Sejumlah pihak menyebut pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bakal tersandera oleh Kurikulum 2013. Dengan dalih betapapun karut-marut implementasinya, Tim Transisi yakin masih ada waktu untuk memperbaiki, sehingga tidak perlu menggantinya. Pemerintah sudah mengeluarkan anggaran hampir Rp 1 triliun untuk ”perubahan besar” ini.
Dan lagi, visi pendidikan abjad dalam kurikulum gres itu sejalan dengan konsep revolusi mental Jokowi-JK. Karut-marut pelaksanaan bukan semata-mata menyangkut duduk masalah teknis mulai dari tender, percetakan, distribusi buku, sampai training guru; melainkan semenjak peletakan konsep dasar sudah bermasalah. Ada kekeliruan memahami kompetensi disiplin ilmu dengan kompetensi karakter.
Integrasi pendidikan dan pembentukan abjad merupakan kekacauan mendasar, sehingga contoh pembelajaran mencampuradukkan kiprah utama sekolah dan kiprah utama masyarakat. Itulah integrasi pertama dalam sejarah kurikulum nasional. Sejumlah pihak menilai konsep ini sebagai ikhtiar mujarab membentuk abjad siswa.
Kurikulum sebelumnya sarat muatan intelektualitas, membebani siswa dengan banyak mata pelajaran, namun substansinya kurang menekankan nilai-nilai pembentukan karakter. Dengan pendekatan tematik-integratif, contoh pengajaran tidak lagi menurut mata pelajaran secara spesifik, tetapi tema yang terintegrasi. Keberhasilan setiap mata pelajaran dinilai menurut terpenuhinya kompetensi inti 1 (sikap spiritual), inti 2 (sikap sosial), inti 3 (pengetahuan), dan inti 4 (keterampilan).
Dengan pendekatan pembelajaran saintifik melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengasosiasi, menyaji, dan mencipta akan tercapai kompetensi siswa; menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis adab mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Lalu, bagaimana menilai kompetensi spiritual dan sosial? Kita menyadari implementasinya sangat sulit. Perlu janji moral dan kesungguhan, terutama para guru.
Kita khawatir evaluasi hanya formalitas menurut pengamatan kulit luar yang belum mencerminkan perilaku bekerjsama dari siswa. Jangan-jangan guru cenderung mengutamakan pembelajaran ketimbang mengamati perilaku siswa, sehingga evaluasi perilaku sebagai inti pendidikan abjad gagal.
Kita berharap Jokowi-JK menemukan ”jalan tengah” supaya tidak tersandera kebijakan sebelumnya. Semangat revolusi mental menjadi energi pembeda untuk membangun pendidikan dengan dasar dan filosofi kurikulum secara benar.
Kesungguhan dan janji mengemban amanah konstitusi diuji untuk menjaga ruh dan idealisme pendidikan. Jauhkan dunia pendidikan dari kepentingan politik-ekonomi-industrialisasi yang serbainstan dan pragmatis.
Sumber http://rahmahuda.blogspot.com
Wednesday, June 26, 2019
√ ”Kekacauan” Pelaksanaan Kurikulum 2013
✔
aku nyerah kyone
Diterbitkan June 26, 2019