Saturday, December 8, 2018

√ Kebijakan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Ash Shiddiq)

KEBIJAKAN DAN PRESTASI KHALIFAH ABU BAKAR ASH SHIDDIQ

Sifat dan sikap Abu Bakar Ash Shiddiq tidak berubah meski dia sudah menjadi khalifah. Beliau menjadi khalifah hanya dua tahun (632-634 M). Sebagai seorang khalifah, Abu Bakar Ash Shiddiq mengambil langkah dan kebijakan strategis bagi kelangsungan kehidupan umat Islam. Berikut ini beberapa kebijakan dan prestasi yang ditorehkan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq semasa menjadi khalifah.

  1. Memerangi Kaum Riddah (orang-orang murtad)

Ujian pertama yang dihadapi oleh Abu Bakar Ash Shiddiq semasa menjadi khalifah yakni banyaknya kabilah-kabilah Arab yang lari dan membelot dari fatwa agama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Mereka umumnya berasal dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah ibarat Yaman, Oman, Hadhramaut, Bahrain dan Mahra.

Disintegrasi (pemisahan diri) ini, dilakukan oleh beberapa suku bangsa Arab dari Hijaz dan Nejed menyatakan melepaskan diri dari system kekuasaan kekhalifahan resmi bagi umat Islam. Suku-suku tersebut beralasan bahwa mereka hanya loyal terhadap perjanjian dengan nabi Muhammad saw sehingga dengan wafatnya nabi saw tidak ada lagi alasan untuk tetap loyal kepada Islam. Bentuk pembangkangan ini secara umum sanggup dikelompokkan sebagai berikut;
  • Orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam)
  • Orang-orang yang tidak mau membayar zakat
  • Orang-orang yang mengaku sebagai nabi (nabi palsu)

Abu Bakar sangat memahami sifat kesukuan yang sangat kuat,  yang cenderung kepada pemimpinya alasannya memang bangsa Arab populer mempunyai sifat kesukuan yang sangat tinggi. Mereka sangat egois dan selalu merasa suku mereka yakni yang tertinggi. Dampak dari kuatnya sifat paternalistic itu maka dikala pemimpin mereka memeluk Islam, maka akan diikuti oleh rakyaknya. Padahal jikalau para pemimpin memeluk Islam, mereka akan kehilangan dampak dalam masyarakat alasannya pemimpin suku harus tunduk dengan hukum Islam. Hal ini juga sanggup menimbulkan adanya gerakan murtad (riddah), apalagi dengan tingkat keimanan yang masih lemah.

Hal tersebut tentu menjadikan gangguan dan ancaman bagi persatuan dan stabilitas pemerintahan alasannya gerakan itu terjadi hampir di seluruh negeri di jazirah Arab. Menghadapi keadaan yang berbahaya tersebut, khalifah Abu Bakar memperlihatkan sikap tegasnya. Mislanya dalam ucapannya bahwa zakat itu hanya seutas tali unta, tetapi mereka yang tidak mau menunaikannya, maka akan diperangi. Meski demikian khalifah Abu Bakar berpesan kepada para panglima biar tetap mengedepankan pendekatan dakwah untuk memperoleh kemenangan dan kedamaian.

Dengan ketegasan khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, banyak diantara mereka yang berpikir untuk melawan sehingga mereka tunduk lagi kepada pemerintahan Islam, selebihnya mereka ada yang menentukan perang daripada harus berdamai dengan pasukan Islam. Para pembangkang itu dipimpin oleh nabi palsu. Dikatakan sebagai nabi palsu alasannya mereka mengangkat dirinya sebagai nabi untuk menghancurkan Islam. Para nabi palsu itu antara lain:
  • Thulaihah bin Khuwailid al Asadi
  • Malik bin Nuwairoh
  • Musailamah al Kazab
  • Aswad al Ansi

