Tanggal 17 April 2019 esok Bangsa Indonesia akan melaksakan Pemilu serentak untuk menentukan Presiden dan Wapres beserta anggota legislatif. Sebelum dapat menjalankan sistem demokrasi yang tenang mirip kini ini, Bangsa Indonesia telah mengalami serangkaian insiden kelam ihwal upaya sekelompok orang yang mencoba menggoyahkan sistem demokrasi Pancasila yang dianut usang oleh bangsa ini. Satu diantaranya yaitu pembantaian para jendral oleh PKI di lubang buaya.
Tepatnya pada tanggal 30 September 1965. Empat Jendral yang menjadi sasaran operasi utama PKI yaitu Ahmad Yani, D.I. Panjaitan, M.T. Haryono, dan Nasution. Tiga Jendral yaitu Ahmad Yani, D.I. Panjaitan, dan M.T. Haryono berhasil dibunuh di kediamannya, sedangkan Jendral Nasution berhasil meloloskan diri. Beberapa asisten Jendral Nasution yakni Mayjen S. Parman, Mayjen R. Suprapto, Brigjen Sutoyo, dan Letnan Satu Pierre Andreas Tendean ditangkap oleh PKI kemudian dibawa ke lubang buaya bersama tiga jasad Jendral lainnya.
Sesampainya di lubang buaya Mayjen S. Parman, Mayjen R. Suprapto, Brigjen Sutoyo, dan Letnan Satu Pierre Andreas Tendean dipaksa menandatangi Dewan Jendral, sebutan untuk sekelompok Jendral yang diisukan akan melaksanakan makar pada Presiden Soekarno. Dewan Jendral merupakan dongeng karangan PKI untuk melancarkan rencana PKI dalam merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno.
Karena para asisten ini menolak, mereka kemudian disiksa secara sadis hingga mati. Bersama jasad para jendral, jasad para asisten ini diseret kemudian dimasukkan dalam sebuah lubang sumur sedalam 12 meter dengan lebar 75 centimeter yang kini dikenal sebagai lubang buaya. Untuk memastikan jasad benar-benar meninggal, PKI kemudian menembak jasad-jasad tersebut dari atas kemudian ditutupi sampah pohon karet dan ditanami pohon pisang diatasnya.
Sumur gres ditemukan pada 3 Oktober 1965, dan digali dengan tangan pada keesokan harinya pada 4 Oktober 1965. Berdasarkan hasil visum ditemukan retakan di bab kepala dan patah tulang di kaki dan tangan. Diduga para petinggi militer ini dipukul, ditendang dengan sepatu lars yang keras, dan dipopor dengan ujung senjata.
Untuk memperingati insiden kelam tersebut dibangun sebuah Monumen Pancasila Sakti di area pembantaian lubang buaya. Lebih dari setengah era berlalu, lubang buaya seolah masih membawa suasana pembantaian sadis masa lalu. Banyak kisah-kisah misteri yang sering dialami oleh pengunjung yang datang. Misalnya mirip bunyi teriakan minta tolong dari dalam sumur dan bunyi derap langkah kaki yang ibarat derap kaki sekelompok tentara yang berbaris.
Sumber https://phinemo.com