Saturday, December 22, 2018

√ Lomba Menulis Uppam Tahun 2013

NASKAH LOMBA MENULIS INSPIRATIF
YANG DIADAKAN UPPAM (UNIT PELAKSANA PROGRAM AKREDITASI MADRASAH)
BULAN SEPTEMBER TAHUN 2013
(Meski kisah ini belum menjadi yang terbaik,  
mudah-mudahan sanggup menjadi inspiratif bagi kita semua) 

LASKAR HIJAU DARI KROYA UNTUK MEMBANGUN BANGSA
(MADRASAHKU, KARTU GAPLE PENTHOL LIMA !!) 
Oleh Anang Ashari


Pagi itu masih terlukis terperinci di ingatanku, meskipun sudah puluhan tahun berlalu. Hari itu sangat indah dan terasa sangat cerah, sejuknya udara pagi menciptakan suasana bertambah semangat dalam meniti jalanan di tengah kota kecil untuk memulai acara yang baru, teringat pada hari itu saya akan dipanggil “pak guru” untuk pertama kalinya.

       Aku diterima di salah satu jenjang sekolah tingkat dasar bermuatan pendidikan Islam yaitu Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Kroya yang bernaung di bawah Yayasan Ma’arif Kabupaten Cilacap, dan letak madrasahku ini tergolong sangat strategis lantaran terletak di tengah jantung kota yaitu di komplek Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Kroya yang usianya cukup matang lantaran dibangun pada tahun 1952, sehingga pada waktu itu sempat berfikir dan membayangkan bahwa madrasah tersebut yakni madrasah besar dan maju, mempunyai akomodasi memadai, dan jumlah siswa yang berlimpah. Sebagaimana masa-masa tahun sebelumnya, dimana saya pernah menjadi pembantu pembina pramuka di salah satu sekolah dasar favorit yang mempunyai siswa sangat banyak sehingga suasana terlihat menyenangkan, sekolah tersebut  letaknya tidak jauh dari madrasahku ini.
Tepat pukul 07.00 WIB bertepatan dengan bunyi bel madrasah, kuparkirkan motorku di depan halaman madrasah, layaknya sebagai keluarga gres akupun diperkenalkan sebagai seorang guru di MI Islamiyah Kroya. Perkenalanpun berlangsung, kutatap wajah siswa-siswi yang berada di depanku satu persatu, dengan perlahan ku tatap wajah-wajah yang sedikit dipenuhi senyuman polos. Kupandangi seragam merah putih yang mereka kenakkan, “wah….” dalam hatiku menyampaikan bahwa baju mereka tidak pantas dikatakan putih sempurna, lantaran warna putihnya telah memudar, terlihat kumal dan sangat tidak rapih. Namun sehabis kupalingkan wajah ke sebelah kanan barisan, kulihat bawah umur kecil nan lucu berseragam merah putih rapih dan terlihat masih baru, akupun berkata dalam hati “ini niscaya siswa gres di kelas 1”.
Setelah proses perkenalan itu selesai, akupun masuk ke kantor dan duduk di meja baruku yang menghadap timur di bersahabat almari, dengan sedikit ragu-ragu kuawali dongeng dengan teman-teman guru wacana seputar madrasah. Merekapun menjawab dengan percaya diri yang ibarat disembunyikan, seolah tak ada semangat untuk memperlihatkan pujian wacana madrasah yang selama ini menjadi tempatnya membagi ilmu dengan para siswa. Dari dongeng teman-teman guru tersebut, kusimpulkan dalam hati bahwa madrasah ini masuk dalam kategori madrasah tertinggal meskipun letaknya berada di tengah kota. “Jggeerrrr”…… bagaikan mendengar petir di siang yang panas, seolah tak percaya tapi itulah kenyataanya, sebuah keadaan yang tak kuduga dan tak kuinginkan, mungkin tidak terlalu berlebihan jikalau saya merasa kaget ibarat ini lantaran sebelumnya memang terbiasa mengajar pramuka dengan siswa yang berlimpah, kini saya mengajar pada madrasah yang hanya mempunyai 50an siswa yang terdiri kelas satu 19 anak, kelas dua 2 anak, kelas tiga 6 anak, kelas empat 7 anak, kelas lima 10 anak, dan kelas enam 8 anak. Meskipun itu terjadi lebih dari 5 tahun yang lalu, tetapi memori otakku tak sanggup menghapus saat-saat itu lantaran begitu susah untuk dilupakan. Namun dari semua kekurangan yang kurasa itu, terdapat hal yang menarik jikalau melihat siswa di kelas satu, jumlah siswa gres pada tahun pelajaran waktu itu mencapai 19 anak, dan itu terbilang cukup banyak mengingat siswa di kelas atas hanya kurang dari sepuluh siswa, sehabis kucari gosip lebih dalam ternyata madrasahku ini gres saja merombak stake holder yang ada termasuk salah satunya dengan memasukan guru gres dan kebetulan akulah orangnya.