Seiring dengan hal itu, langkah dan kebijakan yang pertama kali diambil Abu Bakar yakni menyiapkan 11 (sebelas) pasukan. Setiap kelompok pasukan, dipimpin oleh seorang panglima, masing-masing panglima diserahi panji pasukan (al liwa) dan selembar surat akad (al ‘ahd). Surat akad itu berisi amanat perang yang mengatur tata tertib dan disiplin ketentaraan. Berikut ini nama-nama pasukan dengan panglimanya masing-masing:

  • Pasukan Khalid bin walid bertugas menghadapi Thulaihah bin Khuwailid dan Malik bin Nuwairoh di wilayah al Battah. Perlu diketahui bahwa sebelum masuk Islam, Thulaihah yakni seorang tukang sihir. Sepeninggal Rasulullah saw, Thulaihah mengangkat dirinya sebagai nabi dan menuntut Abu Bakar untuk mengakui kenabiannya. Kontan Abu bakar menolak. Sadar bahwa Thulaihah telah menyiapkan pasukannya di perbatasan Madinah untuk melaksanakan penyerangan, Abu Bakar bergegas menyiapkan pasukannya. Pasukan dibagi tiga; sayap kanan dipimpin Nukman bin Muqarram, sayap kiri dipimpin Abdullah bin Muqarram dan pasukan cadangan pribadi dipimpin olehnya. Menjelang fajar, pertempuran terjadi. Pasukan musush berhasil dikalahkan. Sementara itu, Thulaihah dan sisa pasukannya menyelamatkan diri dan memohon pertolongan ke suku Ghatafan. Panglima Khalid bin Walid tidak mau tinggal diam. Dia terus mengejar hingga pasukan Thulaihah yang dibantu oleh Ghatafan, Murra dan Fezara berhasil dihancurkan. Namun, Thulaihah dan istrinya brehasil menyelamatkan diri ke Syiria dan dikabarkan bahwa dia risikonya kembali memeluk agama Islam.  demikian juga dengan orang-orang Ghatafan, Murran dan Fezara mereka risikonya kembali memeluk Islam. Sedangkan Malik bin Nuwairah yang menguasai Bani Yarbu dan Bani Tamim, tidak lagi mengakui kebenaran Islam sepeninggal Rasulullah saw. Setelah upaya tenang tidak ditanggapi, maka pasukan Khalid bin walid bergerak menuju perkampungan mereka. Malik bin Nuwairah mati terbunuh dalam pertempuran tersebut. Hal itu menciptakan pasukan musuh bercerai berai dan banyak juga yang melarikan diri ke luar daerah.
  • Pasukan Ikrimah bin Amr (anak Abu jahal) bertugas menghadapi Musailamah al Kazab di wilayah Bani Hanifah (Yamamah). Perlu diketahui bahwa Musailamah al kazab yakni tokoh cendekiawan dan terpandang di lingkungan Bani Hanifah (Yamamah). Sepeninggal rasulullah saw ia memproklamirkan diri sebagai nabi dan rasul. Bahkan untuk memperkuat pengaruhnya, dia menikahi Sajjah binti al Harits bin Suwaid bin Aqfan yang juga mengaku sebagai nabi. Alhasil dia mempunyai pasukan hingga mencapai 40.000 tentara. Abu Bakar pun segera bertindak. Dikirimlah pasukan muslim di bawah pimpinan Ikrimah bin Amr bin Hisyam dan pasukan cadangan di bawah pimpinan Syrahbil bin Hasanah. Untuk memperkuat barisan, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin walid untuk mengirim pasukannya guna mengepung Musailamah. Pertempuran sengit terjadi, pasukan muslim hampir mengalami kekalahan. Namun, Khalid bin Walid segera menerapkan taktik jitu. Pasukan muslim ditarik mundur. Manakala pasukan musuh mendekati bekas perkemahan pasukan muslim untuk mencari harta rampasan, pasukan muslim balik menyerang. Musuhpun sanggup dikalahkan. Musailamah dan sisa pasukannya menyelamatkan diri ke al Hadikat. Pasukan Khalid terus mengejar hingga pasukan Musailamah sanggup dihancurkan. Musailamah sendiri tewas di tangan Wahsyi. Setela insiden tersebuh, Bani Hanifah kembali membaiat Abu Bakar sebagai khalifah.
  • Pasukan Zubair bin Awwam yang bertugas menghadapi Aswad al Ansi. Aswad Al Ansi yakni pemimpin suka Badui di Yaman. Mereka berhasil merebut Najram dan San’a dari kekuasaan Islam.  Pemberontakan Aswad Al Ansi segera ditangani oleh Abu Bakar dengan mengirimkan Zubair bin Awwam untuk menghancurkan mereka. Ketika Zubair bin Awwam datang di Yaman, Aswad Al Ansi telah mati terbunuh ditangan Gubernur Yaman, pasukan Islam berhasil menguasai Yaman. Disamping itu, Pasukan Muhajir bin Abi Umayyah yang bertugas menghadapi sisa pasukan Aswad al Ansi, membantu kaum al abnak (peranakan) menghadapi Kais bin Maksyuh, kemudian masuk ke wilayah Kindah dan Hadhramaut.. Adapun sisa pasukannya dipimpin oleh Kais bin Abdi Yaguts. Dialah yang memimpin gerakan riddah di Yaman sepeninggal rasulullah saw. Untuk menghancurkan gerakan Kais, diutuslah panglima Ikrimah bin Amr dengan dibantu oleh pasukan Muhajir bin Umayyah. Pertempuran pun trejadi. Tida berlangsung lama, Kais bin Abi Yaguts menyerahkan diri dan kemudian diserahkan kepada khalifah Abu Bakar.
  • Pasukan Khalid bin said bertugas menghadapi suku-suku besar Arab di wilayah tengah belahan utara hingga perbatasan Syiria dan Irak
  • Pasukan Amr bin Ash yang bertugas menghadapi dua suku besar di wilayah utara belahan barat laut, yaitu Qudla’ah dan Wadi’ahPasukan Huzaifah bin Muhsib al Ghalfani yang bertugas menghadapi penduduk di wilayah Daba (pesisir tenggara Arabia)
  • Pasukan Arfajah bin Hartsamah yang bertugas menghadapi gerakan riddah di wilayah Mahra dan Oman (pesisir selatan Arabia)
  • Pasukan Surahbil bin Hasanah yang bertugas sebagai pasukan cadangan Ikrimah bin Hisyam di wilayah yamamah
  • Pasukan Maan bin Hijaz yang bertugas menghadapi suku besar di sekitar Wilayah Thaif yaitu Salim dan Hawazin
  • Pasukan Suwaid bin Muqarram yang bertugas menghadapi kaum riddah di wilayah Tihamah (sepanjang pesisir Laut Merah)
  • Pasukan Allak bin Muqarram yang bertugas mengahadapi kaum riddah di wilayah Bahrain.

