Friday, April 26, 2019

√ Kita Yang Mengawasi Anak Kita

Rafi seringkali kedatangan teman-temannya. Rafi kali ini kedatangan dua anak wanita dengan satu anak laki-laki. Dua anak wanita ini bekerjsama sahabat yang seringkali tiba menghampiri. Nama kedua anak wanita ini yaitu Hanifah dan Putri. Sedangkan anak pria ini berjulukan Ferdi.

Hanifah dan Putri masih duduk di kursi SD kelas 4 dan 3. Mereka tidak sekolah di sekolah yang sama. Hanifah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri. Sedangkan Putri bersekolah di SD Kanisius. Ferdi sendiri masih bersekolah di Taman Kanak-kanak Kanisius. Kehadiran mereka yang usianya masih kecil sering menciptakan Rafi senang.

Namun insiden kali ini berbeda. Rafi dikala bermain dengan mereka terjatuh dari kendaraan beroda empat mainan yang ia naiki dan masuk ke selokan yang berada di taman tengah BKIA. Hal ini menciptakan Rafi menangis. Selain itu didapati luka lecet di pelipis Rafi sebelah kanan.

Aku merasa kecewa dikala mendengar Rafi menangis alasannya jatuh "njungkel" di selokan taman. Kekecewaanku mengarah kepada teman-teman Rafi. Kenapa mereka tidak mengawasi Rafi. Sampai-sampai Rafi sanggup terjatuh. Mengapa mereka malah bermain sendiri tanpa memperhatikan gerak-gerik Rafi.

Ingin rasanya meluapkan kekecewaan tersebut kepada teman-teman Rafi. Aku pun ingin menyuruh mereka pulang. Bahkan bayangan untuk memarahi mereka juga terlintas di kepalaku. Namun kutahan pikiran-pikiran yang mengarah ke tindakan negatif ini.

Aku meredam kekecewaanku dengan berpikir kembali. "Pas" apa tidak jikalau saya memarahi teman-teman Rafi yang usianya masih belum dewasa ini. Selama proses berpikir ini saya terdiam. Diam sembari melanjutkan kiprah harianku. Sampailah pada sebuah final pemikiran.

Simpulan ini berujung pada ajaran untuk tidak memarahi teman-teman kecil ini. Alasan yang paling utama yaitu mereka tiba kesini untuk bermain dengan Rafi. Bukan mengawasi Rafi selayaknya "baby sitter". Rasanya tidak sempurna jikalau memarahi mereka alasannya mereka bermain sendiri dan tidak memperhatikan Rafi.

Simpulan tersebut juga melahirkan gagasan baru. Bahwa kita sebagai orang renta tidak sanggup melepaskan begitu saja anak kita di bawah pengawasan atau pengasuhan orang lain. Apalagi seolah memasrahkan pengasuhan anak kita ke teman-temannya yang lebih renta umurnya menyerupai dongeng di atas.

Kita lah yang harus selalu mengawasi anak kita. Bahkan kiprah pengawasan seharusnya bertambah dikala teman-teman anak kita tiba bermain. Kaprikornus kita harus mereposisi menjadi orang renta yang bertanggung jawab dengan senantiasa mengawasi gerak-gerik anak kita.

Senin, 16 April 2018


Sumber http://rahmahuda.blogspot.com