Detik demi detik, waktu terus berjalan. Setiap detak jarum jam seolah mengantar pergi meninggalkan tahun 2017. Berjalan konsisten menuju tahun gres 2018. Satu tahun berjalan begitu cepat dan tidak terasa hingga di penghujung tahun. Oleh alasannya itu, tidak ada salahnya untuk menciptakan catatan insiden penting di tahun 2017. Catatan ini sanggup menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, yaitu:
1. Menghindarkan diri dan keluarga dari praktek praktek riba.
Praktek riba biasa diawali dari prosesi hutang. Hutang ribawi mempunyai konsekuensi, selain bunga yang tinggi juga tidak pernah hening di hati. Karena hal ini akan memotong penghasilan setiap bulan.
Padahal penghasilan tiap bulan itu sudah dipatok untuk pembiayaan kehidupan rumah tangga. Bahkan menghilangkan tabungan-tabungan masa depan.
Namun alasannya bunga yang ditanggung terlampau tinggi maka sisa-sisa penghasilan tinggal sedikit. Hal ini yang menciptakan kita harus melaksanakan penilaian diri. Kesimpulannya ialah untuk menjaga stabilitas keuangan rumah tangga, diperlukan untuk tidak berhutang. Apa lagi dengan alasan-alasan yang tidak esensial. Seperti membeli rumah, membeli motor ataupun kebutuhan kebutuhan tersier lainnya.
Namun dikala harus memenuhi kebutuhan yang benar-benar mendesak, contohnya dikala ada anggota keluarga yang sakit atau tidak mempunyai apa yang bisa domalan. Dan hutang satu-satunya jalan supaya bertahan hidup, maka hutang menjadi hal yang sanggup dijadikan pilihan. Sekali lagi, hutang hanya untuk perkara yang benar-benar mendesak.
2. Meminta istri untuk bekerja
Menurut saya istri bekerja bukan merupakan sebuah kesalahan. Apalagi menjadi hal yang terlarang. Selama bekerja di kawasan yang baik, mengerjakan hal yang baik dan mendapat izin dari suami.
Yang harus diingat. Ketika istri bekerja niscaya diikuti beberapa konsekuensi. Konsekuensi logisnya berupa tanggung jawab tambahan. Tanggung jawab komplemen selain tanggung jawab menjadi seorang istri ialah tanggung jawab di dunia kerja.
Bayangkan, seorang istri itu mempunyai kewajiban untuk mengurus rumah tangga. Mulai dari mencuci piring dan baju hingga mengurus anak. Istri bekerja sah-sah saja. Namun suami harus memperlihatkan sebuah solusi. Terutama berkaitan dengan tanggung jawabnya di rumah. Apabila tidak bisa atau tidak ingin memakai jasa pembantu rumah tangga, maka suami harus mau melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang umumnya seorang suami tidak melakukannya.
Suami harus menjaga marwah (harga diri) sebagai kepala keluarga. Untuk menjaga marwah suami, suami tidak perlu menunggu istri hingga muring-muring atau hingga memaksa suami untuk melaksanakan pekerjaan pekerjaan rumah. Suami harus menyadari bahwa sang istri tidak mempunyai cukup waktu lagi untuk menuntaskan tugas-tugas pekerjaannya di rumah. Sehingga suami harus membangun kesadaran bila ia harus ikut turun tangan untuk menuntaskan pekerjaan rumah tangga.
Hal ini menyerupai yang dilakukan oleh Nurcholis Madjid, seorang intelektual pemikir pembaruan islam. Ternyata ia juga melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah sendirian. Diceritakan dalam bukunya, bahwa Nurcholis Madjid menyebut dirinya sebagai seorang "house husband" alasannya ia melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
Oleh alasannya itu, tidak perlu aib untuk melaksanakan hal yang memang dibutuhkan oleh keluarga. Saat mengijinkan istri bekerja, harus memahami konsekuensi dan harus siap untuk bekerja ekstra. Dalam rangka memenuhi tanggung jawab istri yang tidak bisa diselesaikan. Karena adanya beban kerja di kawasan kerja.
31 Desember 2017
Sumber http://rahmahuda.blogspot.com