Seluruh perang melawan pemberontak yang murtad tersebut disebut dengan perang Riddah alasannya memerangi kaum yang murtad. Pasukan muslim berhasil memenangi seluruh pertempuran. Dengan kemenangan itu maka kewibawaan Islam kembali naik. Akhirnya seluruh jazirah Arab menyatakan tunduk dengan hukum Islam.

2. Melanjutkan Pengiriman Pasukan Usamah

Dikisahkan bahwa menjelang sakit, nabi Muhammad saw membentuk pasukan guna dikirim ke perbatasan Syiria. Pasukan yang terdiri dari tokoh-tokoh Muhajjirin ibarat Umar bin Khattab dan tokoh-tokoh Anshar itu dipimpin oleh Usamah bin Zaid. Usamah bin Zaid merupakan seorang perjaka yang gres berusia 20 tahun. Hal ini sengaja dilakukan oleh Rasulullah saw untuk mengkader generasi muda Islam sebagai calon pemimpin. Pasukan Usamah pun berangkat ke Syiria. Namun, dikala sedang beristirahat di Jurfa, terdengar kabar bahwa nabi Muhammad saw sakit. Akhirnya mereka menetapkan untuk tidak meneruskan perjalanan dan kembali lagi ke Madinah, hingga risikonya nabi Muhammad saw wafat.

