Monday, August 13, 2018

√ Prosedur Sertifikasi Guru Selalu Berubah Ubah, Ini Balasan Pgri

 Plt Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia  √ Mekanisme Sertifikasi Guru Selalu Berubah Ubah, Ini Tanggapan PGRI

Plt Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rasyidi mengatakan, pemerintah harus mempunyai model dan pelaksanaan sertifikasi guru yang tetap dan tidak berubah setiap tahunnya. Perubahan menyulitkan guru dalam upaya mendapat haknya.

Unifah menuturkan, sertifikasi yang berubah-ubah tidak sesuai dengan ketentuan dalam PP No 74 tahun 2005 wacana Guru. Perubahan model sertifikasi itu di antaranya yakni persyaratan nilai Uji Kompetensi Guru (UKG).

"UKG itu seharusnya hanya dipakai untuk memetakan guru, sedangkan sertifikasi itu hak jadi jangan berubah-ubah tiap tahun," kata Unifah belum usang ini.

Hal ini dikatakannya, menurut nilai rata-rata minimum UKG yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dengan standar 55. Padahal, pada kenyataan UKG 2015, masih banyak guru yang mempunyai nilai di bawah rata-rata yang ditetapkan. Bahkan, hasil nilai rata-rata nasional UKG 2015 yakni sebesar 53,02 meleset dari yang ditargetkan.

Unifah menjelaskan, nilai rata-rata tersebut merupakan adonan dari hasil nilai pedagogi dan profesional. Ada pun nilai rata-rata pedagogi secara nasional yakni 48,94, sedangkan nilai rata-rata profesional yakni 54,77.

Selain itu, dilema lain muncul dari kebiijakan hasil nilai final lulus ujian tulis nasional. Unifah mengatakan, pemerintah menargetkan, akseptor dinyatakan lulus jikalau nilai ujian tulis nasional mencapai angka delapan. Hal ini dinilai tidak masuk logika dan sangat memberatkan. Pasalnya, sebelumnya telah ditetapkan nilai minimum enam untuk setiap ujian tulis nasional ini.

Selanjutnya, Unifah juga menyoroti kuota sertifikasi per tahunnya yang sangat kecil yakni kurang dari 50.000. Pasalnya, kuota yang sedikit tersebut menciptakan guru yang belum tersertifikasi harus menunggu cukup lama. Saat ini masih ada 400.000 guru yang menunggu.

Unifah mengungkapkan, selain model sertifikasi yang berubah-ubah, hambatan yang dihadapi guru dalam upaya sertifikasi juga sering terbentur dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah lainnya. Di antaranya yakni benturan dengan peraturan terkait pemberian izin dan kiprah belajar.

Dia menjelaskan, dalam surat Edaran Kempan RB Nomor 4 Tahun 2013 tntang Izin dan Tugas Belajar, setiap PNS yang melaksanakan studi ke jenjang lebih tinggi harus mempunyai izin belajar. Namun, jikalau tidak mempunyai izin berguru alasannya terlambat mengurusnya, dalam proses kepegawaiannya peningkatan kualifikasi yang sudah ditempuh dianggap tidak memenuhui kualifikasi.

"Akibat edaran ini, banyak guru yang tolong-menolong sudah terkualifikasi D4/S1 dianggap belum memenuhi kualifikasi. Hendaknya peraturan yang satu, tidak bertentangan dengan peraturan lain. Peningkatan kompetensi dan kualifikasi minimum S1/D4 yakni perintah UUGD, apalagi mereka yang melakukannya dengan biaya sendiri," tutur Unifah.

Sementara itu, pada kesempatan berbeda, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud, Sumarna Surapranata menuturkan, nilai UKG memang dipakai sebagai pemetaan dan profil guru. Hal ini dilakukan bukan untuk menyudutkan guru yang mempunyai nilai rendah. Namun, sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi guru.

Meski demikian, ia membenarkan jikalau dikala ini masih terdapat sejumlah guru yang belum tersertifikasi. Dia menuturkan, belum tuntasnya alasannya faktor dari guru-guru yang di antaranya memang masih menjalani proses perkuliahan atau juga belum memulai pemenuhan kualifikasi minimum.

Dia mengatakan, salah satu permasalahan guru yang tidak memenuhi syarat sertifikasi yakni banyaknya guru yang berstatus guru tidak tetap (GTT) sehingga tidak gampang memenuhi syarat Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD).

Pranata mengatakan, pemerintah tidak lepas tangan untuk membantu proses penyelesaian dilema sertifikasi tersebut. Pemerintah menunjukkan pemberian dana melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) untuk guru yang masih belum tersertifikasi.


PLPG merupakan jadwal pemerintah untuk membantu meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru. Sesuai aturan, guru yang sanggup menjadi akseptor PLPG merupakan guru yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Seperti syarat evaluasi portofolio, dan direkomendasikan untuk mengikuti PLPG oleh rayon Lembaga Pendidik Tenaga Keguruan (LPTK) penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan.

source : www.beritasatu.com

Sumber http://www.pgrionline.com