Cerita Legenda Batu Menangis Lengkap - Ingin baca kembali dongeng legenda kerikil menangis yang sangat terkenal? Anda dapat membacanya lewat teks berikut ini.
Cerita Legenda Batu Menangis
Di sebuah desa yang jauh di pedalaman Kalimantan, hiduplah seorang perempuan renta dan seorang putrinya. Mereka hanya hidup berdua alasannya yakni ayahnya telah meninggal sehingga perempuan renta itulah yang harus bekerja untuk membaiayai hidup mereka.
Putri perempuan renta itu berparas sangat bagus nan jelita, sayang ia mempunyai sifat yang sangat buruk. Gadis itu sangat manja dan pemalas. Dia lebih suka berdandan dan bersolek ria daripada membantu ibunya bekerja. Padahal ibunya telah renta dan renta tetapi gadis itu tidak pernah mengindahkannya. Meskipun begitu ibunya tetap sayang kepada dirinya sehingga membuatnya menjadi anak yang manja. Dia selalu menuntut ibunya untuk dibelikan apapun dan bila tidak dituruti ia akan menangis.
Pada suatu hari, gadis itu meminta ibunya untuk dibelikan baju baru. Tetapi ibunya menolak alasannya yakni ia tidak mempunyai uang. “Hari ini ibu tidak ada uang, lain kali saja,” ibunya berkata. Mendengar penolakan tersebut, anak itu menangis dan memarahi ibunnya. “Ibu harus membelikan saya baju gres sekarang,” hardik gadis itu kepada ibunya. Karena merasa kasihan ibunya pun menuruti seruan anak gadisnya tersebut. Dia berusaha sekuat tenaga mecari uang untuk menuruti seruan anaknya.
Advertisement
Setelah membanting tulang, jadinya ibunya mempunyai cukup uang untuk membelikan anak gadisnya baju gres menyerupai yang ia inginkan. Dia pun mengajak anaknya ke pasar yang berada cukup jauh dari desanya. “Ibu tunggu sebentar, saya harus dandan dulu supaya saya terlihat cantik,” kata gadis itu. Setelah menunggu cukup lama, gadis itu pun siap untuk pergi ke pasar. Dia memakia pakaian yang paling bagus dan berdandan dengan sangat cantik, berbeda dengan ibunya yang kumuh dan menggunakan pakaian yang buruk dan sobek. “Kenapa kamu menggunakan pakaian menyerupai itu Nak?” tanya ibunya. Dengan ketus gadis itu menjawab, “Ibu jangan ikut campur dengan urusanku” Ibunya tidak dapat berkata apa-apa lagi dan hanya menuruti seruan anaknya.
Akhirnya mereka berdua pergi ke pasar bersama. Tidak menyerupai selayaknya seorang ibu dan anaknya, gadis itu menentukan untuk berjalan dengan meninggalkan ibunya sendiri di belakangnya. Dia aib akan keadaan ibunya yang sangat kumuh dan kotor dan ia takut bila seluruh orang mengetahuinya bila perempuan renta itu yakni ibu kandungnya.
Ketika mereka memasuki pasar, semua mata memandang ke arah gadis itu. Mereka mengagumi kecantikan anak gadis janda tersebut. Dia pun menyadari bahwa dirinya menjadi sentra perhatian di pasar itu sehingga ia mempercepat langkah kakinya. Ibunya pun mencoba untuk menyusul anak gadisnya di depan. Ketika mereka melewati sekumpulan orang-orang, salah seorang cowok menyapanya dan bertanya, ”Hey gadis manis apakah wanitu renta itu yakni ibumu?” alasannya yakni aib gadis itu pun berkata, “Bukan! ia bukan ibuku ia yakni pembaantuku,”
Ibunya yang mendengar tanggapan anak itu mencoba untuk bersabar dan tidak mengindahkan perkataan anaknya. Semakin jauh mereka berjalan, orang-orang semakin terkagum-kagum akan kecantikan dirinya. Sepanjang jalan orang-orang yang merasa heran bertanya kepada gadis itu. “Apakah perempuan renta yang ada di belakang yakni ibu nyonya?” tanya seorang pemuda.
Namun, lagi-lagi gadis itu tetap tidak mengakuinya. “Bukan! Bukan! Dia yakni pelayanku,” jawab gadis itu. Sepanjang perjalanan gadis itu tetap menyampaikan bahwa ibunya yakni pelayan dirinya. Lama kelamaan ibunya pun bersedih. Dia sangat murung akan sikap anak gadisnya tersebut. Hingga jadinya perempuan renta itu tidak tahan lagi dengan kelakuan anaknya itu.
Karena kesal ibunya berdoa, “Ya yang kuasa hamba tidak besar lengan berkuasa lagi dengan hinaan ini. Begitu tega anak kandungku menyampaikan bila saya yakni budaknya. Ya yang kuasa hukumlah anak durhaka ini!”
Setelah itu tiba-tiba gadis itu tidak dapat bergerak dan seluruh tubuhnya perlahan-lahan menjadi kerikil dari kaki sampai ke kepalanya. Gadis itu pun menangis dan berteriak meminta ampun kepada ibunya. “Ibu maafkan aku! Ampunilah aku…….” tangis gadis itu. Akan tetapi semua itu telah terlambat atas kekuasaan yang kuasa gadis itu menjadi kerikil seutuhnya. Meskipun menjadai batu, air mata anak itu terus mengalir sampai sekarang. Oleh alasannya yakni itu, sampai kini kerikil itu dinamakan kerikil menangis oleh orang-orang sekitar dan menjadikannya sebagai pelajaraan bagi mereka untuk tidak durhaka kepada ibunya.