Masalah pemberangkatan pasukan Usamah kembali dibicarakan setelah pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Malam itu, selesai mengucapkan khutbah jabatan, Abu Bakar membicarakan hal itu bersama tokoh Anshar dan Muhajjirin. Sebagian dari mereka merasa keberatan alasannya akan mengaibatkan kekosongan kekuatan di Madinah. Namun demikian, Abu Bakar mempunyai pertimbangan lain. Menurutnya, pemberangkatan pasukan akan mengalihkan perhatian kaum muslimin yang hampir mengalami perpecahan dalam menentukan pengganti Rasulullah saw. Lebih dari itu, pemberangkatan pasukan akan membangkitkan dan menyatukan semangat umat Islam  utuk menghancurkan musuh-musuh Islam. Abu Bakar berkata;

“Demi Dzat yang menguasai diriku! Meski saya mengira bahwa hewan-hewan buas akan menerkamku, saya akan tetap memberangkatkan pasukan Usamah. Ini sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi saw. Meskipun di negeri ini tidak ada orang lagi selain diriku, saya akan tetap melaksanakannya! Meskipun harus menghadapi terkaman anjing dan srigala, saya tidak akan merombak keputusan Nabi Muhammad saw.”

Demikian keteguhan hati sang khalifah. Maka, pada haru Rabu sore, 14 Rabiul Awwal 11 H, pasukan Usamah diberangkatkan ke Jurfa. Saat itu, Usamah duduk di atas kudanya, sementara Abu Bakar berjalan kaki di sisinya. Adapun kuda Abu Bakar dituntun oleh Abdurrahman bin Auf. Dengan penuh rasa sungkan, berulang kali memohon biar diperkenankan turun dari kudanya. Namun, Abu Bakar menolaknya. Sebaliknya Abu Bakar berkata, “Demi Allah, jangan turun meski saya tidak berkendaraan. Biarlah telapak kakiku dipenuhi dengan debu jalan Allah. Bukankah setiap langkah p0juang akan memperoleh imbalan tujuh ratus kebajikan, meninggikan derajat dan martabatnya, serta menghapuskan 700 kesalahannya?” bahkan, dalam perjalanan menuju Jurfah itula Abu Bakar berkata demikian, “Wahai Usamah! Jika menurutmu Umar bin Khattab sanggup membantuku setelah keberangkatanmu, sudi kiranya dirimu mengizinkan!” Sungguh bijak sang khalifah.

Khalifah Abu bakar benar-benar menghormati wewenang dan kekuasaan pejabatnya. Meski gampang baginya untuk memerintahkan Umar menemani dirinya, namun hal itu tidak dilakukannya. Dia sangat menghormati wewenang Usamah sebagai panglima pasukannya. Sungguh sebuah budbahasa dan sikap yang patut diteladani oleh semua. Dan tanpa berpikir panjang Usamah pun mengabulkan perintahnya.

Sesampainya di Jurfa, Abu Bakar memperlihatkan amanat perang sebagai berikut, “ Wahai manusia, berdirilah! Aku akan memperlihatkan sepuluh amanat, maka terimalah. Jangan berkhianat, berbuat keterlaluan, menganiaya dan menggantung, membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita, merusak pohon-pohon tamar dan membakarnya, menebas pohon-pohon yang sedang berbuah, serta jangan menyembelih domba, sapi dan unta kecil kecuali untuk dimakan. Ketahuilah bahwa kalian nanti akan bertemu dengan kelompok masyarakat yang melaksanakan kebaktian dalam gereja. Maka biarkanlah mereka dengan kebaktiannya. Kalian juga akan bertemu dengan sekolompok masyarakat yang akan menyumbangkan bejana-bejana yang penuh dengan makanan. Maka setiap kali mencicipinya, janganlah kalian lupa menyebut nama Tuhan (membaca basmalah). Kemudian kaian juga akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang melaksanakan perlawanan sengit dan mengelilingi dirinya dengan banyak sekali pertahanan. Maka hancurkanlah dengan kekuatan pedang kalian! Sekarang, berangkatlah dengan nama Allah!”

