kami selama ini, lagi. Tak ada maksud mencampakkan diri, dan kubiarkan kaki ini terus menopang berdiri. Kusadari, saya tak perlu sahabat membanjiri, Aku tak perlu sahabat banyak tapi hanya menyakiti. Bertahan dengan sahabat seperjuangan bila sedikit sudah kuputuskan, beberapa yang dapat kupercaya dan siap menantang sulitnya perjuangan.


Temanku pun tak sebanyak dulu. Meski sedikit, saya butuh apapun mereka siap membantu. Aku dihadapkan pada ‘pengkhianat’ pun mereka memasang tubuh untuk melindungiku.


Banyak hal yang dapat kupelajari dari semua. Uang bukanlah segalanya, namun itulah dilema utamanya. Uang dituhankan, melihat temannya kesusahan pun mereka tertawa dengan uangnya. Mereka melaksanakan tindakan dengan uangnya, meraih dengan uangnya, dan berdoa dengan uangnya.


Tuhan kah uang itu?, teriak hatiku suatu kala. Tinggal serumah kukira sudah saling percaya, tapi lagi malah kurasakan duka. Aku tak tahu menyebutnya, tapi perlahan saya mulai murka. Ada yang rela menjual temannya demi hartanya. Memakan sahabat saja mereka sanggup, apalagi memakan harta?


Semula, harapku ialah supaya dapat bekerjasama, berjuang, dan mencicipi tawa-duka bersama-sama. Namun, saya yang perlahan terbentuk cukup umur diajak melek terhadap fakta. Bukan sahabat kalau rela mempertahankan harta dalam kebersamaannya. Bukan sahabat kalau rela membiarkan temannya tersiksa. Diriku yang dulu punya banyak sahabat memang merasa bangga, namun tak semuanya bisa kupercaya menciptakan mata terbuka. Aku sekarang menjadi pemilih dalam pertemanan, terserah padamu hendak berbicara apa.


Temanku ialah keluargaku di perantauan, yakinku selalu. Namun tak semua sesuai dugaanku, tak sesuai dengan pikirku. Aku yang cukup umur sekarang menciptakan pilihan semu, terhadap mereka yang dapat menjadi topanganku, dan menjadi topangan mereka yang percaya padaku.


Tertanam dalam hatiku kini: tak perlu mempunyai sahabat seribu definisi dengan kesombongan ucapan yang tak henti, cukup beberapa yang kredibilitas dan sesuai hati. Semoga kita dapat sehati, melalui lirik di bawah ini supaya kita tak lagi tersakiti:


[Real] “Friends will be Friends, right ’till the end” – Freddie Mercury & John Deacon of Queen



Sumber https://walterpinem.me