Pemerintah mengakui bahwa untuk mengangkat tenaga honorer terbentur problem aturan dan anggaran. Inilah, barangkali, yang tidak perhitungkan dengan baik oleh Jokowi ketika menandatangani akad kampanyenya untuk menjadi presiden dua tahun silam.
Sebagaimana dikemukakan Kepala Biro Hukum Komunikasi, dan Informasi Kementerian PANRB, Herman Suryatman, pemerintah terus berupaya menangani permasalahan tenaga honorer, namun jangan hingga menabrak aturan perundang-undangan.
Menurut Herman, hingga ketika ini memang belum ada solusi permanen mengenai tenaga honorer. “Kendalanya ada dua, yaitu belum ada celah aturan dan terbatasnya alokasi anggaran,” katanya, sebagaimana dikutip media massa.
Nah, celakanya, guru honorer tampaknya tidak mau memahami hambatan aturan dan anggaran itu. Yang mereka tuntut yakni biar Presiden Jokowi memenuhi janjinya menyerupai yang disampaikan ketika berkampanye dulu.
Sesuai dengan akad yang tertuang pada Piagam Perjuangan Ki Hajar Dewantara dan ditandatangani tanggal 5 Juli 2014 itu, Jokowi menyebutkan akan mewujudkan Trilayak bagi tenaga pengajar dan pendidik, memperlihatkan kepastian dukungan hukum, ekonomi, politik, sosial dan budaya bagi mereka yang sejalan pemenuhan hak rakyat atas pendidikan.
Trilayak yang dimaksudkan yakni kerja layak, upah layak, dan hidup layak. Selain itu, kalau terpilih menjadi presiden, Jokowi menyatakan akan bertanggung jawab atas kesejahteraan tenaga pengajar dan pendidik, memastikan upah yang layak (bukan sekadar tunjangan), apa pun status kerjanya, minimal sesuai dengan Upah Minimun Kota/Kabupaten.
Pemerintah, demikian pula dijanjikan, wajib memperlihatkan jaminan peningkatan dan kemampuan mereka, termasuk sertifikasi yang dilarang komersial, diberikannya jaminan pendidikan termasuk bagi bawah umur mereka, memperlihatkan jaminan sosial (jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua) bagi tenaga pengajar dan pendidik beserta keluarganya.
Jokowi juga berjanji akan melaksanakan komunikasi intensif dengan pemerintah kawasan dan institusi pendidikan biar terwujud sistem perekrutan CPNS bagi tenaga tenaga pengajar dan pendidik yang berkeadilan, transparan, dan tanpa pungutan apa pun. “Karenanya, dalam perekrutan tersebut wajib diprioritaskan bagi tenaga pengajar dan pendidik beserta keluarganya yang telah mengabdikan diri tiga tahun ke atas,” sebutnya.
Secara tertulis memang tidak disebutkan bahwa Jokowi berjanji akan mengangkat para guru honorer menjadi PNS. Tetapi, guru honorer telanjur memahaminya menyerupai itu. Hal itulah, antara lain, yang melatari mereka berdemo di depan Istana Merdeka, pekan silam, untuk menuntut dipenuhinya akad tersebut.
Tentang celah hukum, bukankah Presiden Jokowi biasanya piawai mengatasinya? Pada sidang kabinet di Istana Bogor 8 Desember 2015, misalnya, Presiden Jokowi menekankan pentingnya memangkas regulasi yang dianggap bisa menghambat kebijakannya. “Aturan-aturan yang ruwet menciptakan kita terbelenggu … Hapus yang tidak perlu … Orientasi kita yakni hasil, bukan prosedur,” katanya waktu itu.
Mengingat itu pulalah, guru honorer yakin dan optimistis bahwa Presiden Jokowi akan berhasil mengatasi problem mereka, untuk mewujudkan Trilayak: kerja laya, upah layak, dan hidup layak. Mudah-mudahan!
Sumber http://www.pgrionline.com