Demikianlah amanat perang sang khalifah yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan prinsip-pronsip perang berdasarkan Islam, jauh sebelum Negara-negara Barat menciptakan prinsip-prinsip perang melalui Konvensi Genewa pada tahun 1864. Dalam kenyataannya, prinsip-prinsip tersebut sangat membantu usaha kaum muslimin. Disamping itu, penaklukkan imperium Romawi dan Persia juga dilatarbelangi oleh kehidupan rakyat di bawah kekuasaan Romawi dan Persia, yang dipenuhi dengan kebijakan yang menyengsarakan rakyat banyak dan tidak manusiawi ibarat pemungutan pajak yang memberatkan.

Selesai mendengarkan amanat perang, pasukan Usamah berangkat ke medan pertempuran. Sementara Abu Bakar dan Umar bin Khattab kembali ke Madinah. Saat itu, tujuan pengiriman pasukan Usamah yakni ke kerajaan Ghassan yang berpusat di Damaskus. Di sana, pasukan Usamah akan meminta pertanggungjawaban sang raja atas kesewenang-wenangannya dikala membunuh utusan yang dikirim nabi saw. Mut’ah itulah tempat pertama yang dituju Usamah, sebuah tempat yang pernah menjadi medan pertempuran antara kaum muslimin di bawah pimpinan Zaid bin Harisah (Ayah Usamah) dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Heraclius. Saat itu, gugur beberapa tokoh Islam ibarat Zaid bi Harisah, Ja’far bin Abu Tholib dan Abdullah bin Rawahah. Sekitar 40 hari, pasukan Usamah bereprang melawan pasukan kerajaan Ghassan dan berhasil mengalahkan pihak lawan. Usamah pulang ke Madinah dengan membawa harta rampasan yang cukup banyak. Pengaruh positif dari kebijakan pengiriman pasukan ini yakni timbulnya rasa takut dalam diri kaisar Heraclius setelah menyaksikan kekuatan kaum muslimin.

3. Kodifikasi Al Qur’an/Pengumpulan Lembarang Ayat-ayat Suci Al Qur’an

Perang Riddah menjadikan banyak korban, termasuk sebagian para penghafal al Qur’an. Kenyataan ini sangat merugikan sekaligus mengkhawatirkan jikalau semakin banyak penghafal al Qur;an gugur. Akibatnya al Qur’an sanggup hilang. Menyadari hal itu, Umar bin Khattab mengusulkan pengumpulan al Qur;an. Ia mengusulkan idenya tersebut kepada khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq.

Ide Umar ini dilatarbelakangi oleh banyaknya sahabat penghafal al Qur’an yang gugur sebagai syahid dan insiden perang Yamamah pada tahun 12 H. diperkirakan sahabat penghafal al Qur’an yang gugur waktu itu sekitar 70 orang. Umar sangat khawatir jikalau nantinya al Qur’an akan musnah alasannya banyaknya huffad yang gugur. Kemudian dia segera mengusulkan pengumpulan ayat-ayat al Qur’an. Pada mulanya khalifah Abu Bakar menolak anjuran tersebut, alasannya Rasulullah saw tidak pernah melaksanakan hal tersebut semasa hidup. Tetapi setelah bermusyawaroh dengan para sahabat, maka kahlifah Abu Bakar menyetujui anjuran Umar bin Khattab.

Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan membukukan al Qur’an dengan alasan memang ia yakni penulis wahyu dikala nabi saw masih hidup. Di samping itu, ia juga sangat paham terhadap persoalanyang terkait dengan al Qur’an. Pada mulanya Zaid bin Tsabit menolak, kemudian keduanya bertukar pendapat hingga pada risikonya Zaid bin Tsabit mendapatkan dengan tulus perintah penulisan al Qur’an tersebut. Zaid melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti dan hati-hati, dengan bersandar pada hafalan par Qurra’ (para penghafal al Qur’an) dan catatan yang ada pada para penulis.

