Thursday, October 5, 2017

√ Kegilaan Geri, Mahasiswa Tak Tau Aib – Part 1

Kegilaan Geri, Mahasiswa Tak Tau Malu – Part 1 – Nah ini ada dongeng wacana seorang teman, orang asing tapi intelek. Namanya Geri, nama bahwasanya yang disamarkan. Gimana ceritanya itu? Ntar ajalah…


Awal perjumpaan saya dan dia, simpulan 2010, bahwasanya cukup romantis. Kami ketemu di kosan sahabat yang namanya Munaroh (nama samaran), waktu itu saya lagi main gitar sok-sok asiklah di depan teman-teman lainnya yang kebetulan lagi rame-ramenya.


Nah, ada satu lagu yang pengen dipelajari si Geri. Dia minta diajarin. Setelah diajarin malah maki, “Ini gimana lagi, Anj*ng!???” Lah? Ini kera dari sangkar mana gres kenal udah maki, kira-kira gitulah pikirku.


Bukan cuma saya yang stres waktu itu. Ada sekitar 7 orang waktu itu kami ngumpul di kosan Munaroh. Ada aku, Munaroh sendiri, Yanuar, Bli, Dodida, Andian, dan Naba.


Semuanya stres. Dari 6 nama imut teman-temanku itu, semuanya laki-laki. Nah, 6 orang itu termasuk saya bahwasanya gres kenal sama Geri. Kenal-kenal di kampus, biasalah MABA (mahasiswa baru) yang saling sok asik satu dengan yang lain.


Kami waktu itu udah beberapa kali ditegur, sama pemilik kosan dan sesama anak kosan di situ. Semuanya protes dengan keberisikan kami. Kami semua, kecuali Geri, memutuskan untuk diam. Menutup ekspresi dan lubang di bab bawah.


Pikir kami, bunyi kentut juga mungkin kedengaran sama tetangga kosan. Kaprikornus daripada ditegur lagi mending membisu sediam-diamnya. Tapi segala protes mereka tidak diindahkan oleh Geri. Tanpa alasannya yaitu yang terang ia teriak kencang di kosan itu. Ngga tau biar apa.


Mungkin ia teriak buat manggil teman-temannya sesama monyet, pikir kami. Konsekuensinya sesudah ia teriak? Bener! Banyak kera yang datang. Pemilik kost si Munaroh dan tetangga-tetangga sesama anak kosan di situ yang datang.


Semua makian kaum kera dikasih untuk kami. Yang paling parah? Kami yang harus hadapin makian mereka, sementara Geri kabur ke kolong kasur si Munaroh dan ketiduran di situ.


Kami diusir, termasuk Munaroh, dan pergi meninggalkan kamar kosan yang terkunci dari luar lengkap dengan kasur dan Geri di bawahnya.


Itu kegilaan pertama.


Beberapa hari sesudah pertemuan pertama kami itu dengan si Geri, ada bunyi sumbang yang ia kasih ke senior-senior Fakultas lain wacana kami. Dia bilang, “Gua males temenan sama mereka, bang. Bencong semua.”


Berangkat dari situ, belakangan ia udah tau kalo senior-senior itulah yang ternyata waria ato cupu ato pengecut, sesudah kami temenan sama senior-senior satu Fakultas kami yang ternyata ditakuti di kampus. Mereka yaitu Pace Karl, Pace Jeff, bang Batara, bang Frank, bang Hen, dan abang-abang lainnya.


Setelah beberapa bulan menjadi mahasiswa, ada program di kampus dengan MABA yang bertugas sebagai panitia. Beberapa di antara kami, yang waktu itu udah dikenal sebagai Anak Balok (karena sering nongkrong di tumpukan balok sekitar kampus), ikut berpartisipasi menjadi panitia.


Waktu itu ada saya sebagai Keamanan, Andian dan Geri jadi LoGAYstik (Logistik). Beberapa hari sebelum hari H semua panitia sibuk bekerja. Semuanya mulai lupa makan, lupa minum, lupa tidur, lupa bernafas, lupa ganti celana, lupa boker sangkin sibuknya.


H-1 semua panitia diwajibkan menginap di kampus untuk berjaga-jaga perlengkapan, peralatan, dan keamanan panggung semoga tidak dihancurkan oleh senior-senior jahil. Untuk pertama kalinya pada malam itu saya melihat Geri di tengah kesibukan para panitia.


Setelah tiba ke kumpulan divisinya, ia waktu itu kelihatan sedang mendengarkan baik-baik kode dari ketua divisinya.


Kemudian ia mengambil sebatang rokok ketengan dari telinganya, membakarnya, kemudian menghembuskan hisapan pertama di wajah ketua divisinya itu. Gak tau apa maksudnya.


Setelah arahannya selesai, ia merebahkan diri di balok kawasan kami biasa nongkrong (tempatnya sempurna di belakang panggung program itu), kemudian tertidur di tengah-tengah kesibukan seluruh panitia.


Dia tidur dengan pulasnya tanpa selimut di tengah dinginnya cuaca Bandung di tengah malam (waktu itu udah jam 11-an).


Sesekali ia ngigau:


“Yaelah, mak! Gua kesepakatan ga bakal nakal lagi, mak!”


“Halo? Iya pak, gua lagi tidur ini, pak.”


“Lu nyantai napa, bro? Gua cuma ngerokok sebatang doang, daripada elu yang gua rokok-in?”


Begitu seterusnya, ia tidur sambil ngigau di sepanjang malam, di tengah kesibukan seluruh panitia program tersebut.


Di pagi harinya, Hari H program itu, semua panitia diwajibkan membayar uang kaos kepanitiaan setiap divisi. Kebetulan si Geri nggak ada uang. Dia juga ngga tau informasi soal bayar kaos lantaran emang ngga pernah ikutan ngumpul di divisinya.


Hal apa yang ia lakukan kemudian? Nyuri itu kaos dari panitia yang ngontrol si kaos-nya. Ngga tau gimana ia nyuri kaos itu. Denger-denger sih gombalin itu panitia, trus ngambil kaos-nya tanpa si panitia itu sadar.


Ini masih semester 1, masih banyak lagi kegilaannya yang perlu untuk diceritakan.


Bersambung . . .



Sumber https://walterpinem.me