Tuesday, June 20, 2017

√ Peringatan Hari Pangan Dunia: Ternyata Indonesia Masih Mengalami Problem Ini

 Tahukah kita hari ini yakni peringatan hari Pangan Dunia √ Peringatan Hari Pangan Dunia: Ternyata Indonesia Masih Mengalami Masalah Ini
Tahukah kita hari ini yakni peringatan hari Pangan Dunia? Kesejahteraan insan salah satunya sanggup diukur dari kecukupan sandang, papan dan pangan. Cukup dalam artian tidak terlalu banyak, juga tidak terlalu kurang. Kecukupan pangan menjadi salah satu indikator besar kecilnya biaya hidup sehari-hari. Pangan memiliki posisi penting dalam menunjang segala kegiatan manusia, utamanya bagi mereka yang bekerja sebagai buruh berangasan atau serabutan. Pangan yang cukup pastinya dibutuhkan biar energi sanggup dihasilkan.

Pangan sangat dekat hubungannya dengan makan beras, khususnya di Indonesia. Ada anggapan umum yang terjadi di Indonesia, makan apapun jikalau belum makan beras, maka belum dikatakan sudah makan. Maklum, masakan pokok di Indonesia jikalau tidak beras, jagung, ya sagu. Tapi sekarang, hampir semua masyarakat Indonesia sudah menjadikan beras sebagai materi masakan pokoknya sehari-hari. Terdapat pergeseran dibandingkan tahun 1990-an, dulu di desa-desa masyarakat masih ada yang rela menumbuk jagung untuk kemudian diolah menjadi nasi jagung.

Berdiskusi mengenai beras sebagai materi masakan pokok, hingga ketika ini masih menjadi tantangan tersendiri. Beberapa tahun kemudian misalnya, data memperlihatkan adanya surplus produksi besar, namun pemerintah tetap melaksanakan impor beras dari negara lain. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 menyebutkan bahwa jumlah produksi beras nasional mencapai 79,14 juta ton, ada peningkatan sekitar 11,7 persen bila dibandingkan produksi beras tahun sebelumnya yang sebesar 70,85 juta ton. Tetapi banyak kalangan mengkritisi pernyataan kementan bahwa terdapat surplus neraca domestik beras sekitar 11,38 juta ton bahkan ada kelebihan sekitar 20 juta ton bila ditambah stok awal (antaranews, 23/08/2016).

Sebenarnya mencocokkan data haruslah diambil dari beberapa sumber. Bila terdapat perbedaan antara nilai data BPS dan kementan, maka setidaknya keduanya sanggup dijadikan data pembanding. Toh, jikalau pun mempersoalkan di mana surplus beras tersebut sehingga pemerintah tetap melaksanakan impor beras, maka surplus itu sanggup kita temukan pada 5 titik, yaitu rumah tangga, penggilingan padi kecil, pedagang dan gudang Bulog. Data BPS juga menyebutkan, selama tahun 2016, pemerintah RI hanya melaksanakan impor beras sebanyak 1,2 juta ton. Lebih lanjut, BPS juga menjelaskan alasan mengapa pemerintah tetap impor beras padahal produksi beras nasional mengalami surplus.

Jenis beras yang diimpor pemerintah selama tahun 2016 dari Januari hingga November mencapai Rp. 6,6 Triliun. Tetapi, impor beras tersebut nyatanya merupakan hasil kontrak impor pada tahun 2015 yang pelaksanaanya di tahun 2016. BPS juga memperlihatkan penjelasan bahwa terdapat ketimpangan data produksi beras nasional tersebut, bahwa impor beras selama tahun 2016 yakni impor beras untuk jenis khusus yang biasanya dikonsumsi di rumah makan dan restoran.

Berdasarkan kerja sama gosip dan data itulah, sudah semestinya kita tahu arti  pentingnya data pangan nasional. Mengingat posisi data pangan demikian vital alasannya yakni menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia, pembenahan data pangan pun terus dilakukan oleh pemerintah, yang dalam teknisnya dilakukan oleh BPS sebagai otoritas data statistik. Keakuratan data pangan hingga kini masih menjadikan banyak perdebatan dan tantangan tersendiri. Sebab, selama ini data luas panen sanggup dibilang ambigu miliknya siapa. Data luas panen sendiri merupakan data hasil perkalian data produktivitas dan data luas lahan. Kalau dulu, data produktivitas merupakan data yang biasa dikumpulkan oleh BPS menurut hasil Survei Ubinan dengan instrumen berukuran 2,5 m x 2,5 m. Sedangkan data luas lahan merupakan data yang dikeluarkan oleh kementerian pertanian sehingga data kesudahannya justru menjadikan pertanyaan, data luas panen itu bergotong-royong data siapa?

Berawal dari permasalahan ini, BPS melaksanakan kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk membuatkan metode pengukuran data pangan, yaitu metode Kerangka Sampling Area (KSA). Kementan sendiri juga berhubungan dengan LAPAN untuk menerapkan teknik mendapat luas lahan menurut gambaran satelit sehingga diperlukan data luas lahan yang diukur lebih akurat dan sanggup menjadikan estimasi luas panen untuk meneropong stok pangan nasional lebih terjamin.(*)
Sumber http://www.ngobrolstatistik.com/