Zaid bin Tsabit mengumpulkan al Qur’an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti sekaliapun ia hafal al Qur’an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan al Qur’an yang sangat penting bagi umat Islam itu, dia masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau catatan dari para sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang sksi. Dengan demikian al Qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang yang tersusun berdasarkan urutan ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh nabi Muhammad saw.
Kemudian Mushaf al Qur’an hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, insiden tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah Abu Bakar wafat pada tahun ke 13 H, mushaf tersebut disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar bin Khattab, setelah Umar wafat mushfaf tersebut disimpan oleh putrinya yang sekaligus istri rasulullah saw yang berjulukan Hafsah binti Umar ra.

Setelah sahabat Ali bin Abi Thalib memberi evaluasi atas dikumpulkannya mushaf al Qur’an dengan perkataannya “orang yang paling berjasa terhadap mushaf yakni Abu Bakar, semoga ia mendapatkan rahmat Allah alasannya dialah yang pertama kali mengumpulkan al Qur’an, disamping itu dia juga yang pertama kali menyebut al Qur’an sebagai mushaf.”


4. Perluasan Wilayah (Futuhat)

Keberhasilan dalam perang riddah, ancaman dari dalam jazirah Arab sanggup dikatakan teratasi. Namun ancaman dari luar sedang bergerak. Kekuasaan dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa rasulullah saw yang bersifat sentral. Kekuasaan legislative, administrator dan yudikatif berpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hokum. Meskipun demikian, sepertihalnya nabi Muhammad saw Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawaroh. 

Setelah kondisi dalam negeri memperlihatkan gejala man dan terkendali, makah khalifah Abu bakar Ash Shiddiq mulai dengan misi dakwahnya yaitu membuatkan fatwa Islam ke tempat lain. Penyebaran Islam sebagai rahmat bagi segenap alam itu dilakukan dengan upaya pendekatan tenang sehingga bukan bentuk dari penjajahan. Khalifah Abu Bakar menekankan pada para panglima untuk menghindari peperangan sebelum upaya tenang dilakukan. Hal-hal yang ditekankan oleh khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq kepada para da’i atau tentara Islam dikala berdakwah di tempat gres sebagai berikut:
  • Diajak memeluk Islam, sehingga mendapatkan pertolongan jiwa dan hartanya
  • Tidak memaksa untuk memeluk Islam, kalau tidak mau maka harus membayar jizyah (pajak pertolongan yang sangat ringan). Dengan begitu mereka menerima pertolongan jiwa dan harta
  • Apabila dengan jalan tenang tidak mau, maka akan diperangi

Dengan ketiga pedoman tersebut, para pendakwah atau kaum muslimin menerima sambutan yang menggembirakan dari penduduk tempat baru. Hal ini menandakan bahwa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam benar-benar menjadi kenyataan. Daerah gres yang menjadi target dakwa kaum muslimin yakni tempat yang berada di bawah kekuasaan Persia dan Bizantium. 

Kekaisaran Persia mencakup tempat yang luas dari Irak belahan Barat, Suriah (Syam), hingga belahan utara Jazirah Arab. Banyak kabilah Arab yang tunduk di bawah kekuasaan mereka. Melihat cahaya Islam belum menyentuh tempat itu maka khalifah Abu Bakar mengirimkan dua panglima perang yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harisah untuk mengaja daera tersebut masuk dalam kekuasaan Islam.

Seluruh tempat Hirah, Anbar, Daumatul Jandal dan Fars sanggup mereka kuasai. Peperangan di wilayah Persia itu berhenti setelah Abu Bakar meminta Khalid bin Walid berangkat ke Suriah untuk menambah kekuatan pasukan muslim yang menghadapi pasukan yang sangat besar dari Bizantium. Pemegang pimpinan pasukan kemudian dialihkan kepada Musanna bin Harisah.