Setelah percakapan itu saya sempatkan memperhatikan seisi ruangan kantor lantaran memang saya belum kebagian jam mengajar, ternyata pemandangan yang kulihat cukup tidak menciptakan mata nyaman, dinding tembok yang catnya sudah mengelupas, langit-langit terbuat dari anyaman bambu yang kondisinya sudah hampir jatuh, lantai pecah-pecah, serta ventilasi dari kawat yang telah robek. “Wah..”…. pikiranku sempat mengumpat, “mengapa saya memperoleh pengalaman pertama mengajar yang tidak menyenangkan begini??”.
Beberapa bulan pun berlalu, perasaan tak menggembirakan harus dilaksanakan dengan senyuman, hal itu tetap harus kulakukan lantaran itu memang tugasku sebagai seorang pendidik. Aku diberikan kepercayaan untuk mengajar kelas 4, namun ruangan yang kutempati belum layak disebut sebagai kelas, bayangkan saja, satu ruang kelas berukuran 7x8 meter dibagi menjadi 4 ruang yang dibatasi dengan sekat yang terbuat dari triplek. Masih sangat terperinci dipikiranku, kelasku berada didekat pintu dan muridku hanya berjumlah 7 anak, dibelakang dan samping ruanganku dijadikan ruang kelas 2, kelas 3, dan kelas 5, sungguh sangat menyedihkan jikalau teringat ketika itu. Kejadian tersebut menciptakan risih, bayangkan saja ketika kelasku sedang berlangsung pelajaran matematika yang seharusnya membutuhkan konsentrasi dan keseriusan tinggi, ruang kelas sebelah sedang pelajaran SBK dan melantunkan nyanyian dengan bunyi lantang, sontak muridku ikut bernyanyi tanpa berpikir bahwa mereka sedang mengerjakan soal-soal matematika, akupun hanya membisu dan tertegun menunggu nyanyian selesai, hal ibarat itulah yang terjadi sehari-hari. Hal lain yang menciptakan tak nyaman yakni ketika guru maupun siswa akan keluar dari ruang kelas niscaya melewati ruang kelasku, bagaikan pintu pasar yang dilalui berulang-ulang silih berganti. Belum lagi jikalau terjadi hujan, ruangan bocor dan air meluber ke seluruh kelas, sungguh pengalaman yang tidak ku inginkan.
Sebenarnya ruangan madrasah sudah cukup memadai, namun sebagian di gunakan oleh Raudhlatul Athfal  (RA) yang didirikan pengurus dengan tujuan untuk menopang jumlah siswa MI, namun nyatanya dibangunnya RA tidak kuat besar untuk menciptakan wali siswa menyekolahkan buah hatinya di MI, bahkan justru ke sekolah dasar di sekitar madrasah, hal inilah yang menjadi pertanyaan dan tantangan besar dalam hatiku. Keberadaan madrasahku mungkin sanggup dijadikan salah satu alasannya mengapa siswa di madrasakhu tidak begitu banyak, lantaran jikalau dilihat dari lokasinya, ternyata madrasahku ibarat kartu gaple penthol lima,  sebagian kita tahu, bahwa kartu gaple (domino) di dalamnya terdapat salah satu kartu yang terdiri dari dua bagian, satu sisi terdiri dari satu bulat besar, dan sisi lain terdiri dari lima bulat kecil yang salah satu lingkarannya diapit oleh empat bulat lain, itulah perumpamaan letak madrasahku. Madrasahku diapit oleh 5 sekolah dasar negeri dan salah satunya yaitu sekolah dasar yang pernah kulatih pramuka satu tahun lalu, jarak madrasahku dengan sekolah dasar negeri tersebut hanya sekitar kurang dari 1 km, bayangkan saja bagaimana madrasahku berkembang dan memperoleh murid memadai jikalau harus bersaing dengan 5 sekolah dasar yang bertitel negeri dan pengelolaanya ditopang pemerintah baik dari segi sarana maupun prasaranya, akomodasi mereka cukup dan ditambah lagi dengan guru-guru yang memumpuni dalam bidangnya dan berstatus PNS.  Bandingkan dengan madrasah kami, berstatus swasta dengan 1 orang PNS sebagai kepala madrasah dan 8 orang guru wiyata bhakti, adapun sarpras yang kami miliki jauh dari harapan. Melihat yang demikian, maka itulah yang menjadi tantanganku sekarang, bagaimana menciptakan madrasahku bisa bangun meskipun dengan kondisi ibarat itu.
