Saturday, November 10, 2018

√ Menjamur Di Jogja, Inspirasi Warung Burjo Berasal Dari Lurah Di Kuningan

Kalau kau jalan-jalan ke Jogja, menemukan warung Burjo bukanlah hal yang sulit. Hampir di setiap gang atau pun jalanan kota terdapat satu atau pun dua warung burjo.


Meski Warung burjo gampang dijumpai di Jogja dan Semarang, nyatanya warung sobat mahasiswa/i dan backpacker ini pertama kali diinisiasi oleh lurah Kuningan, Salim Saca Sacana.


Baca juga: Ternyata masakan lokal khas Indonesia ini berasal dari luar negeri.


Ide pembukaan Warung Burjo muncul ketika usia Indonesia masih belia, gres merdeka 2 tahun kala itu. Sebagai negara yang gres saja merdeka, Indonesia mengalami ketidakstabilan politik dan ekonomi. Makin diperparah dengan perseturan antara Indonesia dan Belanda yang belum juga usai.


 menemukan warung Burjo bukanlah hal yang sulit √ Menjamur di Jogja, Ide Warung Burjo Berasal dari Lurah di Kuningan

Potret Warung Burjo dulu kala. Foto dari warungburjosindanghayu.blogspot.com


Akibatnya, kebutuhan pokok meningkat tajam, rupiah terjatuh. Keadaan pelik tersebut menciptakan rakyat Indonesia berada di posisi sulit. Mau tak mau mereka harus kreatif dan melaksanakan aneka macam cara untuk bertahan hidup.


Kondisi ekonomi yang serba sulit terjadi di seluruh pelosok Indonesia, tak terkecuali tempat Jawa Barat. Namun, warga Jawa Barat khususnya tempat Kuningan tak serta merta diam. Yang paling tersohor melaksanakan perjuangan perubahan yaitu Rurah Salim Saca (Lurah dalam bahasa Sunda).


Keterampilan menciptakan Bubur dari Kacang Hijau, yang dimiliki Rurah Salim, yaitu cikal bakal dari perjuangan warung burjo. Ia bahkan mengklaim sebagai orang pertama yang menciptakan bubur kacang ijo (Burjo).


Awal jualan burjo, Salim hanya sekadar uji coba. Selanjutnya Burjo hasil racikan Rurah Salim ini disebarkan secara cuma-cuma kepada orang-orang di lingkungannya. Bahan yang dipakai pun sama menyerupai bubur kacang ijo yang kita kenal sekarang. Bedanya, dulu bubur kacang ijo dimasak memakai Se’eng, yaitu wadah yang terbuat dari tembaga dan biasa dipakai untuk memasak nasi.


Baca juga: Siapa sangka, Lunpia Semarang dibentuk oleh sepasang suami istri dari Jawa dan Tiongkok


Kemudian, sesudah bubur kacang ijo siap, Salim memikul dan berkeliling kampung. Mula-mula, Salim membagikan bubur kacang ijo tersebut secara cuma-cuma.


Siapa sangka, banyak orang yang menyambut suka cita olahan bubur kacang ijonya. Hal ini lantas mematik Rurah Salim untuk berdagang Burjo.


 menemukan warung Burjo bukanlah hal yang sulit √ Menjamur di Jogja, Ide Warung Burjo Berasal dari Lurah di Kuningan

Aneka olahan mi instan, nasi sarden, nasi magelangan, mi dok-dok pun ada. Foto dari hipwee


Ia pun mulai berjualan burjo dari pagi sampai siang dengan berkeliling. Rute yang ditempuh dimulai dari jalan Cigodeg-kebumen, terminal bus (sekarang TamKot), depan Masjid Agung Kuningan, pasar lama, pertokoan Jalan Siliwangi, perempatan Jalan Citamba, dan berakhir mangkal di pasar tradisional yang berdekatan dengan ex.bioskop ciremai dan ex. Kantor Mapolres (sekarang jalan Langlang Buana).


Beberapa tahun lalu tepatnya pada 1950, Rurah Salim Saca berjualan Burjo di kota Kuningan dengan membuka warung sederhana. Setelahnya, banyak orang berinisiatif untuk mengikuti jejak Rurah Salim sebelum kesudahannya disebarkan oleh warga Kuningan ke kota-kota lain di Indonesia menyerupai Jogja, Semarang, Jakarta, Solo, dan banyak lainnya.


Seiring berkembangnya jaman, Warung Burjo pun tidak hanya menjual bubur kacang hijau, ketan hitam saja, kini lebih variatif dengan sajian kuliner mengenyangkan cepat saji menyerupai mi instan, magelangan, nasi goreng, nasi sarden, nasi telor.



Sumber https://phinemo.com