Masa-masa bulan madu guru akan segera berakhir. Tunjangan profesi yang selama ini menjadi pujian sekaligus pembeda, akan dihapus pada 2016. Sesungguhnya gejala abolisi itu sudah terbaca. Paling tidak, dalam dua tahun terakhir pencairan proteksi ini mulai tersendat. Aturan pun diperketat dengan bermacam-macam persyaratan, tidak semudah sebelumnya. Seiring dengan itu dimunculkanlah wacana penghapusan. Tahun depan, guru pegawai negeri sipil yang lulus sertifikasi tidak lagi mendapatkan proteksi profesi. Ini merupakan konsekuensi dari sistem penggajian tunggal yang diberlakukan sama untuk 4,6 juta aparatur sipil negara (ASN), tidak terkecuali 1,7 juta guru.
Dengan sistem honor tunggal tidak ada proteksi profesi. Semua ASN mendapatkan honor dengan tiga komponen, honor pokok (75 persen), proteksi kinerja (25 persen), dan proteksi kemahalan. Gaji pokok berbasis beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan risiko. Sementara pencapaian kinerja menurut penilaian kinerja individu. Tunjangan profesi guru masuk komponen penilaian kinerja. Dengan model penggajian ini, tidak ada lagi pegawai negeri yang gajinya kecil tetapi take home pay besar. Besar-kecilnya honor bergantung pada beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan risiko, ditambah penilaian kinerja masingmasing individu. Tunjangan profesi guru mengundang polemik. Beranggaran jumbo Rp 80 triliun per tahun, proteksi ini berpotensi manipulatif. Wacana abolisi diprotes para guru. Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 wacana Aparatur Sipil Negara, proteksi profesi guru otomatis hilang. Berbeda dari Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 ialah honor PNS terdiri dari honor pokok, kenaikan berkala, kenaikan istimewa, tunjangan, dan honorarium. Pada peraturan lama, sumber penghasilan PNS berbeda-beda, sulit diawasi dan dievaluasi. Tunjangan tidak berbasis kinerja, tetapi dipukul rata. Dengan hukum baru, guru yang bekerja baik akan menerima proteksi kinerja lebih.
Sistem dibangun terbuka dan adil dengan penilaian terukur. Siapa yang ingin menerima take home pay besar, dituntut bekerja keras dan profesional. Namun kebijakan nyata ini mematik keresahan di kalangan guru. Tekad pemerintah menghapus proteksi profesi guru sanggup dimaklumi sebagai bab dari reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja, membangun transparansi dan berkeadilan. Hasil penelitian Bank Dunia menyimpulkan, kegiatan sertifikasi tidak memberi efek signifikan terhadap kualitas guru, selain kemakmuran materi. Peningkatan penghasilan tidak memacu kinerja, justru sebaliknya meningkatkan konsumerisme dalam gaya hidup.
Sumber http://rahmahuda.blogspot.com
Wednesday, June 26, 2019
√ Tentang Bunyi Merdeka: Guru Tanpa Dukungan Profesi
✔
aku nyerah kyone
Diterbitkan June 26, 2019