Akhirnya, sehabis dirombak keberadaan stake holder madrasah ibarat organisasi komite dan kepengurusan, seluruh stake holder berkomitmen untuk membuatkan dan memajukan madrasah yang hampir dibubarkan lantaran kekurangan murid. Namun Allah memberi petunjuk hingga alhasil beberapa tokoh begitu semangat berusaha menggerakan seluruh komponen madrasah, menolak rencana madrasah dibubarkan, lantaran keberadaanya sangat diperlukan untuk meneruskan nafas pendidikan islam diantaranya H. Djalil (alm), H. Muslimin, Bpk. Hamim, Hj. Mursyid, Hj. Jamilah, dan Hj. Suwantini serta tokoh lain.
Program pertama diawali dengan pengenalan jarimatika untuk kelas satu, sebagai daya pikat dengan keinginan memperoleh perhatian dari calon wali siswa baru, pada acara ini saya sendiri sebagai pengajarnya, selama satu tahun berlangsung kemampuan siswa terbilang signifikan dalam berhitung di kelas bawah, juga dengan acara seni rebana dan antar jemput siswa gratis. Namun dengan acara antar jemput gratis bagi siswa, guru muda terkena imbasnya, saya salah satunya, ketika pelajaran sedang berlangsung tak jarang saya harus keluar meninggalkan kelas untuk mengantar siswa kelas 1 dan 2 yang memang pulang lebih awal, kegiatan ini menggunaan motor pribadi dengan uang ganti bensin yang tidak sepadan, ditambah lagi dengan merogoh kantong sendiri yang dihonor sebesar seratus ribu sebulan, “inilah perjuangan”, sebuah kata kecil untuk menyemangatkan meskipun sejatinya begitu berat. Hal ini terjadi selama kurang lebih 1 tahun, sebelum alhasil memakai jasa kakak becak.
Bagaikan kejatuhan durian runtuh, doa dan keinginan mulai terjawab, dengan pelaksanaan acara tersebut, pada awal tahun pelajaran gres 2008/2009, siswa yang masuk sebanyak 22 anak. Semangat para pendidik pun mulai terdongkrak, meskipun belum bisa mempersembahkan prestasi kejuaraan untuk menemani piala lama di dalam lemari. Pada tahun itu banyak sekali ilham segar harus dicurahkan kembali demi majunya madrasah, diantaranya mencari bibit siswa  sejak dini untuk diikutsertakan banyak sekali kegiatan. Pernah pada suatu hari, kami tersenyum haru ketika melihat siswa kelas 1 kembali ke sekolah sehabis mengikuti lomba bersama guru pembimbingnya membawa sebuah piala juara 3, itulah piala pertama yang kulihat di MI Islamiyah meskipun hanya lomba mewarnai, hal itu sangat menciptakan kami bangga. Semangatpun semakin membara, sehabis menimba ilmu kesana-kemari lahirlah acara penyesuaian sebelum masuk kelas ibarat hafalan asmaul husna dan doa harian, ternyata sangat efektif lantaran hanya madrasah kami yang melaksanakannya diantara sekolah dasar di sekitar madrasah. Pada waktu itu juga diadakan drumband dan seni rebana meskipun pengadaan dana dipinjami terlebih dahulu oleh salah seorang anggota komite, para guru di madrasahku begitu bersabar dengan harus membuktikan semangat menjalani aktifitas sehari-hari, meskipun dengan honor seratus ribu rupiah perbulan.
Awal 2009/2010, motivasi kami untuk mengibarkan madrasah semikin tinggi apalagi dengan diberikannya derma dari pemerintah untuk merenovasi gedung madrasah, tentu hal ini bisa dijadikan ajang promosi yang menjanjikan. Diiringi dengan pemadatan kegiatan siswa baik dalam pembelajaran maupun ekstrakurikulernya, bertahap masyarakat mulai mengenal keberadaan madrasahku, para anggota komite dan pengurus juga dengan ulet mensosialisasikan keunggulan madrasah melalui acara pengajian-pengajian rutin.