Kekaisaran Bizantium memusatkan pemerintahannya di kota Damaskus. Suriah untuk mengendalikan tempat jajahan di Arab dan sekitarnya. Dengan kekuatan tentara Bizantium yang sangat besar, maka untuk menghadapi mereka khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq mengirimkan pasukan berlapis. Pasukan kaum muslimin yang dikirim tersebut yaitu:

1) Yazid bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus
2) Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan di Hims sebagai palnglima besarnya
3) Amru bin Ash ditugaskan di Palestina
4) Surahbil bin Hasanah ditugaskan di Yordania

Seluruh pasukan kaum muslimin dikala itu berjumlah 18.000 personil. Sedangkan pasukan Romawi berjumlah 240.000 orang. Kekuatan yang tidak seimbang itu menjadikan pasukan kaum muslimin sulit untuk menembus musuh. Khalifa Abu Bakar kemudian memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Perjalanan ditempuh oleh Khalid bin Walid selama 18 hari menuju Syam. Setalah sampai, ia pribadi bergabung dengan pasukan muslim di sana.

Pertempuran sengit terjadi di pinggir sungai Yarmuk, maka perang besar tersebut disebut dengan perang Yarmuk. Ketika perang hebat masih berlangsung, pasukan kaum muslimin mendengar kabar bahwa khalifah Abu Bakar meninggal dunia. Posisi khalifah Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Bersamaan dengan itu Khalid bin Walid digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Perang Yarmuk yang memakan jiwa dan harta itu risikonya membuahkan hasil yang gemilang. Kaum muslimin menerima kemenagan dalam pertempuran itu sehingga menjadi kunci utama hancurnya kekaisaran Bizantium di tanah Arab.


Demikian pembahasan wacana kebijakan dan prestasi khalifa Abu Bakar Ash Shiddiq, sanggup disimpulkan sebagai berikut:
A. Jasa-jasa Abu Bakar Ash Shiddiq
  1. Memerangi orang-orang yang mengaku sebagai nabi, antara lain; Musailamah al Kahzab, Thulaihah, Aswad al Ansi dan Malik bin Nuwairoh
  2. Memerangi suku-suku yang tida mau membayar zakat, alasannya perjanjian mereka membayar z4ka4r hanya kepada nabi saw. Sehingga setelah nabi saw wafat, maka mereka merasa bebas untuk tidak membayar zakat
  3. Memberantas pemberontakan dari orang-orang yang murtad dan menolak hokum Islam
  4. Menugasi Zaid bin Tsabit untuk menyusun mushaf al Qur’an atas ajakan Umar bin Khattab.  Alasan penyusunan tersebut adalah;
  • Penghafal Al Qur’an banyak yang gugur dalam beberapa pertempuran
  • Tulisan yang ada di pelepah-pelepah kurma, batu-batu maupun tulang-tulang banyak yeng awut-awutan sehingga dikhawatirkan rusak atau hilang

       5. Memperluas wilayah penyebaran agama Islam ke:
  • Hiroh dijadikan pusat pertahanan dan ibu kota di luar Arab
  • Anbar dan Persia
  • Daumatul Jandal
  • Firad, Kazima (Mazar)
  • Yarmuk, Syam (pernah dikuasai tentara Romawi)
  • Syiria (Usamah bin Zaid bin Haris melawan Kaisar Heraclius di Yarmuk


B. Peninggalan Abu Bakar Ash Shiddiq
  1. Mushaf al Qur’an
  2. Daerah kekuasaan Islam yang semakin luas
  3. Sikap keteladanan beliau; teguh pendirian, selalu semangat, tekad, berpegang pada kebenaran  dan berkorban jiwa harta demi membela kewibawaan Islam.


Sumber refrensi :

  • Subchi, Imam. 2014. Sejarah Kebudayaan Islam; Kurikulum 2013. Semarang: PT Karya Toha Putra
  • Kementrian Agama RI. 2014. Buku Siswa; Sejarah Kebudayaan Islam kelas X; Kurikulum 2013. Jakarta: Kemenag RI
  • MGMP PAI Madrasah ALiyah. 2018. Modul Sejarah Kebudayaan Islam kelas X



Sumber http://nderesmaning.blogspot.com