Sumber http://www.kelasindonesia.comDi sebuah desa yang jauh di pedalaman Kalimantan, hiduplah seorang perempuan renta dan seorang putrinya. Mereka hanya hidup berdua alasannya yakni ayahnya telah meninggal sehingga perempuan renta itulah yang harus bekerja untuk membaiayai hidup mereka.
Putri perempuan renta itu berparas sangat bagus nan jelita, sayang ia mempunyai sifat yang sangat buruk. Gadis itu sangat manja dan pemalas. Dia lebih suka berdandan dan bersolek ria daripada membantu ibunya bekerja. Padahal ibunya telah renta dan renta tetapi gadis itu tidak pernah mengindahkannya. Meskipun begitu ibunya tetap sayang kepada dirinya sehingga membuatnya menjadi anak yang manja. Dia selalu menuntut ibunya untuk dibelikan apapun dan bila tidak dituruti ia akan menangis.
Pada suatu hari, gadis itu meminta ibunya untuk dibelikan baju baru. Tetapi ibunya menolak alasannya yakni ia tidak mempunyai uang. “Hari ini ibu tidak ada uang, lain kali saja,” ibunya berkata. Mendengar penolakan tersebut, anak itu menangis dan memarahi ibunnya. “Ibu harus membelikan saya baju gres sekarang,” hardik gadis itu kepada ibunya. Karena merasa kasihan ibunya pun menuruti seruan anak gadisnya tersebut. Dia berusaha sekuat tenaga mecari uang untuk menuruti seruan anaknya.
Setelah membanting tulang, jadinya ibunya mempunyai cukup uang untuk membelikan anak gadisnya baju gres menyerupai yang ia inginkan. Dia pun mengajak anaknya ke pasar yang berada cukup jauh dari desanya. “Ibu tunggu sebentar, saya harus dandan dulu supaya saya terlihat cantik,” kata gadis itu. Setelah menunggu cukup lama, gadis itu pun siap untuk pergi ke pasar. Dia memakia pakaian yang paling bagus dan berdandan dengan sangat cantik, berbeda dengan ibunya yang kumuh dan menggunakan pakaian yang buruk dan sobek. “Kenapa kamu menggunakan pakaian menyerupai itu Nak?” tanya ibunya. Dengan ketus gadis itu menjawab, “Ibu jangan ikut campur dengan urusanku” Ibunya tidak dapat berkata apa-apa lagi dan hanya menuruti seruan anaknya.
Akhirnya mereka berdua pergi ke pasar bersama. Tidak menyerupai selayaknya seorang ibu dan anaknya, gadis itu menentukan untuk berjalan dengan meninggalkan ibunya sendiri di belakangnya. Dia aib akan keadaan ibunya yang sangat kumuh dan kotor dan ia takut bila seluruh orang mengetahuinya bila perempuan renta itu yakni ibu kandungnya.
Ketika mereka memasuki pasar, semua mata memandang ke arah gadis itu. Mereka mengagumi kecantikan anak gadis janda tersebut. Dia pun menyadari bahwa dirinya menjadi sentra perhatian di pasar itu sehingga ia mempercepat langkah kakinya. Ibunya pun mencoba untuk menyusul anak gadisnya di depan. Ketika mereka melewati sekumpulan orang-orang, salah seorang cowok menyapanya dan bertanya, ”Hey gadis manis apakah wanitu renta itu yakni ibumu?” alasannya yakni aib gadis itu pun berkata, “Bukan! ia bukan ibuku ia yakni pembaantuku,”
Ibunya yang mendengar tanggapan anak itu mencoba untuk bersabar dan tidak mengindahkan perkataan anaknya. Semakin jauh mereka berjalan, orang-orang semakin terkagum-kagum akan kecantikan dirinya. Sepanjang jalan orang-orang yang merasa heran bertanya kepada gadis itu. “Apakah perempuan renta yang ada di belakang yakni ibu nyonya?” tanya seorang pemuda.
Namun, lagi-lagi gadis itu tetap tidak mengakuinya. “Bukan! Bukan! Dia yakni pelayanku,” jawab gadis itu. Sepanjang perjalanan gadis itu tetap menyampaikan bahwa ibunya yakni pelayan dirinya. Lama kelamaan ibunya pun bersedih. Dia sangat murung akan sikap anak gadisnya tersebut. Hingga jadinya perempuan renta itu tidak tahan lagi dengan kelakuan anaknya itu.
Karena kesal ibunya berdoa, “Ya yang kuasa hamba tidak besar lengan berkuasa lagi dengan hinaan ini. Begitu tega anak kandungku menyampaikan bila saya yakni budaknya. Ya yang kuasa hukumlah anak durhaka ini!”
Setelah itu tiba-tiba gadis itu tidak dapat bergerak dan seluruh tubuhnya perlahan-lahan menjadi kerikil dari kaki sampai ke kepalanya. Gadis itu pun menangis dan berteriak meminta ampun kepada ibunya. “Ibu maafkan aku! Ampunilah aku…….” tangis gadis itu. Akan tetapi semua itu telah terlambat atas kekuasaan yang kuasa gadis itu menjadi kerikil seutuhnya. Meskipun menjadai batu, air mata anak itu terus mengalir sampai sekarang. Oleh alasannya yakni itu, sampai kini kerikil itu dinamakan kerikil menangis oleh orang-orang sekitar dan menjadikannya sebagai pelajaraan bagi mereka untuk tidak durhaka kepada ibunya.