Friday, May 10, 2019

√ Anak Sakit, Orang Renta Harus Tambah Logika E


Episode kehidupan keluargaku kali ini sedang sedikit bersedih. Sudah lima hari ini hidung Rafi berlendir, batuk, dan suhu badannya cukup tinggi. Suhu badannya berkisar antara 37-40 derajat celcius. Bahkan kami juga sempat membawa Rafi ke IGD RSU Tidar Kota Magelang kemarin malam. Dokter IGD menawarkan tindakan berupa nebulizer sebab hidung Rafi mengeluarkan lendir yang menjadikan kesulitan dalam bernapas.

Paska Nebulizer kondisi Rafi membaik. Wajahnya terlihat segar kembali. Ia kembali tertawa-tawa. Sempat juga bermain memakai helm pemadam kebakaran yang ada di RSU Tidar. Selanjutnya, pihak RSU Tidar menawarkan obat rawat jalan berupa sanmol (drop) dan obat pengencer dahak.

Kejadian Rafi sakit bukanlah kali pertama. Rafi sejak lahir hingga usianya 13 bulan pernah ditangani oleh beberapa dokter. Antara lain ditangani dr. Endardi, Sp.A. sebanyak sekali; dr. Isnu, Sp. A. menangani satu kali; sekali diperiksa dokter IGD; dan paling banyak diperiksa Prof dr. Sunarto, Sp.A.(K) sebanyak enam kali.

Berdasarkan isu di atas, Rafi telah mengalami sakit sebanyak sembilan kali. Dengan kondisi terparah ketika dirawat di RS Lestari Rahardja sebab radang paru-paru dan yang paling ringan sebab ada bentuk menyerupai luka di kukit kelopak mata. Sakit sembilan kali selama tiga belas bulan menawarkan kesimpulan bahwa hampir tiap bulan Rafi mengalami sakit dan harus diperiksakan ke dokter.

Orang-orang renta yang hidup di masa kemudian umumnya menganggap bahwa anak yang panas, masuk angin, atau sakit yaitu sebuah membuktikan bahwa ia sedang mengalami masa pertumbuhan dan akan menguasai keahlian baru.

Saya juga sempat percaya dengan anggapan di atas. Bahkan saya juga menganggap bahwa sakit merupakan hal yang masuk akal bagi anak kecil. Kemudian paska Rafi sembuh dari sakit, saya merasa bahwa sakit itu gampang di atasi. Sehingga tidak berimbas perubahan pada keadaan di sekitar Rafi.

Namun kali ini saya tersadar bahwa Rafi mengalami sakit rata-rata satu bulan sekali merupakan hal yang tidak wajar. Selain itu, dengan melihat frekuensi sakit yang dialami dan dengan interval yang terlalu akrab ini tidak sanggup lagi merasa terlalu optimis.

Sebenarnya perilaku terlalu optimis ini sanggup ditindaklanjuti melalui upaya perubahan pada tindakan kepada Rafi dan lingkungan di sekitar Rafi. Ada sebuah ungkapan, "Kalau kita ingin hasil yang berbeda, maka harus dilakukan dengan proses dan tindakan yang berbeda pula". Artinya " khayal dong" jika mau hasil yang lebih baik tapi tidak ada perubahan dan tidak mau berubah.

Akhirnya saya simpulkan, bahwa sesudah sembuh dari sakit kali ini harus ada perubahan pada tingkat kesehatan Rafi. Frekuensi sakit harus lebih kecil lagi. Tidak ada lagi khayalan bahwa sakit merupakan "pertanda" jika anak akan "tambah logika e". Oleh karenanya, menjadi hal yang sangat direkomendasikan untuk melaksanakan konsultasi gizi dan tumbuh kembang anak kepada ahlinya. Bukankah ada pak Untung, jago gizi yang diakui di seluruh Indonesia dan tinggal di akrab kita?

Jam 01.36 WIB
Senin, 19 Maret 2018

Sumber http://rahmahuda.blogspot.com