Tuesday, March 5, 2019

√ Ppg Untuk Siapa?

Ketika penerima PPG meninggalkan sekolah (Pexels)
Banyak penerima PPG mengeluh dikala meninggalkan sekolah tempatnya bekerja untuk mengikuti lokakarya dan PPL di LPTK. Keluhan ini lebih banyak bersumber pada keadaan internal sekolah tempatnya bekerja. Ada kesan tidak nrimo untuk memperlihatkan izin kepada guru yang menjadi penerima PPG. Bentuk perlakuan sekolah kepada penerima PPG ada yang tidak memperoleh honor selama mengikuti acara PPG. Ada juga sekolah yang mengizinkan guru meninggalkan sekolah untuk mengikuti acara PPG dengan cara mencari guru pengganti sekaligus memperlihatkan insentif kepada guru yang menggantikan tugasnya mengajar di sekolah. Sudah tidak mendapat gaji, malah harus membayari guru pengganti.

Ada juga beberapa penerima PPG yang tidak dilepaskan sepenuhnya oleh sekolah. Sehingga penerima PPG tidak fokus dalam mengikuti acara lokakarya PPG. Sebagian penerima masih dibebani tanggung jawab berupa kiprah tambahan. Misalnya selama PPG harus tetap mengerjakan kiprah sebagai petugas aset sekolah. Ada juga yang diharuskan untuk tetap mengerjakan laporan pertanggungjawaban BOS. Bahkan ada juga penerima yang masih diberi tanggungan untuk mengajar. Sehingga sebelum ke kampus, ia harus mampir dulu ke sekolah untuk memperlihatkan kiprah kepada siswa-siswinya.

Keluhan-keluhan di atas, pada umumnya bersumber pada paradigma yang keliru dari pemangku kepentingan di sekolahnya masing-masing. Mereka berpandangan bahwa PPG merupakan kepentingan pribadi guru yang bersangkutan. Anggapan ini melahirkan kesan bahwa PPG tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan sekolah. Oleh akhirnya muncul kesan sekolah tidak mendukung pelaksanaan PPG. Muncullah pertanyaan, apakah memang betul apabila acara PPG hanya berimbas pada guru yang bersangkutan dan tidak meningkatkan kemajuan pihak lain terutama sekolah? Jawabannya tidak.

PPG memperlihatkan imbas kasatmata pada kompetensi guru, sekolah tempatnya mengajar dan memperlihatkan kemajuan pada bangsa dan negara. Guru yang telah lulus mengikuti PPG akan mendapat sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik menjadi salah satu syarat dimana yang bersangkutan dianggap sebagai guru profesional. Guru bersertifikat pendidik tentu lebih percaya diri sebab diakui secara aturan bahwa ia yaitu guru profesional. Peserta PPG yang lulus dan memperoleh sertifikat pendidik benar-benar sah menjadi seorang guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (baca: UU Guru dan Dosen).

Selain itu, guru yang mengikuti acara PPG tentu wawasannya akan bertambah. Peserta PPG mendapat komplemen wawasan sehabis mengikuti pembelajaran daring memakai banyak sekali macam modul. Tidak berhenti pada pembelajaran yang teoritis, penerima PPG dilatih menciptakan perangkat pembelajaran pada acara lokakarya. Belum lagi pada acara peer teaching di mana setiap guru memperlihatkan proses pembelajaran terbaiknya diberi masukan, saran, dan kritik oleh dosen atau rekan guru sesama penerima PPG. Forum inilah yang benar-benar meningkatkan wawasan guru. Guru juga mendapat kesempatan merefleksi diri terhadap kebiasaan mengajarnya selama ini.

Bagi sekolah, PPG berimbas pada peningkatan poin ratifikasi sekolah. Telah diketahui bersama bahwa instrumen ratifikasi yang terbaru memuat indikator jumlah tenaga pendidik yang telah bersertifikat pendidik. Sehingga jumlah tenaga pendidik yang telah mempunyai sertifikat pendidik mensugesti skor yang diperoleh pada acara akreditasi. Semakin banyak guru yang mempunyai sertifikat pendidik tentu point akreditasinya akan semakin banyak. Tidak diragukan lagi bahwa guru yang mengikuti acara PPG kemudian lulus dan mendapat sertifikat pendidik akan memperlihatkan bantuan kasatmata pada evaluasi sekolah dikala acara ratifikasi berlangsung.

Kegiatan PPG juga berimbas pada pemenuhan kepentingan bangsa dan negara. Salah satunya negara telah menunaikan tanggung jawabnya dalam memprofesionalkan guru melalui acara pendidikan profesi guru sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Secara logis, apabila acara PPG ini hanya untuk kepentingan pribadi guru yang menjadi penerima PPG tentu pemerintah tidak akan mau menganggarkan dana dari APBN atau APBD untuk membiayai guru mengikuti acara PPG. Faktanya acara PPG tahun ini mendapat biaya pendidikan penuh dari negara sebanyak Rp 7,5 juta untuk tiap peserta.

Memang uraian di atas belum tentu sanggup memperlihatkan pencerahan kepada beberapa pemangku kebijakan yang ada di tataran sekolah. Namun apabila masih ada pihak yang berkeberatan melihat guru di sekolahnya meninggalkan sekolah untuk PPG, sanggup diberikan saran untuk menyikapinya ibarat layaknya seorang guru cuti melahirkan. Harapannya tidak akan ada lagi perasaan bersalah atau saling menyalahkan antara pemangku kebijakan sekolah dan guru yang menjadi penerima PPG dalam jabatan. PPG untuk guru, sekolah dan kemajuan bangsa dan negara!
Sumber http://rahmahuda.blogspot.com