Tuesday, March 5, 2019

√ Terlalu Banyak Memakai Media Pembelajaran

Salah satu media yang saya gunakan.
Ada perasaan tidak puas sehabis melaksanakan refleksi terhadap praktek peer teaching yang telah dilakukan. Refleksi membukakan mata bahwa pembelajaran yang dilakukan mengandung banyak kekurangan. Kekecewaan ini semakin menjadi lantaran sebelumnya saya terlalu percaya diri dan merasa pembelajaran yang dilaksanakan sangat baik.

Pada peer teaching yang kedua ini, saya memakai media pembelajaran dengan memanfaatkan beberapa software atau perangkat lunak. Software pertama yang saya gunakan yaitu Power Point.  Media kedua berupa memanfaatkan mix reality tiga dimensi. Media ketiga memakai plickers. Ketiga media ini dipakai bersama pada satu pembelajaran.

Pertimbangan memakai banyak media berbasis teknologi isu yaitu sebagai bentuk literasi digital. Kegiatan literasi digital meningkatkan interaksi antara siswa terhadap perangkat teknologi. Power point sebagai petunjuk pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru. Mixed reality untuk menggabungkan objek digital tiga dimensi dengan keadaan sekitar. Sedangkan plikers saya gunakan untuk menguji pengetahuan siswa dikala pre-test dan post-test.

Ternyata pemanfaatan media pembelajaran yang terlalu banyak hasilnya malah tidak maksimal. Terbukti media yang terlalu banyak  malah mengurangi perhatian didik. Saking banyaknya teknologi yang digunakan, teman-teman penerima PPG dalam jabatan yang menjadi siswa terlihat jenuh. Hal ini tampak dikala beberapa kali rekan penerima PPG terlihat berbicara dengan temannya yang lain.

Refleksi diri menjadikan kesadaran bahwa pembelajaran yang dilakukan mengandung beberapa kesalahan. Pertama, terlalu banyak memakai media berbasis komputer. Padahal perangkat komputer yang saya miliki tidak mempunyai spesifikasi yang memadai. Hal ini menjadikan terjadinya loading atau jeda waktu yang cukup usang dikala berpindah antara satu software ke software yang lain. Misalnya dikala berganti dari PowerPoint ke mix reality ada jeda loading yang cukup lama. Karena prosesor komputer harus bekerja lebih ekstra untuk mengaktifkan kamera. Loading yang usang menciptakan penerima didik (baca: penerima PPG) menjadi kelamaan menunggu. Peserta didik terlihat tidak menikmati kemudian tidak bersemangat.

Kedua, saya tidak mengaktifkan perhatian penerima didik melalui acara ice breaking. Ice breaking diartikan sebagai acara pemecah kebekuan. Kegiatan es breaking menjadi penting lantaran sanggup mengkondisikan dan memfokuskan siswa. Ice breaking menciptakan siswa lebih memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru.

Ice breaking gotong royong ada banyak macamnya. Ice breaking sanggup memakai banyak sekali macam media. Media ice breaking sanggup berupa permainan, video, foto, dsb. Kegiatan berupa video contohnya siswa ditampilkan video senam jari. Sembari mengikuti irama dan gerakan yang ada dalam video, siswa sanggup ikut serta memeragakannya. Kegiatan ice breaking pun sanggup berupa tepuk tangan yang divariasikan. Semuanya sanggup dipakai untuk ice breaking. Ice breaking hendaknya dipilih sesuai dengan bahan dan kesukaan siswa. Ice breaking juga dilarang hingga mengganggu jalannya proses pembelajaran.

Ketiga, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) pada acara peer teaching harus dibentuk sebaik-baiknya. LKPD harus digandakan sesuai dengan jumlah penerima didik. Pada acara peer teaching ini saya tidak meniru LKPD untuk penerima peer teaching. Saya berpikiran bahwa LKPD untuk rekan-rekan penerima PPG dalam jabatan tidak akan berguna. Ternyata anggapan ini keliru. LKPD tetap diperlukan oleh rekan-rekan penerima PPG dalam jabatan yang menjadi seorang siswa terutama dikala mempraktekkan langkah pembelajaran berupa presentasi karya/ produk LKPD. Banyak sahabat penerima PPG yang kebingunan dikala saya minta maju ke depan untuk menyajikan karya hasil pengerjaan LKPD. Hal ini disebabkan teman-teman tidak mengetahui bentuk LKPD yang dimaksud.

Kesalahan keempat yaitu rendahya keterampilan diri dalam mengatur intonasi suara. Seharusnya intonasi bunyi yang saya gunakan sanggup diatur biar siswa lebih memperhatikan apa yang disampaikan guru. Kalau intonasi bunyi hanya datar tanpa lisan tentu tidak menarik. Akhirnya siswa bosan. Konsep pengaturan intonasi kuncinya pada pelibatan emosi dikala memberikan sebuah materi.

Kesalahan yang terakhir yaitu saya sudah terjebak pada kejengkelan dikala melihat penerima didik atau para pendamping berbicara sendiri. etelah dipikir-pikir, penyebab mereka berbicara sendiri diduga bersumber pada dua kemungkinan. Bagi pendamping peer teaching, ada kemungkinan bahwa Bapak Ibu pendamping ingin mengetes penerima PPG wacana bagaimana cara meningkatkan perhatian siswa. Peningkatan perhatian ini bila berhasil tentu menjadi bukti bahwa sudah menerapkan seni administrasi pembelajaran yang baik. Kemungkinan kedua berbicara sendiri lantaran jenuh terlalu banyak media yang dipakai menyerupai yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Pada akhirnya, saya menyarankan kepada para pembaca bila melaksanakan peer teaching ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama kali yang dilakukan yaitu menciptakan PowerPoint yang runtut dan sistematis sesuai bahan ajar. Kedua tidak terlalu banyak memakai media pembelajaran. Penggunaan yang terlalu banyak malah menciptakan pembelajaran menjadi tidak efektif dan efisien. Ketiga, mempersiapkan ice breaking sesuai dengan keadaan penerima didik. Yang keempat, menciptakan perangkat pembelajaran yang sanggup dibagikan ke semua penerima peer teaching yang berperan sebagai siswa. Terakhir yaitu menciptakan janji dengan penerima PPG yang berperan sebagai siswa biar memperhatikan guru yang sedang peer teaching.
Sumber http://rahmahuda.blogspot.com