Setiap awal pergantian tahun pelajaran gres berikutnya, tak henti-hentinya kami melaksanakan penemuan untuk menarik minat calon penerima didik, meskipun belum mempunyai perolehan banyak sekali kejuaraan dan prestasi, kami tunjukan kepada masyarakat melalui penggandaan brosur acara kepada masyarakat, juga dengan pawai ta’aruf awal tahun pelajaran dengan barisan drumband mengelilingi lingkungan sekitar madrasah, hal ini telah memperlihatkan bahwa madrasahku dengan perlahan siap Berjaya.
Perjuangan dengan dasar lapang dada serta kemauan yang keras dari seluruh stake holder madrasah tak selamanya hanya menjadi mimpi belaka, Allah ‘azza wajala memperlihatkan tanggapan dari semua jerih payah dan keinginan kami. Tepat di tahun pelajaran 2012/2013, pendaftar siswa gres mencapai 35 siswa, MI kami bisa mengumpulkan sebanyak 12 trophy piala yang diperoleh secara beruntun dari banyak sekali kejuaraan (Porseni MI, Festival Rebana, Qiroah, FASI, dll), bahkan bisa menjuarai Olimpiade MIPA MI sekabupaten Cilacap, perolehan nilai ujian juga bisa bersaing dan sejajar dengan sekolah lain, berdasarkan kami prestasi ibarat itu sangatlah signifikan dan menjadi nilai tersendiri untuk menatap masa depan. Kegiatan yang menjadi ikon di madrasah kami ialah seni rebana lantaran memang mempunyai daya tarik tersendiri, sering kami tampilkan pada kegiatan Peringatan Hari Besar Islam, bahkan di rumah wali siswa yang mempunyai acara hajat. Itulah bentuk kemitraan yang kami jalin sehingga menyebabkan nama madrasahku tidak lagi dipandang sebelah mata, dan kita bisa bersaing, bahkan saya katakan dengan lantang “Madrasahku Hebat, Maju, dan Siap Unggul !!!”.
Kini madrasahku menjadi sorotan bahkan mungkin oleh sekolah dasar disekitar madrasah kami, hal ini sangat mungkin terjadi lantaran secara tidak pribadi input yang tadinya masuk ke sekolah dasar di sekeliling kami, kini masuk ke madrasahku dan tentunya berdampak pada perolehan siswa mereka. Jumlah siswa kami bertambah setiap tahun, kini dalam kurun waktu 6 tahun (2007-2013), siswa di madrasahku meningkat tajam, dari 50an siswa, menjadi 150an siswa dan sanggup dikatakan meningkat melampaui 150%. Alhamdulillah, pada tahun pelajaran 2013/2014 ini, meskipun madrasahku tidak begitu banyak promosi kepada masyarakat, siswa yang masuk terus bertambah, yaitu berjumlah 37 anak masuk di kelas 1.
Di tambah lagi dengan diberikannya derma percepatan Akreditasi madrasah dari Australian AID melalui SNIP, kami yakin sanggup memacu madrasah semoga lebih maju lagi. Blog madrasah juga ternyata sangat membantu sebagai ajang promosi gratis mengenalkan bahwa madrasahku telah mengenal TIK kepada wali penerima didik, meskipun belum menjadi yang terbaik, blog madrasah pernah kuikutkan dalam ajang lomba di BPTIKP Jateng selesai bulan agustus 2013 ini.
Jika pembaca pernah melihat film Laskar Pelangi, maka kisah konkret ibarat terjadi pada madrashku, setiap kali saya menonton atau bahkan hanya melihat foto tokoh didalamnya, memori otakku pribadi mengalihkan ingatanku ke 6 tahun silam dan terasa begitu mengharukan. Teman-temanku selaku pendidik madrasah, teruslah berusaha dan jangan merasa letih mengibarkan siswa-siswi kita hingga titik tertinggi, namun janganlah berkecil hati untuk menghormat kepadanya jikalau suatu hari nanti siswa yang kita kibarkan terus berkibar lebih tinggi daripada kita.

Hidup Madrasahku, Hidup Bangsaku,
Hari ini Semakin Terus Maju…!!!

Sumber http://mialislamiyahkroya.blogspot.com