Friday, June 9, 2017

√ Ternyata Efek Penggunaan Bitcoin Terhadap Underground Economy Menyerupai Ini!

Penggunaan bitcoin untuk transaksi keuangan √ Ternyata Pengaruh Penggunaan Bitcoin Terhadap Underground Economy Seperti Ini!
Penggunaan bitcoin untuk transaksi keuangan, sumber: dokpri.
Bitcoin merupakan salah satu instrumen transaksi berbasis teknologi ketika ini. Orientasi efisiensi transaksi dan keamanan menjadi salah satu pendorong penggunaan alat pembayaran ini. Tidak ada pihak satupun yang mengetahui seberapa besar arus transaksi bitcoin ini.

Sebagai uang virtual, bitcoin masih belum diakui secara legal, terutama di Indonesia. Meski demikian, di beberapa wilayah komunitas-komunitas bitcoin ini sudah ada.

Bitcoin memang berbeda dengan uang kartal, giral atau terkhusus uang elektronik yang baru-baru ini mulai disosialisasikan pemerintah. Wujud bitcoin tidak sanggup didefinisikan sebagaimana uang berbahan tertentu ibarat kertas. Bitcoinlah yang bekerjsama memenuhi definisi dari uang virtual itu sendiri. Sebelum bitcoin, uang virtual pertama kali yang ada dan dipakai diberi nama Satoshi.

Bitcoin diciptakan pada tahun 2009 oleh Satoshi Nakamoto. Selain dari bentuknya yang tak terjamah, sistem transaksi dari bitcoin ini juga terbilang unik. Departemen keuangan Amerika Serikat (AS) pun menyebutkan bahwa sistem transaksi termasuk penyimpanan bitcoin ini yaitu desentralisasi. Artinya, dengan memakai jaringan peer to peer (P2P), data transaksi termasuk penyimpanan ini tidak terpusat atau memakai direktur tunggal. Inilah yang menimbulkan Bank Indonesia (BI) masih menganggap bitcoin merupakan uang virtual yang ilegal. Selain itu, arus transaksi bitcoin ini hanya sanggup diketahui besarnya saja, sementara siapa yang mengirimkan uang dan kemana tujuan pengirimannya juga tidak sanggup diketahui.

Beberapa tahun yang lalu, ya mungkin bitcoin masih belum banyak dikenal oleh khalayak, nilai 1 bitcoin sanggup dikatakan cukup besar. Satu bitcoin (1 BTC) saja setara dengan Rp. 6 juta hingga Rp. 7 juta. Sekarang, nilai dari mata uang virtual ini telah mencapai Rp. 80 juta per 1 BTC-nya. Luar biasa bukan?

Sebagaimana uang ibarat biasa yang kita kenal, bitcoin juga ada dompetnya. Kalau uang kartal kan biasa kita simpan dalam dompet atau tersedia dalam mesin ATM atau bank. Kalau bitcoin, "dompet" berada di dalam cloud yang dijamin mempunyai pengaman yang tinggi. Cloud sebagai "dompet" dari uang virtual ini dihiasi dengan fitur pengaman dengan isyarat enkripsi mencapai 256 bit serta berlapis. Pastinya, dengan sistem peer to peer, arus yang sanggup dikontrol oleh pemerintah hanyalah besarnya saja, inilah yang menimbulkan bitcoin mempunyai daya tawar pemakaian pribadi bagi penggunanya.

Betapa tidak, disinyalir banyak acara underground economy ibarat perdagangan narkoba, perdagangan manusia, perdagangan binatang endemik, perjodian, illegal logging, illegal fishing, illegal mining serta bisnis prostitusi memakai instrumen bitcoin. Malah, beberapa waktu lalu, kita kan masih ingat merebaknya pemberitaan virus Wannacry, itu injeksi virusnya pun juga meminta bitcoin dalam aksinya.

Sistem transaksi berpengaman tinggi dan dalam jaringan peer to peer ini menimbulkan bitcoin yaitu satu-satunya sistem transaksi bebas pajak. Sebab selain bentuknya yang virtual, pengirim dan penerimanya susah diditeksi.

Rasa-rasanya, jika transaksi keuangan kelak memakai bitcoin ini, maka pengkalkulasian inflasi bakal sulit dilakukan. Tak hanya itu, underground economy juga semakin menawarkan andil besar membiaskan angka-angka statistik perdagangan dan arus transaksi finansial yang ada. Sebagai residu perekonomian, underground economy bakal lebih sulit lagi untuk diditeksi dan dikendalikan. Bitcoin seolah menimbulkan bahwa semua acara baik legal dan ilegal bersifat free dengan privasi tinggi. Semua kalkulasi akan mengandung kesalahan cukup besar dan tak sanggup diungkap dengan mudah.

Selain itu, bitcoin akan mengakibatkan jasa perbankan melarat alasannya yaitu mereka bukan lagi sebagai pihak intermediasi antara pihak yang surplus dan defisit. Bitcoin mengancam kedudukan bank sebagai dompet raksasa uang. Arus perdagangan virtual dan invisible sehingga keadaan perekonomian global tidak sanggup dianalisis secara pasti.(*)

Sumber http://www.ngobrolstatistik.com/