"Sak pinter-pintere uwong yen gak berorganisasi gak duwe power."
Sumber http://rahmahuda.blogspot.com Itulah kata yang disampaikan Bapak Muslih, S.Pd. MAcc., Ketua PGRI Kabupaten Magelang. Deretan kata tersebut terngiang selama perjalanan dari rumah dia Ahad kemarin (14/04). Pertemuan yang ibarat penataran singkat perihal keorganisasian ini membekas berpengaruh di sanubariku.
Pernyataan di atas dilatar belakangi ketika Kabid Pembinaan SD Disdikbud Kabupaten Magelang ini menceritakan citra terkait proses legislasi yang terjadi di sentra dan daerah. Proses legislasi yang aku maksud disini ialah proses perumusan kebijakan. Memang pengalaman dan pengamatan aku selama ini perihal proses perumusan kebijakan lebih memperhatikan orang-orang yang mempunyai power daripada orang "pinter".
Power atau kekuatan di periode masa sekarang tidak ditentukan oleh kepintaran atau kualitas kecerdasan seseorang. Namun "zaman now" lebih memperhatikan efek yang dimiliki untuk menghipnotis orang banyak. Hal tersebut sanggup dijelaskan dengan istilah yang sangat sederhana ibarat ini "semakin banyak pengikut, suaramu semakin didengar."
Hal itu menjadi konsekuensi logis dari sistem demokrasi yang ketika ini kita jalankan bersama ketika ini. Contoh kongkritnya ketika ada pembahasan rancangan undang-undang maka yang mempunyai hak bunyi untuk memilih RUU itu menjadi UU ialah anggota DPR-RI, bukan seorang individu pemikir yang mempunyai sederet gelar akademis. Begitu juga ketika melaksanakan audiensi dengan pejabat lokal ataupun nasional, jikalau kita membawa bunyi organisasi niscaya akan diperhatikan. Artinya bunyi pribadi efeknya tidak sama dengan bunyi yang mewakili orang banyak yang tergabung dalam organisasi.
Organisasi menjadi jalan bagi seseorang untuk mempunyai nilai lebih berupa power. Kekuatan dalam bentuk "nilai tawar" ini yang disebut power. Power ini juga lebih dipengaruhi oleh jumlah pengikut organisasi dan kesolidan organisasi yang diikutinya.
Ada pesan tersirat dari kisah yang disampaikan oleh mantan Ketua Pemuda Pancasila dan Angkatan Muda Pembaharu Indonesia (AMPI) Kabupaten Magelang ini. Pesan tersebut lebih pada motivasi biar kami guru muda ini tidak melulu "memintarkan" diri sendiri. Namun juga harus mau berkontribusi dan terlibat pribadi dalam sebuah organisasi.
Saya setuju dengan pedoman di atas. Istilah yang lain ialah biar orang pandai atau intelektual itu tidak hanya bangun di atas menara gading. Akan tetapi terlibat dalam kerja sosial dan berkontribusi positif pada lingkungannya. Dan di masa ini organisasi ialah sistem sosial yang lebih gampang ditemukan daripada sistem sosial periode sebelumnya yang lebih berbasis pada dasar kesukuan. Karena memang sekarang masyarakat lebih heterogen dan tidak lagi hidup di tengah suku yang sejenis.
Mlahar, Windusari, 15 April 2019