Monday, April 29, 2019

√ Amanat Apel: Menghalau Simbol Negatif Kelompok Tertentu

Apel kali ini saya hanya memberikan jawaban berkaitan tingkah siswa yang konon katanya "lebih susah diatur" dari pada siswa zaman dahulu. Untuk mengetahui penyebab hal ini perlu dilakukan analisa sosial lingkungan daerah tinggal siswa. Tempat tinggal yang dianalisis ialah daerah tinggal dari siswa yang "susah diatur".

Analisa sosial lingkungan daerah tinggal siswa ini bahu-membahu hanya untuk mempotret keadaan. Karena lingkungan daerah tinggal bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi siswa. Masih banyak faktor lain yang perlu dianalisis. Namun pada apel kali ini saya mencoba melaksanakan pembatasan bahasan pada analisis sosial lingkungan daerah tinggal siswa.

Siswa-siswa yang diambil sampel untuk dianalisis kebanyakan bertempat tinggal di sekitar candi Borobudur. Keberadaan Borobudur menyajikan pilihan yang dilematis. Pilihan ini menyerupai dua sisi mata uang logam yang saling bertolak belakang. Di satu sisi bermanfaat pada masyarakat sekitar. Dan di sisi lain memperlihatkan imbas negatif pada masyarakat.

Efek kasatmata yang dirasakan masyarakat terlihat dari berkembangnya perekonomian warga di sekitar Candi Borobudur. Namun imbas negatifnya berupa percampuran budaya yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat sekitar. Selain itu, kemajuan perekonomian juga melahirkan kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok-kelompok tersebut seolah saling berebut potensi politik dan ekonomi yang ada di sekitar Borobudur.

Kelompok-kelompok ini sangat mempengaruhi kehidupan siswa. Terbukti dari simbol-simbol yang "dibanggakan" siswa. Simbol-simbol tersebut gampang ditemui dalam bentuk pin, coretan-coretan di buku atau gambar-gambar yang ada di sekitar siswa. Misalnya, beberapa kali saya menemukan pin dengan simbol/ logo merek dagang minuman keras tertempel di tas siswa.

Pengaruh kelompok kepentingan ini sanggup hingga di pikiran dan tindakan siswa sanggup dijelaskan dengan teori perkembangan. Tingkat perkembangan siswa SD memperlihatkan bahwa anak usia SD sedang pada fase modelling. Modelling dalam arti menggandakan seseorang yang diidolakannya. Karena kelompok kepentingan ini ada di sekitar siswa, maka efek siswa untuk memodelkan kelompok idola ini menjadi model yang dianutnya cukuplah besar.

Oleh karenanya, kita sebagai guru yang menjadi cuilan dari sekolah harus mengantisipasi hal ini. Terutama guru harus menjalankan fungsi sekolah sebagai transformator pendidikan dan kebudayaan. Untuk memulai hal ini cukup mudah. Kita sebagai guru sanggup memulai perjuangan untuk melawan efek negatif dengan memperhatikan lebih secama siswa-siswa kita.

Guru memperhatikan siswa dengan cara observasi tingkah laris dan tampilan luar siswa. Tingkah laris dan tampilan luar menjadi cerminan abjad dan mental siswa kita. Bisa saja mental itu diukur, dianalisis, atau dinilai menggunakan instrumen tes kejiwaan. Namun kita sebagai guru tidak dibekali kompetensi tes kejiwaan menyerupai itu.

Oleh alasannya ialah itu, sekali lagi saya menghimbau kepada bapak ibu guru sekalian untuk mengamati siswa-siswa dengan lebih secama. Apabila ada siswa yang menggunakan simbol-simbol yang berpotensi pada model negatif maka kita wajib mengambilnya. Misalnya ada yang menggunakan pin dengan simbol logo minuman beralkohol maka kita harus mengambilnya. Selain itu apabila ada siswa pria yang menggunakan aksesoris berlebihan menyerupai gelang atau kalung maka benda-benda ini juga wajib harus kita ambil.

Mungkin tindakan pengambilan paksa simbol atau barang yang mencerminkan kelompok tertentu ini merupakan hal yang "kurang gawean". Namun saya tegaskan bahwa tindakan pengambilan ini sebagai tindakan untuk memperlihatkan penegasan kepada siswa mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Saya juga khawatir apabila simbol-simbol ini alasannya ialah saking biasanya dilihat malah menyebabkan simbol-simbol negatif ini menjadi hal yang biasa. Repot kalau hal negatif menjadi hal biasa.

Saya sebelum mengakhiri sambutan apel ini memberikan biar perjuangan kecil ini sanggup memperlihatkan imbas kasatmata kepada siswa. Siswa tidak lagi mengidolakan kelompok-kelompok yang tidak pantas ditiru oleh seorang pelajar. Selanjutnya biar kita sebagai guru sanggup menjadi model/ pola yang baik bagi anak didik kita. Aamiin.

Seusai apel di koperasi sekolah, 10 April 2018

Sumber http://rahmahuda.blogspot.com